TEKNIK
SURVEY DAN PEMETAAN
Pengertian Kartografi
Kartografi didefinisikan sebagai
gabungan dari ilmu, seni dan teknik dalampembuatan (penggambaran) peta.
Pengertian ilmu, seni dan teknik dapat diuraikan lebihterperinci lagi sebagai
berikut :
·
Ilmu : penentuan ukuran kertas (A0, A1, A3 dan sebagainya),
simbol yang digunakan, ukuran pena / pensil / rapido yang digunakan dan
jenis kertas yang digunakan (kertas,kalkir, drafting film) dll.
·
Seni : penghalusan gambar, pewarnaan gambar, penggunaan
symbol, penggunaan huruf dll.
·
Teknik : pengeplotan objek (titik, pohon, bangunan dll.),
interpolasi kontur (bila menggunakan cara manual), pembuatan grid, sistem
koordinat, legenda dll.
Ilmu ukur tanah adalah bagian dari
ilmu geodesi yang mempelajari cara-cara pengukuran di permukaan bumi dan di
bawah tanah untuk menentukan posisi relatif atau absolut titik-titik pada
permukaan tanah, di atasnya atau di bawahnya, dalam memenuhi kebutuhan seperti
pemetaan dan penentuan posisi relatif suatu daerah
Pada dasarnya tujuan pengukuran
adalah untuk menentukan letak atau kedudukan suatu obyek di atas permukaan bumi
dalam suatu sistem koordinat (umumnya dipergunakan apa yang disebut sistem
koordinat geodetis). Dan dalam pelaksanaan pengukuran itu sendiri yang
dicari dan dicatat adalah angka-angka, jarak dan sudut. Jadi koordinat
yang akan diperoleh adalah dengan melakukan pengukuran-pengukuran sudut
terhadap sistem koordinat geodetis tersebut (Sosrosodarsono, 1997).
Sejarah
Peta
Peta yang sekarang sering kita lihat
dan jumpai baik di toko buku, di Instansi,Perguruan Tinggi dan sebagainya pada
saat ini umumnya penampilannya relatip menarik.Apabila ditengok kebelakang,
keberadaan peta pada zaman dahulu tidaklah sebaik saat inidari segi penampilan,
hal ini karena keterbatasan peralatan maupun perlengkapan yang adapada saat
itu. Akan tetapi tentang bentuk dan ketelitiannya apakah sejelek
yangdiperkirakan? Jawabannya sangat relatif, artinya bergantung pada peta zaman
sekarangyang akan dibandingkan dengan peta pada zaman dahulu, karena dapat saja
peta saat inidibuat asal jadi, lalu dihiasi dengan warna-warni supaya terlihat
menarik (tetapi ketelitiangeometris maupun koordinatnya sangat kecil).
Pengertian
dan Fungsi Peta
Bermula dari ketersediaan peta,
selanjutnya proses perencanaan dan pelaksanaanpekerjaan fisik (terutama) dapat
berjalan dengan baik. Peta yang beredar di masyarakatcukup banyak ragamnya,
tetapi belum tentu peta yang didapatkan sesuai dengan apa yang diinginkan.
Misalnya saja pengguna peta ingin merencanakan suatu tempat untuk
rencanapengolahan limbah industri serta lokasi pembuangannya. Untuk keperluan
tersebutdidapatkan peta topografi dengan skala 1 : 50.000. Pertanyaannya apakah
dengan petatersebut sudah cukup? ataukah masih membutuhkan peta lain yang lebih
mengenai sasarandalam arti lebih besar skalanya, lebih banyak dan detail
tampilan obyek-obyeknya dansebagainya. Sebelum membahas lebih jauh tentang
peta, maka apa yang dimaksud dengan peta?Apa fungsi dan kegunaan peta? Peta
merupakan sumber informasi. Sehingga denganadanya peta seharusnya orang menjadi
mengerti atau lebih mengerti dari sebelummendapatkan peta, tetapi kalau dengan
keberadaan peta malah membuat orang menjaditidak mengerti dan bingung, maka
peta tersebut dapat dikatakan peta yang tidak ataukurang baik. Kurang baik
disini diartikan sebagai kurang komunikatif, kurang teliti, kurangpenjelasan
dan sejenisnya
Fungsi peta secara umum
dikelompokkan menjadi 4 (empat) bagian utama yaitumemperlihatkan posisi (baik
posisi horisontal maupun posisi vertikal dari suatu tempat),memperlihatkan
ukuran, memperlihatkan bentuk dan menghimpun dan menseleksi.Sedangkan kegunaan
peta antara lain untuk perencanaan peletakan bangunan-bangunanfisik (jalan,
gedung, jembatan, dam, pelabuhan), perencanaan peletakan mesin-mesin
berat,perencanaan pematokan (staking out) yaitu merealisasikan gambar di peta
untuk diukur dilapangan, hitungan volume dan luas, perencanaan tata ruang
(RTRW, RDTRK, RTRK) dll.
Penggolongan Peta
Secara
garis besar, peta dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok berdasarkan :
Berdasarkan
sifatnya, peta dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian yaitu:
·
Peta topografi : Peta topografi dimaksudkan sebagai
gambaran yang merupakan sebagian atauseluruh permukaan bumi yang digambar pada
bidang datar dengan cara tertentu danskala tertentu yang mencakup unsur-unsur
alam saja, unsur buatan manusia sajaatau keduanya. Contoh unsur-unsur alam
adalah gunung, sungai, danau, laut,vegetasi dan sebagainya. Sedangkan contoh
unsur-unsur buatan manusia adalahrumah, jembatan, gardu listrik, gudang,
pelabuhan dan sebagainya.
·
Peta tematik Peta tematik dimaksudkan sebagai peta yang
memuat atau menonjolkan tema (unsur) tertentu. Walaupun temanya tertentu,
tetapi sering peta tersebut membutuhkan “tempat” untuk wadah peta ini yaitu
peta topografi. Oleh karena ituterkadang dalam peta tematik masih ada beberapa
unsur pada peta topografi yangikut pada lembar peta tersebut. Contoh peta
tematik: Peta jaringan (jaringan pipa air minum, Peta jaringan jalan,
jaringan telekomunikasi, jaringan listrik, jaringan irigasi dll), Peta
ketinggian (kontur, Digital Terrain Model / Digital Elevation Model), Peta tata
guna lahan (land use) seperti sawah, hutan, kebun, ladang. Peta penyebaran
penduduk, peta batas administrasi, dll.
Berdasarkan
macamnya, peta dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian yaitu :
·
Peta garis : Peta garis didapat dari survei lapangan
yaitu pengukuran di lapangan yangselanjutnya dihitung dan terakhir disajikan
dalam bentuk plotting pada kertas, kalkirataupun pada drafting film. Ada
pula peta garis yang didapat dari foto udara yangdiproses dengan cara
mengeplotkan hasil foto tersebut sedemikian rupa sehinggatergambar menjadi peta
garis.
·
Peta foto : Peta foto didapat dari survei udara yaitu
melakukan pemotretan lewat udara pada daerah tertentu dengan aturan
fotogrametris tertentu. Sebagai gambaran padafoto dikenal ada 3 (tiga)
jenis yaitu foto tegak, foto miring dan foto miring sekali.Yang dimaksud dengan
foto tegak adalah foto yang pada saat pengambilan objeknya sumbu kamera
udara sejajar dengan arah gravitasi( tolerensi <3o), sedangkan yangdisebut dengan
foto miring sekali apabila pada foto tersebut horison terlihat. Untukfoto
miring, batasannya adalah antara kedua jenis foto tersebut. Secara umum
foto yang digunakan untuk peta adalah foto tegak (Wolf, 1974).
