Thursday, 22 May 2014

Contoh Laporan Oceanografi

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Oseanografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang lautan dan segala aspeknya. Sifat-sifat fisika dan kimia air laut, dinamika air laut yang dipengaruhi oleh gaya astronomis, meteorologist dan geologis, zat-zat yang terlarut dan kehidupan organisme yang hidup di dalam laut, dan lain-lain di antaranya merupakan cakupan dalam ilmu ini.
Karena begitu luasnya cakupan dari ilmu ini, maka dapat dikatakan bahwa oseanografi sendiri bukanlah suatu ilmu murni, tetapi merupakan perpaduaan dari berbagai ilmu dasar, seperti fisika (physics), kimia (chemistry), biologi (biology), geografi (geography), geologi (geology), meteorologi (meteorology), astronomi (astronomic), dan perikanan (fishing). Namun demikian pada umumnya dan hal ini juga yang dipakai di Indonesia, oseanografi hanya mencakup pada kajian ilmu fisika oseanografi, kimia oseanografi, biologi oseanografi dan geologi oseanografi saja, sedangkan cabang ilmu yang memepelajari semua ilmu seperti yang tersebut di atas disebut oseanologi.
Fisika oseanografi adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena-fenomena fisika yang terjadi di lautan dan interaksinya dengan atmosfer dan daratan, misalnya sifat-sifat fisik air laut, pasang surut, gelombang, sirkulasi air laut, percampuran massa air dan iklim di laut.
Kimia oseanografi adalah ilmu yang memepelajari tentang susunan zat kimia, sifat kimia air laut dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi di dalam dan di dasr laut.
Biologi oseanografi adalah ilmu yang mempelajari semua organisme-organisme yang hidup di laut, termasuk hewan-hewan yang berukuran sangat kecil (plankton) dan juga hewan-hewan yang berukuran besar serta tumbuh-tumbuhan air. Biologi oseanografi ini sering juga disebut sebagai biologi laut.
Geologi oseanografi adalah ilmu yang mempelajari tentang asal lautan yang telah berubah lebih dari berjuta-juta tahun. Termasuk juga di dalamnya tentang geomorfologi laut dan pantai, lapisan kerak bumi, gunung berapi dan terjadinya gempa bumi.
Dalam mengetahui dan memahami mengenai fenomena-fenomena oseanografi yang terjadi di laut ini, tentunya tidak cukup hanya dalam bentuk teori-teori yang diberikan dalam perkuliahan di kelas saja, karena harus disadari sesungguhnya objek dari kajian ilmu ini berada di alam.
Untuk itu, perlu didukung dengan kegiatan praktek di lapangan agar para mahasiswa khususnya yang memprogram mata kuliah oseanografi ini dapat dibekali dengan pengetahuan dan pemahaman khususnya mengenai keterampilan dan menggunakan peralatan pengukuran parameter oseanografi, teknik pengambilan data, pengelolaan data, analisis data, dan hingga pembuatan laporan praktek, yang pada akhirnya mahasiswa dapat dengan jelas mengetahui dan memahami karakteristik oseanografi pada suatu daerah atau kawasan.

B.   Tujuan Praktek
Adapun tujuan dari praktek ini, yaitu :
1.    Memeberikan keterampilan kepada mahasiswa dalam menggunakan peralatan pengukuran oseanografi khususnya oseanografi fisik, oseanografi kimia, dan geomorfologi pantai, teknik pengambilan data, pengelolaan dan analisis data serta pembuatan laporan praktek.
2.    Mengetahui dan memahami karakteristik oseanografi fisik, oseanografi kimia dan geomorfologi pantai pada suatu daerah atau kawasan yang dijadikan lokasi sampling.