Skala
Pembagian peta berdasarkan skalanya
masih belum ada kesepakatan antara ahli. Salahsatu pendapat yang membagi peta
berdasarkan skalanya, peta tersebut dikelompokkanmenjadi 3 (tiga) bagian yaitu
1.
Skala besar : Peta dikatakan skala besar jika bilangan
skalanya kurang dari atau sama dengan 10000 atau skala ≥ 1:10000
2.
Skala sedang : Peta dikatakan skala sedang jika
bilangan skalanya lebih dari 10000 sampai dengan kurang dari atau sama
dengan 100000 atau skalanya antara 1 : 10000 hingga 1:100000
3.
Skala Kecil : Peta dikatakan skala kecil jika bilangan
skalanya lebih besar dari 100000 atau skalanya lebih besar dari 1 :
1000000
Pengenalan
Alat (Theodolith dan Planimeter)
Untuk mendalami ilmu ukur tanah dan
kartografi maka diperlukan beragam alat yang mendukung proses pengumpulan
data-data yang akan digunakan. Salah satu contoh alat itu adalahTheodolith. Theodolith adalah
alat untuk mengukur sudut dan arah sudut. Sudut yang diukur dalamTheodolith adalah
sudut vertikal, untuk mengetahui beda tinggi dan sudut horizontal, serta untuk
mengetahui Azimuth. Azimuth adalah sudut yang
diukur searah jarum jam dan hanya diukur dari arah Utara atau Selatan saja
sebagai acuan. Theodolithjuga dapat digunakan untuk mengukur beda
tinggi yaitu dengan menggunakan sudut vertikal. Adapun syarat
penggunaan Theodolith dalam mengukur beda tinggi adalah posisi
alat harus tegak lurus dengan titik tempat mengukur, dengan cara
menyeimbangkan niveau tabung dengan niveau kotak agar gelembung udara dapat di
tengah-tengah.
Theodolith adalah salah satu alat yang
digunakan untuk metode pemetaan. Theodolith digunakan sebagai
sarana guna mengumpulkan data di lapangan, ini merupakan sarana pengumpulan
data dengan metode secara Terestris. Theodolithdilengkapi
dengan piringan untuk pembacaan sudut balik piringan horizontal maupun vertikal. Theodolitjuga
dilengkapi dengan sumbu I (vertikal) dan sumbu II (horizontal). Dengan demikian
sumbu teropong dapat digerakkan ke segala arah. Sudut tegak (vertikal) ialah
sudut yang dibentuk pada bidang tegak oleh garis bidik dengan garis tegak (2) atau
oleh garis bidik dan garis mendatar (m). sedangkan sudut mendatar ialah
sudut yang dibentuk oleh dua garis bidik dibidang mendatar (Wongsotjitro,
1964).
Dengan Theodolith,
data-data berupa jarak, ketinggian, sudut dan Azimuth dapat
diketahui dengan jalan pengukuran. Pada acara kali ini pengukuran hanya
terbatas pada pembacaan sudut horizontal, sudut vertikal, jarak, dan beda
tinggi. Jarak yang dihasilkan diperoleh dengan mengurangi batas atas pengukuran
dengan batas bawah pengukuran dikalikan 100. Masing-masing titik memiliki
ketinggian yang berbeda sehingga dari pengukuran ketinggian itu kita bisa
mendapatkan data berupa jarak tiap titik. Pembacaan sudut horizontal dan
vertikal dilakukan dengan membaca sudut yang dihasilkan sewaktu
pengukuran, biasanya berupa derajat, menit, dan detik.
Pemetaan
PoligonTertutup
Poligon ialah rangkaian titik yang saling berhubungan dengan
yang lain sehingga membentuk suatu jalur . Poligon dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu :
1.
Poligon terbuka. Merupakan poligon dengan titik awal dan
titik akhir yang tidak sama, atau tidak bertemu. Biasanya berbentuk memanjang.
2.
Poligon tertutup adalah poligon dengan titik awal dan titik
akhirnya yang sama atau dalam arti pengukuran yang dilakukan tersebut kembali
ke titik semula atau pengukuran semula. Pengukuran dengan menggunakan metode
ini dilakukan pada daerah yang telah diketahui awal dan akhirnya. Dalam
praktikum ini yang lebih dibahas adalah mengenai poligon tertutup.
Adapun pengukuran poligon bertujuan
untuk menetapkan posisi dari titik-titik sudut yang diukur, yaitu dengan
mengukur panjang dan sisi segi banyak dan besar sudut-sudutnya. Besaran-besaran
yang diukur antara lain adalah :
1.
Azimuth (sudut arah horizontal)
2.
Sudut elevasi (sudut vertikal)
3.
Tinggi tempat
4.
Jarak optis
Azimuth adalah besaran sudut yang
dibuat oleh posisi horizontal teropong padaTheodolith dihitung dari
arah Utara magnetis bumi yang telah dikoreksi dengan deklinasi tempat
pengukuran (deklinasi telah diketahui sebelumnya).
Penggambaran poligon dilakukan
secara numerik (koordinat) maupun Azimuth garis, yaitu dengan :
1.
menentukan arah Utara dan sekala yang sesuai
2.
mengeplotkan absis dan ordinat dari
tiap poligon disertai ketinggian titik poligon tersebut
3.
menghubungkan titik poligon tersebut untuk
menggambarkan Azimuth
Data yang
diperoleh pada pengukuran poligon tertutup adalah sudut dalam, jarak antar
titik, beda tinggi, dan sudut Azimuth. Dari proses perhitungan
tersebut diperoleh koordinat-koordinat berupa absis dan ordinat. Absis dan ordinat ini
dihitung berdasarkan jarak dan sudut Azimuth. Pada perhitungan
sering ada sudut yang terkoreksi, artinya adalah perhitungan dan pengamatan
yang dilakukan di lapangan tidak begitu tepat, sehingga untuk menutup poligon
yang agak terbuka dibutuhkan koreksi sudut. Koreksi sudut ini digunakan untuk
mencari koreksi sudut Azimuth. Sudut Azimuth adalah
besarnya sudut yang dibuat oleh posisi horizontal teropong pada Theodolith.
Melaksanakan Pengukuran Beda Tinggi Dengan Pesawat Penyipat
Datar Cara
Tertutup / Keliling
A. PENGETAHUAN DASAR
Pengukuran areal ini membentuk jalur pengukuran tertutup, dimana awal dan akhir
pengukuran titik yang sama, disamping sangat cocok untuk mendapatkan
ketinggian titik-titik yang menyebar pada daerah yang luas.
Tanda titik / patok dipasang mengeliling sepanjang / seluruh areal pengukuran
dengan jarak antara titik dengan titik asal masih terjangkau oleh pengamatan alat
penyipat datar / waterpass. Untuk areal pengukuran dengan beda tinggi yang
menonjol / curam, maka jarak tersebut akan lebih pendek.
Jarak titik dengan titik diukur dari pesawat penyipat datar diletakkan di tengah
antara dua titik dan segaris. Titik-titik yang ditinggalkan dalam pembacaan
disebut pembacaan belakang, sedang titik yang dtinjau dalam pembacaan
disebut pembacaan muka.
Beda tinggi antara dua titik cukup dicari / dihitung dengan mencari selisih
pembacaan benang tengah ( bt ), sehingga :
ht = Btb - Btm
ht = beda tinggi
Btb = bacaan benang tengah belakang
Btm = bacaan benang tengah muka
Bila muka lebih tinggi daripada belakang maka ht bertanda positip dan
sebaliknya.
Langkah Kerja
Langkah Pengukuran :
1. Buat gambar sketsa daerah yang akan diukur dan diberi tanda titiktitiknya,
siapkan daftar pengukuran, catat nomor pesawat penyipat
datar.
2. Ukur jarak pikat / patok P0 dan P1, dan tentukan tengah-tengahnya,
dan tempatkan peswat penyipat datar / stel siap pakai.