C.   Kegunaan Praktek
Kegunaan praktek ini, yaitu :
1.    Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam penguasaan bidang oseanografi fisik, oseanografi kimia maupu                                                                                                                                                                     n geomorfologi pantai baik secara teori maupun praktek di lapangan.
2.    Data yang dihasilkan dapat menjadi data dasar, bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak terkait yang membutuhkan data dan informasi tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.    Pasang Surut
Pasang surut yang disingkat dengan Pasut adalah gerakan naik turunnya muka air laut secara berirama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari. Matahari mempunyai massa 27 kali lebih besar dari massa bulan, tetapi jaraknya pun sangat jauh dari bumi (rata-rata 149,6 juta km). Dalam mekanika alam semesta, jarak menentukan daripada massa. Oleh karena itulah bulan mempunyai peranan yang lebih besar dari matahari dalam menentukan pasang surut (Nontji, 1987).
Evans dan Hutabarat (1984), menyatakan bahwa pasang terutama disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara dua tenaga yang terjadi dilautan, yang berasal dari gaya sentrifugal yang disebabkan oleh perputaran bumi pada sumbunya dan gaya gravitasi yang berasal dari bulan. Gaya sentrifugal adalah suatu tenaga yang didesak ke arah luar dari pusat bumi yang besarnya lebih kurang sama dengan tenaga yang ditarik kepermukaan bumi. Gaya ini lebih kuat terjadi pada daerah-daerah yang letaknya lebih dekat dengan bulan. Sedangkan gaya lain yang berpengaruh terhadap pasang adalah gaya tarik gravitasi matahari, walaupun tenaga yang ditimbulkan terhadap lautan hanya berkisar 47 % dari tenaga yang dihasilkan oleh gaya gravitasi bulan.
Jenis dan sifat pasang surut di permukaan bumi sangat bervariasi, hal ini disebabkan karena faktor topografi yang bervariasi, terutama didaerah kepulauan dengan selat-selat yang sempit dan terjal akan nampak suatu pasang surut yang berada di laut lepas. Pasang tertinggi dan surut terendah dari kedudukan air terjadi pada bulan purnama dan bulan baru, pasang yang ditimbulkannya disebut pasang purnama, hal ini disebabkan karena pada kondisi bumi, bulan dan matahari berada pada satu garis lurus. Sedangkan pasang dan surut terendah terjadi pada bulan seperempat dan tiga per empat. Pada kondisi ini kedudukan bulan dan matahari terhadap bumi saling tegak lurus, sehingga gaya tarik diantaranya akan saling menghalangi dan peristiwa ini di sebut pasang perbani (Kramadibrata, 1985).
Dalam oseanografi pasang surut diberbagai daerah dapat dibedakan dalam empat tipe pasang surut (Triatmodjo, 1999), yaitu :
a.    Pasang surut harian ganda (semidiurnal tide), pada tipe ini dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi yang hampir sama dengan pasang surut yang terjadi berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
b.    Pasang surut harian tunggal (diurnal tide), dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit.
c.    Pasang surut condong keharian ganda (mixed tide preavailling semidiurnal), dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut tetapi tinggi periodenya berbeda.
d.    Pasang surut condong ke harian tunggal (mixed tide preavailling diurnal), pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi kadang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang berbeda-beda.
Pada umumnya, data pasut digunakan untuk menetapkan kegiatan patok titik ikat (datum referensi) dalam rangka pembuatan topografi dan kedalaman. Datum referensi pasut yaitu MSL (Mean Sea Level) atau muka laut rata-rata (Ongkosongo, 1989).
Secara kuantitatif, tipe pasut suatu perairan dapat ditentukan oleh nisbah (perbandingan) antara amplitudo (tinggi gelombang) unsur-unsur pasut tunggal utama dengan unsur-unsur pasut ganda utama. Nisbah ini dikenal sebagai bilangan Formzahl yang mempunyai formula sebagai berikut :
(Dahuri dkk., 2001)
Dengan ketentuan :
F < 0,2                : Pasang surut tipe ganda (semidiurnal)
0,25 < F < 0,15 : Pasang surut tipe campuran condong harian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal)
0,15 < F < 3,0    : Pasang surut tipe campuran condong harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal)
F > 3,0                : Pasang surut tipe tunggal (diurnal)

di mana :
F                = bilangan Formzal
O1              = amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan.
K1              = amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik matahari.
M2             = amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan.
S2              = amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik matahari.

Dengan mengetahui tipe pasang surut maka nilai muka laut pasang tertinggi (HAT) sampai muka laut surut terendah (LAT) dapat diketahui.



Tabel 1. Karakteristik pasang surut.
Karakteristik Pasang surut
Keterangan
HAT
Higher Astronomical Tide (Air tinggi tertinggi)
MHHWS
Mean Higher High Water Spring (Air tinggi rata-rata pasang purnama )
MHHWN
Mean Higher High Water Neap (Air tinggi rata-rata pasang perbani)
MSL
Mean Sea Level (Tinggi air rata-rata)
MLLWN
Mean Lower Water Neap (Air rendah rata-rata surut pasang perbani)
MLLWS
Mean Lower Water Spring (Air rendah rata-rata surut pasang purnama)
LAT
Lower Astronomical Tide  (Air rendah terendah).
Sumber : Suyarso dalam Ongkosongo dan Suyarso (1989).
Pasang surut merupakan salah satu gejala laut yang besar pengaruhnya terhadap lingkungan atau kehidupan biota laut, khususnya di wilayah pantai. Proses terjadinya pasut Pbanyak dijelaskan secara terinci dalam buku-buku teks tentang oseanigrafi. Permukaan laut atau paras laut setiap hari naik dan turun secara berkala dan dapat dilihat  jelas di mintakat laut ( Romimohtarto, 1999).
Pasang surut merupakan peristiwa naik turunnya paras laut yang timbul akibat adanya gaya tarik menarik antara planet-planet yang mempunyai suatu gerakan priodik sehingga gaya yang ditimbulkan akan berjalan secara priodik pula. Terjadinya pasang surut dapat pula dipengaruhi oleh adanya rotasi bumi, repolusi bulan terhadap bumi, revolusi bumi terhadap matahari. Gaya tarik bulan yang mempengaruhi pasang surut adalah 2,2 kali lebih besar daripada gaya tarik matahari (Achmad. D, 1990).
Faktor yang mempengaruhi pasang adalah pasang dilaut lebih kompleks dengan pasang dari kompleks yang ideal, dilaut dipengaruhi oleh dasar laut, letak pulau dan benua serta gaya Coriollis mempunyai peranan penting terhadap pasang. Dasar perairan terutama pada perairan dangkal, memperlambat perambatan gerakan pasang sehingga suatu tempat dapat mempunyai Lunitial interval yang besar. Akibat kekasaran air laut dapat juga meredam energi pasang, sehingga pada perairan tertentu pasang sangat kecil sekali.
   Oleh karena factor- factor diatas, keadaan pasang didunia ini sangat berbeda satu sama lain. Akibat adanya fenomena peredaman, pematahan, dan pemantulan, komponen pasang mengalami perubahan yang tidak sama. Secara kuantitatif, tipe pasut suatu perairan dapat ditentukan oleh nisbah (perbandingan) antara amplitudo (tinggi gelombang) unsur-unsur pasut tunggal utama dengan unsur-unsur pasut ganda utama.
Dilihat dari perbandingan magnitude dari komponen- komponen pasang berganda maupun tunggal dari suatu perairan, pasang dapat dibagi kedalam empat golongan. Indeks yang dipakai untuk membuat klasifikasi adalah perbandingan antara amplitudo dari komponen komponen tunggal( K1 dan 0 1 ) dengan komponen berganda( M2 dan S2) Perbandingan ini dikenal sebagai Bilangan Formzahl, f dimana