3. Dirikan rambu ukur di P0 disebut pembacaan belakang, baca dan
catat benang tengahnya.
4. Pindahkan rambu ukur di P1 dan arahkan pesawat penyipat datar ke
rambu P1 sebagai pembacaan muka, baca dan catat beang
tengahnya. Rambu ukur jangan dipindah dahulu.
5. Dalam mencatat pada daftar pengukuran harus diingat pembacaan /
jarak ke belakang maupun ke muka dan dicatat dalam table / daftar.
6. Ukurkan P1 ke P2 , ambil tengah-tengah, dan dirikan pesawat penyipat
datar sehingga siap pakai. Arahkan pesawat ke P1 sebagai
pembacaan belakang dan arahkan pesawat ke P2 sebagai
pembacaan muka, catat jarak pada table pengukuran.
7. Dengan cara yang sama, pengukuran dilanjutkan sampai titik pertama
( P0 ).
Analisa hasil pengukuran :
Selisih tinggi cukup dicari dengan menselisihkan bacaan benang tengah
belakang ( btb ) dan bacaan benang tengah muka ( btm ). Sedang jarak antara dua
titik sama dengan pembacaan jarak belakang ditambah pembacaan jarak muka.
Apabila jumlah beda tinggi / selisih tinggi bacaan belakang sama dengan beda
tinggi / selisih tinggi bacaan muka berarti tidak ada koreksi. Tetapi umunya tidak
demikian.
Tertutup / Keliling
A. PENGETAHUAN DASAR
Pengukuran areal ini membentuk jalur pengukuran tertutup, dimana awal dan akhir
pengukuran titik yang sama, disamping sangat cocok untuk mendapatkan
ketinggian titik-titik yang menyebar pada daerah yang luas.
Tanda titik / patok dipasang mengeliling sepanjang / seluruh areal pengukuran
dengan jarak antara titik dengan titik asal masih terjangkau oleh pengamatan alat
penyipat datar / waterpass. Untuk areal pengukuran dengan beda tinggi yang
menonjol / curam, maka jarak tersebut akan lebih pendek.
Jarak titik dengan titik diukur dari pesawat penyipat datar diletakkan di tengah
antara dua titik dan segaris. Titik-titik yang ditinggalkan dalam pembacaan
disebut pembacaan belakang, sedang titik yang dtinjau dalam pembacaan
disebut pembacaan muka.
Beda tinggi antara dua titik cukup dicari / dihitung dengan mencari selisih
pembacaan benang tengah ( bt ), sehingga :
ht = Btb - Btm
ht = beda tinggi
Btb = bacaan benang tengah belakang
Btm = bacaan benang tengah muka
Bila muka lebih tinggi daripada belakang maka ht bertanda positip dan
sebaliknya.
Langkah Kerja
Langkah Pengukuran :
1. Buat gambar sketsa daerah yang akan diukur dan diberi tanda titiktitiknya,
siapkan daftar pengukuran, catat nomor pesawat penyipat
datar.
2. Ukur jarak pikat / patok P0 dan P1, dan tentukan tengah-tengahnya,
dan tempatkan peswat penyipat datar / stel siap pakai.
3. Dirikan rambu ukur di P0 disebut pembacaan belakang, baca dan
catat benang tengahnya.
4. Pindahkan rambu ukur di P1 dan arahkan pesawat penyipat datar ke
rambu P1 sebagai pembacaan muka, baca dan catat beang
tengahnya. Rambu ukur jangan dipindah dahulu.
5. Dalam mencatat pada daftar pengukuran harus diingat pembacaan /
jarak ke belakang maupun ke muka dan dicatat dalam table / daftar.
6. Ukurkan P1 ke P2 , ambil tengah-tengah, dan dirikan pesawat penyipat
datar sehingga siap pakai. Arahkan pesawat ke P1 sebagai
pembacaan belakang dan arahkan pesawat ke P2 sebagai
pembacaan muka, catat jarak pada table pengukuran.
7. Dengan cara yang sama, pengukuran dilanjutkan sampai titik pertama
( P0 ).
Analisa hasil pengukuran :
Selisih tinggi cukup dicari dengan menselisihkan bacaan benang tengah
belakang ( btb ) dan bacaan benang tengah muka ( btm ). Sedang jarak antara dua
titik sama dengan pembacaan jarak belakang ditambah pembacaan jarak muka.
Apabila jumlah beda tinggi / selisih tinggi bacaan belakang sama dengan beda
tinggi / selisih tinggi bacaan muka berarti tidak ada koreksi. Tetapi umunya tidak
demikian.
1. PENGETAHUAN DASAR
Daerah pengukuran pada pekerjaan ini diusahakan bila mungkin daerah terbuka,
garis ukur dibuat sedemikian rupa sehingga titik-titik di lapangan sebagian besar
dapat diproyeksikan ke garis ukur. Bila tidak ada prisma dapat digunakan
segitiga perbandingan 3:4:5. Bila garis ukur satu kali belum menjangkau semua
titik, maka dapat dibuat garis ukur lainnya yang dibuat tegak lurus garis ukur yang
pertama.
Data yang diperlukan adalah jarak dari titik ke garis ukur / garis tegak lurus dari
titik ke garis ukur.
2. LEMBAR KERJA
Tujuan
Dengan seperangkat alat prisma atau segitiga perbandingan 3:4:5 diharapkan
peserta diklat dapat :
- mengukur jarak dari titik ke garis ukur dengan menggunakan segitiga
perbandingan 3:4:5
- membuat peta situasi berdasarkan data / angka yang diperoleh.
Bahan dan Alat
- Prisma atau segitiga siku-siku 1 buah
- Pita ukur 1 buah
- Jalon minimum 3 buah
- Data board dan alat tulis
- Lapangan / medan pengukuran
Keselamatan dan kesehatan kerja
- Gunakan alat sesuai dengan fungsinya
- Hindari alat dari kemungkinan hilang atau rusak
- Gunakan pakaian kerja langkap- Pusatkan perhatian pada pekerjaan
Langkah Kerja
Langkah pengukuran
a. Siapkan semua peralatan yang diperlukan.
b. Tentukan garis ukur kearah memanjang daerah yang akan diukur (lihat
gambar kerja) dengan semua titik batas dipasang patok.
c. Proyeksikan semua titik batas ke garis ukur dengan menggunakan prisma
atau segitiga 3:4:5.
d. Dengan pita ukur ukurlah jarak dari titik-titik batas yang diproyeksikan ke
garis ukur.
e. Ukurlah jarak dari titik awal garis ukur ke titik-titik proyeksi.
f. Setelah pengukuran selesai barulah mengolah data bila perlu beserta penggambarannya.
g. Hitung luas dan gunakan rumus luas yang diperlukan.
Analisis hasil pengukuran
Dengan memperhatikan hasil pengukuran di atas, maka daerah pengukuran akan
terbagi-bagi menjadi beberapa segitiga siku-siku dan trapezium sehingga luasnya
mudah dihitung.
Daerah pengukuran pada pekerjaan ini diusahakan bila mungkin daerah terbuka,
garis ukur dibuat sedemikian rupa sehingga titik-titik di lapangan sebagian besar
dapat diproyeksikan ke garis ukur. Bila tidak ada prisma dapat digunakan
segitiga perbandingan 3:4:5. Bila garis ukur satu kali belum menjangkau semua
titik, maka dapat dibuat garis ukur lainnya yang dibuat tegak lurus garis ukur yang
pertama.
Data yang diperlukan adalah jarak dari titik ke garis ukur / garis tegak lurus dari
titik ke garis ukur.
2. LEMBAR KERJA
Tujuan
Dengan seperangkat alat prisma atau segitiga perbandingan 3:4:5 diharapkan
peserta diklat dapat :
- mengukur jarak dari titik ke garis ukur dengan menggunakan segitiga
perbandingan 3:4:5
- membuat peta situasi berdasarkan data / angka yang diperoleh.
Bahan dan Alat
- Prisma atau segitiga siku-siku 1 buah
- Pita ukur 1 buah
- Jalon minimum 3 buah
- Data board dan alat tulis
- Lapangan / medan pengukuran
Keselamatan dan kesehatan kerja
- Gunakan alat sesuai dengan fungsinya
- Hindari alat dari kemungkinan hilang atau rusak
- Gunakan pakaian kerja langkap- Pusatkan perhatian pada pekerjaan
Langkah Kerja
Langkah pengukuran
a. Siapkan semua peralatan yang diperlukan.
b. Tentukan garis ukur kearah memanjang daerah yang akan diukur (lihat
gambar kerja) dengan semua titik batas dipasang patok.
c. Proyeksikan semua titik batas ke garis ukur dengan menggunakan prisma
atau segitiga 3:4:5.
d. Dengan pita ukur ukurlah jarak dari titik-titik batas yang diproyeksikan ke
garis ukur.
e. Ukurlah jarak dari titik awal garis ukur ke titik-titik proyeksi.
f. Setelah pengukuran selesai barulah mengolah data bila perlu beserta penggambarannya.
g. Hitung luas dan gunakan rumus luas yang diperlukan.
Analisis hasil pengukuran
Dengan memperhatikan hasil pengukuran di atas, maka daerah pengukuran akan
terbagi-bagi menjadi beberapa segitiga siku-siku dan trapezium sehingga luasnya
mudah dihitung.
Artikel
Teknik Survey Dan Pemetaan
Metode
Pengukuran Triangulasi
Triangulasi
digunakan apabila daerah pengukuran mempunyai ukuran panjang dan lebar yang
sama, maka dibuat jaring segitiga. Pada cara ini sudut yang diukur adalah sudut
dalam tiap – tiap segitiga. Metode Triangulasi. Pengadaan kerangka dasar
horizontal di Indonesia dimulai di pulau Jawa oleh Belanda pada tahun 1862.
Titik-titik kerangka dasar horizontal buatan Belanda ini dikenal sebagai titik
triangulasi, karena pengukurannya menggunakan cara triangulasi. Hingga tahun
1936, pengadaan titik triangulasi oleh Belanda ini telah mencakup pulau Jawa
dengan datum Gunung Genuk, pantai Barat Sumatra dengan datum Padang, Sumatra
Selatan dengan datum Gunung Dempo, pantai Timur Sumatra dengan datum Serati,
kepulauan Sunda Kecil, Bali dan Lombik dengan datum Gunung Genuk, pulau Bangka
dengan datum Gunung Limpuh, Sulawesi dengan datum Moncong Lowe, kepulauan Riau
dan Lingga dengan datum Gunung Limpuh dan Kalimantan Tenggara dengan datum
Gunung Segara. Posisi horizontal (X, Y) titik triangulasi dibuat dalam sistem
proyeksi Mercator, sedangkan posisi horizontal peta topografi yang dibuat
dengan ikatan dan pemeriksaan ke titik triangulasi dibuat dalam sistem proyeksi
Polyeder. Titik triangulasi buatan Belanda tersebut dibuat berjenjang turun
berulang, dari cakupan luas paling teliti dengan jarak antar titik 20 – 40 km
hingga paling kasar pada cakupan 1 – 3 km.
Ketelitian posisi horisontal (x,y) titik triangulasi
Titik
|
Jarak
|
Ketelitian
|
Metode
|
P
|
20 – 40 km
|
r 0.07
|
Triangulasi
|
S
|
10 – 20 km
|
r 0.53
|
Triangulasi
|
T
|
3 – 10 km
|
r 3.30
|
Mengikat
|
K
|
1 – 3 km
|
-
|
Polygon
|
Selain posisi
horizontal (X Y) dalam sistem dalam sistem geografis (j,I) dan proyeksi
Mercator, titik-titik triangulasi ini ketinggiannya terhadap muka air laut
rata-juga dilengkapi dengan informasi posisinya rata yang ditentukan dengan
cara trigonometris.
Triangulasi
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
·
Primer
·
Sekunder
·
Tersier
Bentuk geometri
triangulasi terdapat tiga buah bentuk geometrik dasar triangulasi, yaitu :
·
Rangkaian segitiga yang sederhana cocok untuk pekerjaanpekerjaan
dengan orde rendah untuk ini dapat sedapat mungkin diusahakan sisi-sisi
segitiga sama panjang.
·
Kuadrilateral merupakan bentuk yang terbaik untuk
ketelitian tinggi, karena lebih banyak syarat yang dapat dibuat. Kuadrilateral
tidak boleh panjang dan sempit.
·
Titik pusat terletak antara 2 titik yang terjauh dan
sering di perlukan.
Metode
pengukuran trilaterasi
Trilaterasi
digunakan apabila daerah yang diukur ukuran salah satunya lebih besar daripada
ukuran lainnya, maka dibuat rangkaian segitiga. Pada cara ini sudut yang diukur
adalah semua sisi segitiga. Metode Trilaterasi yaitu serangkaian segitiga yang
seluruh jarak jaraknya di ukur di lapangan.
Pada jaring
segitiga akan selalu diperoleh suatu titik sentral atau titik pusat. Pada titik
pusat tersebut terdapat beberapa buah sudut yang jumlahnya sama dengan 360
derajat
Metode
pengukuran pengikatan ke muka
Pengikatan ke
muka adalah suatu metode pengukuran data dari dua buah titik di lapangan tempat
berdiri alat untuk memperoleh suatu titik lain di lapangan tempat berdiri
target (rambu ukur, benang, unting-unting) yang akan diketahui koordinatnya
dari titik tersebut. Garis antara kedua titik yang diketahui koordinatnya
dinamakan garis absis. Sudut dalam yang dibentuk absis terhadap target di titik
B dinamakan sudut beta. Sudut beta dan alfa diperofeh dari tapangan.
Pada metode ini, pengukuran yang dilakukan hanya pengukuran sudut. Bentuk yang digunakan metoda ini adalah bentuk segi tiga. Akibat dari sudut yang diukur adalah sudut yang dihadapkan titik yang dicari, maka salah satu sisi segitiga tersebut harus diketahui untuk menentukan bentuk dan besar segitinya
Pada metode ini, pengukuran yang dilakukan hanya pengukuran sudut. Bentuk yang digunakan metoda ini adalah bentuk segi tiga. Akibat dari sudut yang diukur adalah sudut yang dihadapkan titik yang dicari, maka salah satu sisi segitiga tersebut harus diketahui untuk menentukan bentuk dan besar segitinya
Metode
pengukuran Collins dan Cassini
Metode pengukuran Collins dan Cassini merupakan salah
satu metode dalam pengukuran kerangka dasar horizontal untuk menentukan
koordinat titik-titik yang diukur dengan cara mengikat ke belakang pada titik tertentu
dan yang diukur adalah sudut-sudut yang berada di titik yang akan ditentukan
koordinatnya. Pada era mengikat ke belakang ada dua metode hitungan
Yaitu
Dengancara Collins
dan
Cassini.
Adapun perbedaan pada kedua metode di atas terletak pada cara perhitungannya, cara Collins menggunakan era perhitungan logaritma. Adapun pada metode Cassini menggunakan mesin hitung. Sebelum alat hitung berkembang dengan balk, seperti masa kini maka perhitungan umumnya dilakukan dengan bantuan daftar logaritma. Adapun metode Cassini menggunakan alat hitung karena teori ini muncul pada saat adanya alat hitung yang sudah mulai berkembang. Pengikatan kebelakang metode Collins merupakan model perhitungan yang berfungsi untuk mengetahui suatu letak titik koordinat, yang diukur melalui titik-titik koordinat lain yang sudah diketahui. Pada pengukuran pengikatan ke belakang metode Collins, alat theodolite ditegakkan di atas titik yang ingin atau belum diketahui koordinatnya. Misalkan titik itu diberi nama titik P. titik P ini akan diukur melalui titik-titik lain yang koordinatnya sudah diketahui terlebih dahulu. Misalkan titik lainnya itu titik A, B, dan titik C.