                                                   F       = K1+ O1
                                                               M2+ S2      
                                                                       
2.    Gelombang
Gelombang adalah gerakan naik turun sebuah tubuh perairan yang dinyatakan dengan naik turunnya permukaan air secara bergantian. Sedangkan ombak adalah suatu gangguan yang bergerak melalui air tetapi tidak menyebabkan partikel-partikel air bergerak karenanya (Setiyono, 1996)
Setiap gelombang mempunyai tiga unsur yang penting yakni panjang, tinggi dan periode. Panjang gelombang adalah jarak mendatar antara dua puncak yang berurutan, tinggi gelombang adalah jarak vertikal antara puncak dan lembah, sedangkan periode adalah waktu yang diperlukan oleh dua puncak yang berurutan untuk melalui suatu titik (Nontji, 1987).
Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam tergantung pada gaya pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang angin yang dibangkitkan oleh tiupan angin di permukaan laut, gelombang pasang surut dibangkitkan oleh gaya tarik benda-benda langit terutama matahari dan bulan terhadap bumi, gelombang tsunami terjadi karena letusan gunung berapi atau gempa di laut, gelombang yang dibangkitkan oleh kapal yang bergerak dan sebagainya (Triatdmodjo, 1999).
Ombak merupakan salah satu penyebab yang berperan dalam pembentukan pantai. Ombak yang terjadi di laut dalam pada umumnya tidak berpengaruh terhadap dasar laut dan sedimen yang terdapat didalamnya. Sebaliknya ombak yang terdapat didaerah pantai, terutama di daerah pecahan ombak (breaker zone) mempunyai energi yang besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi pantai, seperti menyeret sedimen (umumnya pasir dan kerikil) yang ada didasar laut untuk ditumpahkan dalam bentuk gosong pasir (sand bar) (Dahuri, dkk., 2001).
Nybakken (1988), menyatakan bahwa gelombang terbesar biasanya terjadi pada laut terbuka, dimana angin dapat bertiup melalui jarak tempuh yang sangat jauh, setelah gelombang keluar dari daerah badai, tingginya berangsur-angsur berkurang dan sementara gelombang itu bergulung-gulung kedarat, ketika gelombang memasuki perairan dangkal dan mulai mengalami hambatan gesekan dari dasar perairan, gerakan maju dari gelombang akan terhambat dan panjang gelombang akan berkurang, akibatnya tinggi gelombang meningkat dan menjadi makin terjal. Pada titik di mana kedalaman air 1 – 3 kali tinggi gelombang, gelombang akan pecah dan melepakan energinya kedaerah pantai.
Apabila suatu deretan gelombang bergerak menuju pantai, gelombang tersebut akan mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh proses refraksi dan pendangkalan gelombang, difraksi, refraksi dari gelombang pecah. Refraksi terjadi karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Didaerah dimana kedalaman air lebih besar dari setengah panjang gelombang, yaitu dilaut dalam, gelombang menjalar tanpa dipengaruhi dasar laut. Tetapi di laut transisi dan laut dangkal, dasar laut mempengaruhi gelombang. Didaerah ini, apabila ditinjau suatu garis puncak gelombang yang berada di air yang lebih dangkal akan menjalar dengan kecepatan yang lebih kecil dibandingkan dengan bagian di air yang lebih dalam, akibatnya garis puncak gelombang akan membelok dan berusaha untuk sejajar dengan garis kontur dasar laut (Triatmodjo, 1999). 
Menurut Linguet dan Higgins (1969a – 1969b) dalam Komar (1976), gelombang akan memberikan transfer energi melalui partikel air yang sesuai dengan arah hembusan. Mekanisme transpor energi yang pertama adalah akibat variasi tekanan angin pada permukaan air yang diikuti oleh pergerakan gelombang. Kedua transfer momentum dan energi dari gelombang frekuensi tinggi ke gelombang frekuensi rendah (periode hingga panjang gelombang besar). Gelombang frekuensi tinggi dapat ditimbulkan oleh angin yang berhembus secara kontinyu. Gelombang dilaut dapat dibedakan dari beberapa macamyang tergantung pada gaya pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang angin yanmg dibangkitkan oleh gaya tarik benda benda langit terutama matahari dan bulan terhadap bumi, gelombang sunami terjadi karena letusan gunung merapi atau gempa di laut, gelombang yang dibangkitkan oleh kapal yang bergerak, dan sebagainya.
Karakteristik umum gelombang laut pada perairan terbuka bentuk gelombang mendekati bentuk lengkung, dimana arah perambatan dinyatakan dengan sudut kemiringan terhadap arah angin. Pada tahun 1802 GERSTNER memberikan pemecahan secara matematika dalam bentuk trochoidal, kemudian meneliti secara mendalam yang yang menyimpulkan dengan anggapan-anggapan sebagai berikut :
·         Massa air yang menggelinding digambarkan sebagai gerakan dalam bidang vertical terhadap sumbu horizontal.
·         Penampang bidang horizontal vertical ini tegak lurus terhadap arah perambatan gelombang yang merupakan lengkung trochoidal
·         Patrtikel gelombang bergerak merata dan teratur dalam bentuk lingkungan memenuhi syarat dimana tekananya berbentuk Trochoidal dengan jari- jari lingkaran erkurang makin kedalam menurut deret ukur.
   Hubungan kecepatan gelombang mula- mula ditentukan berdasarkan gelombang dan amplitude( a ) yang kecil: dengan kata lain sudut kemiringan permukaan mempunyai nilai kecil pula, sehingga perbandingan kenaikan titik-titik permukaan air mempunya nilai yang sama terhadap komponen vertical.
Dalam pembahasan mengenai gelombang ada dikenal sebagai Pemecah gelombang (breakwater) dibedakan atas 2 (dua) jenis, yaitu: (Triatmodjo, 1996)
1.    Pemecah Gelombang Lepas Pantai (PGLP)
Pemecah gelombang jenis ini banyak digunakan sebagai pelindung pantai    terhadap erosi dengan menghancurkan energi gelombang sebelum mencapai pantai. Perairan dibelakang bangunan menjadi tenang sehingga terjadi endapan di daerah tersebut. Endapan ini dapat menghalangi transport sediment di sepanjang pantai. Bangunan ini dapat dibuat dalam suatu rangkaian pemecah gelombang yang dipisahkan oleh celah dengan panjang tertentu. Adapun lebar celah adalah paling tidak sama dengan 2 (dua) kali panjang gelombang rata-rata dan panjang segmen bangunan lebih kecil dari jaraknya ke garis pantai.
2.    Pemecah Gelombang Sambung Pantai (PGSP)
Pemecah gelombang jenis ini biasanya digunakan untuk melindungi daerah perairan pelabuhan dari gangguan gelombang, sehingga kapal-kapal dapat merapat ke dermaga untuk melakukan bongkar muat barang dan menaikkan penumpang.
Berdasarkan ukuran pelabuhan, Pemecah Gelombang Sambung Pantai (PGSP) dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :
a.    PGSP untuk Pelabuhan ukuran Kecil
Pemecah gelombang yang digunakan terdiri dari satu lengan yang berawal  dari pantai menuju ke laut yang kemudian membelok dan sejajar pantai.
b.    PGSP untuk Pelabuhan ukuran Sedang
Pemecah gelombang bisa berupa dua lengan yang menjorok ke laut dari garis pantai dan sebuah pemecah gelombang yang sejajar pantai dan dilengkapi dengan dua mulut untuk masuk dan keluarnya kapal.
c.    PGSP untuk Pelabuhan ukuran Besar
Pemecah gelombang mempunyai satu mulut pelabuhan dan digunakan apabila angin dan gelombang berasal dari satu arah. Pemecah gelombang ini terdiri dari dua lengan yang menjorok ke laut dari garis pantai dengan kedua lengan tersebut konvergen dan membentuk satu celah di laut untuk jalan masuk dan keluarnya kapal.

3.    Arus
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, atau karena perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan gerakan gelombang panjang termasuk pasang surut (Nontji, 1987). Hal yang hampir senada juga disampaikan Nybakken (1992) bahwa angin mendorong bergeraknya air permukaan, menghasilkan suatu gerakan arus horizontal yang lamban dan mampu mengangkut suatu volume air yang sangat besar melintasi jarak yang jauh di lautan.
Gerakan air dipermukaan laut terutama disebabkan oleh adanya angin yang bertiup diatasnya. Arus dapat disebabkan oleh angin, juga dipengaruhi oleh faktor topografi dasar laut, pulau-pulau yang ada disekitarnya, gaya coriolis dan perbedaan densitas air laut (Hutabarat dan Evans, 1984).
Tenaga angin yang diberikan pada lapisan permukaan dapat membangkitkan timbulnya arus permukaan yang mempunyai kecepatan sekitar 2 % dari kecepatan angin itu sendiri. Kecepatan arus ini, akan berkurang cepat sesuai dengan makin bertambahnya kedalaman perairan dan akhirnya angin tidak akan berpengaruh sama sekali terhadap kecepatan arus pada kedalaman dibawah 200 meter. Angin adalah salah satu faktor yang bervariasi dalam membangkitkan arus sejak sistem angin dunia selalu berjumlah tetap sepanjang tahun maka arus-arus dunia hanya mengalami variasi tahunan yang kecil, tetapi dibagian utara Lautan Hindia dan Lautan Asia Tenggara, angin Musson berubah secara musiman dan mempunyai pengaruh yang dramatis terhadap arus dari arus-arus permukaan. Arus di perairan Asia Tenggara pada Musim Barat ditandai oleh adanya aliran air dari arus utara melalui laut Cina bagian atas, Laut Jawa dan Laut Flores, sedangkan pada Musim Timur hal ini terjadi sebaliknya di mana arus mengalir dari selatan (Hutabarat, 1984).
Sistem arus-arus dekat pantai terdiri dari arus-arus yang berkaitan langsung dengan aksi ombak. Arus-arus dekat pantai meliputi arus susur pantai (Longshore current), arus menuju pantai (Shoreward directed current) dan arus tolak pantai (Rip currents) (Kaharuddin dan Mappa, 1991).
Menurut Dahuri, dkk (2001), ombak yang datang menuju pantai dapat menimbulkan arus pantai (near shore current). Kecepatan arus pantai dipengaruhi oleh tingginya ombak, kedalaman juga struktur dari sedimen dasar dari perairan tersebut. Pola arus pantai ini ditentukan terutama oleh besarnya sudut yang dibentuk antara ombak yang datang dengan garis pantai. Jika sudut yang datang cukup besar, maka akan terbentuk arus susur pantai (longshore current), jika sudut datang ombak tersebut kecil atau sama dengan nol (gelombang yang sejajar dengan pantai), maka akan terbentuk arus meretas pantai (rip current) dengan arah menjauhi pantai, disamping terbentuknya arus susur pantai.
Oleh karena terjadinya pemanasan yang berbeda- beda dari bagian- bagian di bumi, maka udara diatas muka bumi mengalami tekanan yang berbeda-beda. Perbedaan tekanan tersebut kemudian menyebabkan udara bergerak dari derah bertekanan tinggi kedaerah bertekanan rendah. Jika daerah yang mengalami penghembusan angina tersebut berada diatas permukaan laut, maka massa air laut dibagian permukaan akan terseret, terjadilah arus. Selain proses tersebut arus juga dapat terbangkitkan akibat perbedaan densitas atau volume spesifik air laut. Yang merupakan akibat pemanasan matahari yang tidak merata di muka bumi.
Secara verbal, proses pertama diistilakan sebagai direct conventional Current generation Proscess. Untuk proses kedua diistilakan sebagai udirect Conventional Current Generation Process. Secara matematika proses pertama dituliskan sebagai berikut:
         CURRENT                   = F ( SUNLIGHT, PRESSURE, WIND )
         CURRENT                   =    ( dSL)         ( dP )           ( dW )
                                       f    ….     + f   ……       + f    …….
                                          ( dLA          ( dHG )         ( dSS )