Pertama titik P diikatkan pada dua buah titik lain yang telah diketahui koordinatnya, yaitu diikat pada titik A dan titik B. Ketiga titik tersebut dihubungkan oleh suatu lingkaran dengan jari-jari tertentu, sehingga titik C berada di luar lingkaran.
Kemudian tariklah titik P terhadap titik C. Dari hasil penarikan garis P terhadap G akan memotong tali busur lingkaran, dan potongannya akan berupa titik hasil dari pertemuan persilangan garis dan tali busur. Titik itu diberi nama titik H, dimana titik H ini merupakan titik penolong Collins. Sehingga dari informasi koordinat titik A, B, dan G serta sudut-sudut yang dibentuknya, maka koordinat titik P akan dapat diketahui
Adapun perbedaan pada kedua metode di atas terletak pada cara perhitungannya, cara Collins menggunakan era perhitungan logaritma. Adapun pada metode Cassini menggunakan mesin hitung. Sebelum alat hitung berkembang dengan balk, seperti masa kini maka perhitungan umumnya dilakukan dengan bantuan daftar logaritma. Adapun metode Cassini menggunakan alat hitung karena teori ini muncul pada saat adanya alat hitung yang sudah mulai berkembang. Pengikatan kebelakang metode Collins merupakan model perhitungan yang berfungsi untuk mengetahui suatu letak titik koordinat, yang diukur melalui titik-titik koordinat lain yang sudah diketahui. Pada pengukuran pengikatan ke belakang metode Collins, alat theodolite ditegakkan di atas titik yang ingin atau belum diketahui koordinatnya. Misalkan titik itu diberi nama titik P. titik P ini akan diukur melalui titik-titik lain yang koordinatnya sudah diketahui terlebih dahulu. Misalkan titik lainnya itu titik A, B, dan titik C.
Pertama titik P diikatkan pada dua buah titik lain yang telah diketahui koordinatnya, yaitu diikat pada titik A dan titik B. Ketiga titik tersebut dihubungkan oleh suatu lingkaran dengan jari-jari tertentu, sehingga titik C berada di luar lingkaran.
Kemudian tariklah titik P terhadap titik C. Dari hasil penarikan garis P terhadap G akan memotong tali busur lingkaran, dan potongannya akan berupa titik hasil dari pertemuan persilangan garis dan tali busur. Titik itu diberi nama titik H, dimana titik H ini merupakan titik penolong Collins. Sehingga dari informasi koordinat titik A, B, dan G serta sudut-sudut yang dibentuknya, maka koordinat titik P akan dapat diketahui
1.
titik A, B ,dan C merupakan titik koordinat yang sudah
diketahui.
2.
titik P adalah titik yang akan dicari koordinatnya.
3.
titik H adalah titik penolong collins yang dibentuk oleh
garis P terhadap C dengan lingkaran yang dibentuk oleh titik-titik A, B, dan P.
Sedangkan
Metode Cassini adalah cara pengikatan kebelakang yang menggunakan mesin hitung
atau kalkulator. Pada cara ini theodolit diletakkan diatas titik yang belum
diketahui koordinatnya.
Pada cara perhitungan Cassini memerlukan dua tempat kedudukan untuk menentukan suatu titik yaitu titik P. Lalu titik P diikat pada titik-titik A, B dan C. Kemudian Cassini membuat garis yang melalui titik A dan tegak lurus terhadap garis AB serta memotong tempat kedudukan yang melalui A dan B, titik tersebut diberi nama titik R. Sama halnya Cassini pula membuat garis lurus yang melalui titik C dan tegak lurus terhadap garis BC serta memotong tempat kedudukan yang melalui B dan C, titik tersebut diberi nama titik S.
Sekarang hubungkan R dengan P dan S dengan P. Karena 4 BAR = 900, maka garis BR merupakan garis tengah lingkaran, sehingga 4 BPR = 900. Karena ABCS= 900 maka garis BS merupakan garis tengah lingkaran, sehinggga DBPR = 900. Maka titik R, P dan S terletak di satu garus lurus. Titik R dan S merupakan titik penolong Cassini. Untuk mencari koordinat titik P, lebih dahulu dicari koordinat-koordinat titik¬titik penolong R dan S, supaya dapat dihitung sudut jurusan garis RS, karena PB 1 RS, maka didapatlah sudut jurusan PB, dan kemudian sudut jurusan BP untuk dapat menghitung koordinat-koordinat titik P sendiri dari koordinat-koordinat titik B.
Pada cara perhitungan Cassini memerlukan dua tempat kedudukan untuk menentukan suatu titik yaitu titik P. Lalu titik P diikat pada titik-titik A, B dan C. Kemudian Cassini membuat garis yang melalui titik A dan tegak lurus terhadap garis AB serta memotong tempat kedudukan yang melalui A dan B, titik tersebut diberi nama titik R. Sama halnya Cassini pula membuat garis lurus yang melalui titik C dan tegak lurus terhadap garis BC serta memotong tempat kedudukan yang melalui B dan C, titik tersebut diberi nama titik S.
Sekarang hubungkan R dengan P dan S dengan P. Karena 4 BAR = 900, maka garis BR merupakan garis tengah lingkaran, sehingga 4 BPR = 900. Karena ABCS= 900 maka garis BS merupakan garis tengah lingkaran, sehinggga DBPR = 900. Maka titik R, P dan S terletak di satu garus lurus. Titik R dan S merupakan titik penolong Cassini. Untuk mencari koordinat titik P, lebih dahulu dicari koordinat-koordinat titik¬titik penolong R dan S, supaya dapat dihitung sudut jurusan garis RS, karena PB 1 RS, maka didapatlah sudut jurusan PB, dan kemudian sudut jurusan BP untuk dapat menghitung koordinat-koordinat titik P sendiri dari koordinat-koordinat titik B.
Rumus-rumus
yang digunakan ialah :
·
x1 – x2 = d12 Sin a12
·
y2 – y1 = d12 cos a12
·
tg a12 = (x2 – x1) : (y2 – y1)
·
ctg a12 = (y2 – y1) : (x2 – x1)
Metode Cassini
dapat digunakan untuk metode penentuan posisi titik menggunakan dua buah
sextant.
Tujuannya untuk menetapkan suatu penentuan posisi titik perum menggunakan dua buah sextant, termasuk. membahas tentang ketentuan-ketentuan dan tahapan pelaksanaan pengukuran penentuan posisi titik perum. Metode penentuan ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam pengukuran penentuan posisi titik-titik pengukuran di perairan pantai, sungai, danau dan muara. Sextant adalah alat pengukur sudut dari dua titik bidik terhadap posisi alat tersebut, posisi titik ukur perum adalah titik-titik yang mempunyai koordinat berdasarkan hasil pengukuran.
Tujuannya untuk menetapkan suatu penentuan posisi titik perum menggunakan dua buah sextant, termasuk. membahas tentang ketentuan-ketentuan dan tahapan pelaksanaan pengukuran penentuan posisi titik perum. Metode penentuan ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam pengukuran penentuan posisi titik-titik pengukuran di perairan pantai, sungai, danau dan muara. Sextant adalah alat pengukur sudut dari dua titik bidik terhadap posisi alat tersebut, posisi titik ukur perum adalah titik-titik yang mempunyai koordinat berdasarkan hasil pengukuran.
Metode
pengukuran Collins dan Cassini merupakan salah satu metode dalam pengukuran
kerangka dasar horizontal untuk menentukan koordinat titik-titik yang diukur
dengan cara mengikat ke belakang pada titik tertentu dan yang diukur adalah
sudut-sudut yang berada di titik yang akan ditentukan koordinatnya. Pada era
mengikat ke belakang ada dua metode hitungan yaitu dengan cara Collins dan
Cassini.
Adapun
perbedaan pada kedua metode di atas terletak pada cara perhitungannya, cara
Collins menggunakan era perhitungan logaritma. Adapun pada metode Cassini
menggunakan mesin hitung. Sebelum alat hitung berkembang dengan balk, seperti
masa kini maka perhitungan umumnya dilakukan dengan bantuan daftar logaritma.
Adapun metode Cassini menggunakan alat hitung karena teori ini muncul pada saat
adanya alat hitung yang sudah mulai berkembang. Pengikatan kebelakang metode
Collins merupakan model perhitungan yang berfungsi untuk mengetahui suatu letak
titik koordinat, yang diukur melalui titik-titik koordinat lain yang sudah
diketahui. Pada pengukuran pengikatan ke belakang metode Collins, alat
theodolite ditegakkan di atas titik yang ingin atau belum diketahui
koordinatnya. Misalkan titik itu diberi nama titik P. titik P ini akan diukur
melalui titik-titik lain yang koordinatnya sudah diketahui terlebih
dahulu. Misalkan titik lainnya itu titik A, B, dan titik C.
Pertama titik P
diikatkan pada dua buah titik lain yang telah diketahui koordinatnya, yaitu
diikat pada titik A dan titik B. Ketiga titik tersebut dihubungkan oleh suatu
lingkaran dengan jari-jari tertentu, sehingga titik C berada di luar lingkaran.
Kemudian tariklah titik P terhadap titik C. Dari hasil penarikan garis P
terhadap G akan memotong tali busur lingkaran, dan potongannya akan berupa
titik hasil dari pertemuan persilangan garis dan tali busur. Titik itu diberi
nama titik H, dimana titik H ini merupakan titik penolong Collins. Sehingga
dari informasi koordinat titik A, B, dan G serta sudut-sudut yang dibentuknya,
maka koordinat titik P akan dapat diketahui
Penghitungan
Pengukuran Terestris
Ilmu ukur tanah
merupakan bagian rendah dari ilmu yang lebih luas yang dinamakan ilmu Geodesi.
Ilmu Geodesi mempunyai dua maksud :
Ilmu Geodesi mempunyai dua maksud :
1.
Maksud ilmiah : menentukan bentuk permukaan bumi
2.
Maksud praktis : membuat bayangan yang dinamakan peta
dari sebagian besar atau sebagian kecil permukaan bumi.
Pada maksud
kedua inilah yang sering disebut dengan istilah pemetaan. Pengukuran dan
pemetaan pada dasarnya dapat dibagi 2, yaitu :
·
Geodetic Surveying
·
Plan Surveying
Perbedaan
prinsip dari dua jenis pengukuran dan pemetaan di atas adalah : Geodetic
surveying suatu pengukuran untuk menggambarkan permukaan bumi pada bidang
melengkung/ellipsoida/bola. Geodetic Surveying adalah llmu, seni, teknologi
untuk menyajikan informasi bentuk kelengkungan bumi atau pada keiengkungan
bola. Sedangkan plan Surveying adalah merupakan llmu seni, dan teknologi untuk
menyajikan bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun unsur buatan manusia
pada bidang yang dianggap datar. Plan surveying di batasi oleh daerah yang
sempit yaitu berkisar antara 0.5 derajat x 0.5 derajat atau 55 km x 55 km.
Bentuk bumi merupakan pusat kajian dan perhatian dalam Ilmu ukur tanah. Proses penggambaran permukaan bumi secara fisiknya adalah berupa bola yang tidak beraturan bentuknya dan mendekati bentuk sebuah jeruk. Hal tersebut terbukti dengan adanya pegunungan, Lereng-lereng, dan jurang jurang. Karena bentuknya yang tidak beraturan maka diperlukan suatu bidang matematis. Para pakar kebumian yang ingin menyajikan informasi tentang bentuk bumi, mengalami kesulitan karena bentuknya yang tidak beraturan ini, oleh sebab itu, mereka berusaha mencari bentuk sistematis yang dapat mendekati bentuk bumi.
Bentuk bumi merupakan pusat kajian dan perhatian dalam Ilmu ukur tanah. Proses penggambaran permukaan bumi secara fisiknya adalah berupa bola yang tidak beraturan bentuknya dan mendekati bentuk sebuah jeruk. Hal tersebut terbukti dengan adanya pegunungan, Lereng-lereng, dan jurang jurang. Karena bentuknya yang tidak beraturan maka diperlukan suatu bidang matematis. Para pakar kebumian yang ingin menyajikan informasi tentang bentuk bumi, mengalami kesulitan karena bentuknya yang tidak beraturan ini, oleh sebab itu, mereka berusaha mencari bentuk sistematis yang dapat mendekati bentuk bumi.
Ilmu ukur tanah
pada dasarnya terdiri dari tiga bagian besar yaitu:
1.
Pengukuran kerangka dasar Vertikal (KDV)
2.
Pengukuran kerangka dasar Horizontal (KDH)
3.
Pengukuran Titik-titik Detail
Pekerjaan
Survey dan Pemetaan
Dalam pembuatan peta yang dikenal dengan istilah pemetaan dapat dicapai dengan melakukan pengukuran¬-pengukuran di atas permukaan bumi yang mempunyai bentuk tidak beraturan. Pengukuran-pengukuran dibagi dalam pengukuran yang mendatar untuk mendapat hubungan titik-titik yang diukur di atas permukaan bumi (Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal) dan pengukuran-pengukuran tegak guna mendapat hubungan tegak antara titik-titik yang diukur (Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal) serta pengukuran titik-titik detail. Kerangka dasar pemetaan untuk pekerjaan rekayasa sipil pada kawasan yang tidak luas, sehingga bumi masih bisa dianggap sebagai bidang datar, umumnya merupakan bagian pekerjaan pengukuran dan pemetaan dari satu kesatuan paket pekerjaan perencanaan dan atau perancangan bangunan teknik sipil. Titik¬titik kerangka dasar pemetaan yang akan ditentukan tebih dahulu koordinat dan ketinggiannya itu dibuat tersebar merata dengan kerapatan tertentu, permanen, mudah dikenali dan didokumentasikan secara baik sehingga memudahkan penggunaan selanjutnya
Dalam pembuatan peta yang dikenal dengan istilah pemetaan dapat dicapai dengan melakukan pengukuran¬-pengukuran di atas permukaan bumi yang mempunyai bentuk tidak beraturan. Pengukuran-pengukuran dibagi dalam pengukuran yang mendatar untuk mendapat hubungan titik-titik yang diukur di atas permukaan bumi (Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal) dan pengukuran-pengukuran tegak guna mendapat hubungan tegak antara titik-titik yang diukur (Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal) serta pengukuran titik-titik detail. Kerangka dasar pemetaan untuk pekerjaan rekayasa sipil pada kawasan yang tidak luas, sehingga bumi masih bisa dianggap sebagai bidang datar, umumnya merupakan bagian pekerjaan pengukuran dan pemetaan dari satu kesatuan paket pekerjaan perencanaan dan atau perancangan bangunan teknik sipil. Titik¬titik kerangka dasar pemetaan yang akan ditentukan tebih dahulu koordinat dan ketinggiannya itu dibuat tersebar merata dengan kerapatan tertentu, permanen, mudah dikenali dan didokumentasikan secara baik sehingga memudahkan penggunaan selanjutnya
Dalam
perencanaan bangunan Sipil misalnya perencanaan jalan raya, jalan kereta api,
bendung dan sebagainya, Peta merupakan hal yang sangat penting untuk
perencanaan bangunan tersebut. Untuk memindahkan titik -titik yang ada pada
peta perencanaan suatu bangunan sipil ke lapangan (permukaan bumi) dalam
pelaksanaanya pekerjaan sipil ini dibuat dengan pematokan/ staking out, atau
dengan perkataan lain bahwa pematokan merupakan kebalikan dari pemetaan.
Pengukuran
Kerangka Dasar Horisontal
Untuk
mendapatkan hubungan mendatar titik-titik yang diukur di atas permukaan bumi
maka perlu dilakukan pengukuran mendatar yang disebut dengan istilah pengukuran
kerangka dasar Horizontal. Jadi untuk hubungan mendatar diperlukan data sudut
mendatar yang diukur pada skala lingkaran yang letaknya mendatar. Bagian-bagian
dari pengukuran kerangka dasar horizontal adalah :
·
Metode Poligon
·
Metode Triangulasi
·
Metode Trilaterasi
·
Metode kuadrilateral
·
Metode Pengikatan ke muka
·
Metode pengikatan ke belakang cara Collins dan cassini
a. Metode
pengukuran poligon
Poligon digunakan apabila titik-titik yang akan di cari koordinatnya terletak memanjang sehingga terbentuk segi banyak (poligon). Pengukuran dan Pemetaan Poligon merupakan salah satu pengukuran dan pemetaan kerangka dasar horizontal yang bertujuan untuk memperoleh koordinat planimetris (X,Y) titik-titik pengukuran. Pengukuran poligon sendiri mengandung arti salah satu metode penentuan titik diantara beberapa metode penentuan titik yang lain. Untuk daerah yang relatif tidak terlalu luas, pengukuran cara poligon merupakan pilihan yang sering di gunakan, karena cara tersebut dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan daerah/lapangan. Penentuan koordinat titik dengan cara poligon ini membutuhkan,
a) Koordinat awal Bila diinginkan sistem koordinat terhadap suatu sistim tertentu, haruslah dipilih koordinat titik yang sudah diketahui misalnya: titik triangulasi atau titik-titik tertentu yang mempunyai hubungan dengan lokasi yang akan dipatokkan. Bila dipakai system koordinat lokal pilih salah satu titik, BM kemudian beri harga koordinat tertentu dan tititk tersebut dipakai sebagai acuan untuk titik-titik lainya.
b) Koordinat akhir. Koordinat titik ini di butuhkan untuk memenuhi syarat Geometri hitungan koordinat dan tentunya harus di pilih titik yang mempunyai sistem koordinat yang sama dengan koordinat awal.
c) Azimuth awal. Azimuth awal ini mutlak harus diketahui sehubungan dengan arah orientasi dari system koordinat yang dihasilkan dan pengadaan datanya dapat di tempuh dengan dua cara yaitu sebagai berikut :
Poligon digunakan apabila titik-titik yang akan di cari koordinatnya terletak memanjang sehingga terbentuk segi banyak (poligon). Pengukuran dan Pemetaan Poligon merupakan salah satu pengukuran dan pemetaan kerangka dasar horizontal yang bertujuan untuk memperoleh koordinat planimetris (X,Y) titik-titik pengukuran. Pengukuran poligon sendiri mengandung arti salah satu metode penentuan titik diantara beberapa metode penentuan titik yang lain. Untuk daerah yang relatif tidak terlalu luas, pengukuran cara poligon merupakan pilihan yang sering di gunakan, karena cara tersebut dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan daerah/lapangan. Penentuan koordinat titik dengan cara poligon ini membutuhkan,
a) Koordinat awal Bila diinginkan sistem koordinat terhadap suatu sistim tertentu, haruslah dipilih koordinat titik yang sudah diketahui misalnya: titik triangulasi atau titik-titik tertentu yang mempunyai hubungan dengan lokasi yang akan dipatokkan. Bila dipakai system koordinat lokal pilih salah satu titik, BM kemudian beri harga koordinat tertentu dan tititk tersebut dipakai sebagai acuan untuk titik-titik lainya.
b) Koordinat akhir. Koordinat titik ini di butuhkan untuk memenuhi syarat Geometri hitungan koordinat dan tentunya harus di pilih titik yang mempunyai sistem koordinat yang sama dengan koordinat awal.
c) Azimuth awal. Azimuth awal ini mutlak harus diketahui sehubungan dengan arah orientasi dari system koordinat yang dihasilkan dan pengadaan datanya dapat di tempuh dengan dua cara yaitu sebagai berikut :
·
Hasil hitungan dari koordinat titik ¬titik yang telah
diketahui dan akan dipakai sebagai titik acuan system koordinatnya.
·
Hasil pengamatan astronomis (matahari). Pada salah satu
titik poligon sehingga didapatkan azimuth ke matahari dari titik yang
bersangkutan. Dan selanjutnya dihasilkan azimuth kesalah satu poligon tersebut
dengan ditambahkan ukuran sudut mendatar (azimuth matahari).
d) Data ukuran
sudut dan jarak Sudut mendatar pada setiap stasiun dan jarak antara dua titik
kontrol perlu diukur di lapangan.
Pengukuran
poligon
Data ukuran
tersebut, harus bebas dari kesalahan sistematis yang terdapat (pada alat ukur)
sedangkan salah sistematis dari orang atau pengamat dan alam di usahakan sekecil
mungkin bahkan kalau bisa di tiadakan.
Berdasarkan
bentuknya poligon dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu :
Poligon berdasarkan visualnya :
Poligon berdasarkan visualnya :
poligon
tertutup Untuk mendapatkan nilai sudut-sudut dalam atau sudut-sudut luar serta
jarak jarak mendatar antara titik-titik poligon diperoleh atau diukur di
lapangan menggunakan alat pengukur jarak yang mempunyai tingkat ketelitian
tinggi.
Poligon
digunakan apabila titik-titik yang akan dicari koordinatnya terletak memanjang
sehingga membentuk segi banyak (poligon). Metode poligon merupakan bentuk yang
paling baik di lakukan pada bangunan karena memperhitungkaan bentuk
kelengkungan bumi yang pada prinsipnya cukup di tinjau dari bentuk fisik di
lapangan dan geometriknya. Cara pengukuran polygon merupakan cara yang umum
dilakukan untuk pengadaan kerangka dasar pemetaan pada daerah yang tidak
terlalu luas sekitar (20 km x 20 km). Berbagai bentuk poligon mudah dibentuk
untuk menyesuaikan dengan berbagai bentuk medan pemetaan dan keberadaan titik –
titik rujukan maupun pemeriksa. Tingkat ketelitian sistem koordinat yang
diinginkan dan kedaan medan lapangan pengukuran merupakan faktor-faktor yang
menentukan dalam menyusun ketentuan poligon kerangka dasar.Tingkat ketelitian
umum dikaitkan dengan jenis dan atau tahapan pekerjaan yang sedang dilakukan.
Sistem koordinat dikaitkan dengan keperluan pengukuran pengikatan. Medan
lapangan pengukuran menentukan bentuk konstruksi pilar atau patok sebagai
penanda titik di lapangan dan juga berkaitan dengan jarak selang penempatan
titik.
? = Sudut dan ?
= Azimut
Menghitung
Hasil Pengukuran Tehodolit
1.
Mengitung Jarak
Jika memakai
sudut vertikal (zenith) :
do = (BA-BB) x
100 x sin V, jarak optis
do = (BA-BB) x
100 x sin2 V, jarak datar
Jika memakai
sudut vertikal (elevasi) :
do = (BA-BB) x
100 x cos V, jarak optis
do = (BA-BB) x
100 x cos2 V, jarak datar
Mengitung jarak
2. Perhitungan
Beda Tinggi ( ?h )
Jika memakai
sudut vertikal (zenith) :
?h = ta + dh –
BT
tan V
Jika memakai
sudut vertikal (elevasi) :
?h = ta + (dh x
tan V) – BT
Sudut Zenith
dan Sudut Elevasi
3. Perhitungan
Ketinggian
TPx = TP1 + ?h
, TP1 adalah ketinggian di titik pesawat
Penyetelan
Tehodolit
1.
Dirikan statif sesuai dengan prosedur yang telah
ditentukan.
2.
Pasang pesawat di atas kepala statif dengan mengikatkan
landasan pesawat dan sekrup pengunci di kepala statif.
3.
Stel nivo kotak dengan cara :
·
Putarlah sekrup A, B secara bersama-sama hingga gelembung
nivo bergeser ke arah garis sekrup C. (lihat gambar a)
·
Putarlah sekrup C ke kiri atau ke kanan hingga gelembung nivo
bergeser ke tengah. (lihat gambar b)
Penyetelan
4. Setel
nivo tabung dengan sekrup ungkit (helling).
Bila penyetelan
nivo tabung menggunakan tiga sekrup penyetel (sekrup ABC), maka caranya adalah
:
·
Putar teropong dan sejajarkan dengan dua sekrup AB (lihat
gambar a)
·
Putarlah sekrup A, B masuk atau keluar secara
bersama-sama, hingga gelembung nivo bergeser ke tengah (lihat ganbar a).
·
Putarlah teropong 90° ke arah garis sekrup C (lihat
gambar b).
·
Putarlah sekrup c ke kiri atau ke kanan hingga gelembung
nivo bergeser ke tengah-tengah.
Mendatarkan
theodolit
5. Periksalah
kembali kedudukan gelembung nivo kotak dan nivo tabung dengan cara memutar
teropong ke segala arah.
Bila ternyata
posisi gelembung nivo bergeser, maka ulangi beberapa kali lagi dengan cara yang
sama seperti langkah sebelumnya. Penyetelan akan dianggap benar apabila
gelembung nivo kotak dan nivo tabung dapat di tengah-tengah, meskipun teropong
diputar ke segala arah.
6. Pesawat
diarahkan ke segala arah.
Cara pembacaan
bak ukur :
Pada rambu ukur
akan terlihat huruf E dan beberapa kotak kecil yang berwarna merah dan hitam
yang berada di atas warna dasar putih. Setiap huruf E mempunyai jarak 5 cm dan
setiap kotak kecil panjangnya 1 cm.
Syarat Teodolit
layak pakai
Pesawat
theodolit layak digunakan apabila memenuhi syarat berikut ini:
Sumbu tegak
(sumbu-I) harus benar-benar tegak.
Bila sumbu tegak miring maka lingkaran skala mendatar tidak lagi mendatar. Hal ini berarti sudut yang diukur bukan merupakan sudut mendatar. Gelembung nivo yang terdapat pada lingkaran skala mendatar ditengah dan gelembung nivo akan tetap berada ditengah meskipun theodolit diputar mengelilingi sumbu tegak. Bila pada saat theodolit diputar mendatar dan gelembung nivo berubah posisi tidak ditengah lagi, maka berarti sumbu-I tidak vertical, ini disebabkan oleh kesalahan sistim sumbu yang tidak benar, atau dapat juga disebabkan oleh posisi nivo yang tidak benar
Bila sumbu tegak miring maka lingkaran skala mendatar tidak lagi mendatar. Hal ini berarti sudut yang diukur bukan merupakan sudut mendatar. Gelembung nivo yang terdapat pada lingkaran skala mendatar ditengah dan gelembung nivo akan tetap berada ditengah meskipun theodolit diputar mengelilingi sumbu tegak. Bila pada saat theodolit diputar mendatar dan gelembung nivo berubah posisi tidak ditengah lagi, maka berarti sumbu-I tidak vertical, ini disebabkan oleh kesalahan sistim sumbu yang tidak benar, atau dapat juga disebabkan oleh posisi nivo yang tidak benar
Sumbu mendatar
(sumbu-II) harus benar-benar mendatar
Garis bidik harus tegak lurus sumbu mendatar
Untuk memenuhi syarat kedua dan ketiga lakukan langkah-lankah sebagai berikut:
Garis bidik harus tegak lurus sumbu mendatar
Untuk memenuhi syarat kedua dan ketiga lakukan langkah-lankah sebagai berikut:
·
Gantungkan unting-unting pada dinding. Benang diusahakan
agar tergantung bebas (tidak menyentuh dinding atau lantai)
·
Setelah sumbu tegak diatur sehingga benar-benar tegak,
garis bidik diarahkan ke bagian atas benang. Kunci skrup pengunci sumbu tegak
dan lingkaran skala mendatar.
·
Gerakkan garis bidik perlahan-lahan ke bawah
·
Bila sumbu mendatar tegak lurus dengan sumbu tegak dan
garis bidik tegak lurus dengan sumbu mendatar maka garis bidik akan bergerak
sepanjang benang unting-unting ( tidak menyimpang dari bidikan benang).
Tidak ada salah
indeks pada skala lingkaran tegak.
·
Setelah syarat pertama, kedua dan ketiga dipenuhi maka
arahkan garis bidik ketitik yang agak jauh.
·
Ketengahkan gelembung nivo lingkaran skala tegak
·
Baca lingkaran skala tegak, missal didapat bacaan sudut
zenith z.
·
Putar teropong 1800 kemudian dikembalikan garis bidik ke
titik yang sama
·
Periksa gelembung nivo lingkaran skala tegak, ketengahkan
bila belum terletak di tengah
·
Baca lingkaran skala tegak, missal z’. Bila bacaan z’ =
360-z, maka salah indeks adalah 0
Apabila keempat
syarat tidak terpenuhi maka diadakan pengaturan. Untuk mendapatkan sudut
horizontal yang benar maka syarat pertama kedua dan ketiga harus benar-benar
dipenuhi, sedangkan syarat keempat dipenuhi untuk mendapatkan sudut vertical
yang benar.
Jenis – jenis
teodolit
Macam teodolit
berdasarkan konstruksinya, dikenal dua macam yaitu :
1. Teodolit
Reiterasi ( Teodolit Sumbu Tunggal )
Dalam teodolit
ini, lingkaran skala mendatar menjadi satu dengan kiap, sehingga bacaan skala
mendatarnya tidak bisa diatur.
Theodolit yang
termasuk ke dalam jenis ini adalah teodolit type To ( Wild ) dan type DKM-2A (
Kern ).
Teodolit
Reiterasi
Theodolit
Repetisi (sumbu ganda)
Konstruksinya
kebalikan dengan teodolit reiterasi, yaitu bahwa lingkaran mendatarnya dapat
diatur dan dapat mengelilingi sumbu tegak ( sumbu I ).
Akibat dari
konstruksi ini, maka bacaan lingkaran skala mendatar 0°, dapat ditentukan ke
arah bidikkan / target yang dikehendaki. Teodolit yang termasuk ke dalam jenis
ini adalah teodolit type TM 6 dan TL 60-DP ( Sokkisha ), TL 6-DE (Topcon),
Th-51 ( Zeiss )
Theodolit
Repetisi
Macam theodolit
menurut sistem pembacaannya :
1.
Theodolit sistem bacaan dengan Index Garis
2.
Theodolit sistem bacaan dengan Nonius
3.
Theodolit sistem bacaan dengan Micrometer
4.
Theodolit sistem bacaan dengan Koinsidensi
5.
Theodolit sistem bacaan dengan Digital
Macam teodolit
menurut skala ketelitian :
1.
Theodolit Satu Sekon ( Type T2 / Wild )
2.
Theodolit Sepuluh Sekon ( Type TM-10C / Sokkisha )
3.
Teodolit Satu Menit ( Type To / Wild )
4.
Teodolit Sepuluh Menit ( Type DK-1 / Kern )
No comments:
Post a Comment