Untuk proses kedua,
         CURRENT                   = f ( SUNLIGHT< DENSITY )
         CURRENT                   =   ( dSL )         ( dD )
                                   f   ……. + f     …….
                                         ( d SS )      ( dWD )
                         

        Dimana: Sl        = Sunlight ( sinar matahari )
                         LA      = Land Absorption ( absorbsi Daratan )
                         P        = Pressure ( Tekanan )
                         HG     = High Ground ( Daratan tinggi )
                         W       = Wind ( angin
                         SS      = Sea Surface ( permukaan laut )
                         D        = Density ( Densitas )
                         Wd     = Water Depth ( Kedalaman air )
Selain kedua proses diatas, terdapat pula proses yang lain yang mengakibatkan arus, semisal gempa bumi bawah laut, tsunami, badai dan diistilakan sebagai Direct unconventional current generation Process ( DUCGP ). Adapun proses perbangkitan arus akibat pelayah gunaan/ exploitasi lingkungan seperti pengeboran minyak/ gas bumi: disebut sebagai undirect Unconventional Current generation Process ( UUCGP ).
Terdapat beberapa variable yang mempengaruhi proses peredaman arus, antara lain:
·    Sifat dasar air
·    Grafitasi bumi
·    Keadaan dasar laut
·    Ditribusi pantai
·    Gerakan bumi.
Selain hal- hal diatas, terdapat pula variable- variable lain yang bersifat marginal, antara lain viskositas dan bentuk rupa dasar laut (batimetri). Oleh karena sedemikian banyaknya factor yang berpengaruh, maka seringkali terjadi kesulitan dalam pencatatan dan permodelan arus: sehingga dibuatlah asumsi- asumsi, antara lain:
o Didaerah Equator, rotasi bumi dapat diabaikan
o  Didaerah perairan dalam, Pengaruh dasar laut diabaikan
o Didaerah perairan bebas, pengaruh pantai diabaikan
Terdapat beberapa pengertian arus, antara lain
  • Pergerakan air, atau fluida linya.
  • Bagian tertentu dari air yang bergerak lebih cepat gerak air rata- rata disekitarnya.
Arus dilaut dapat didefenisikan sebagai pergerakan partikel- partikel air laut secara horizontal, tidak siklik serta berarus lintas tertentu. Arus laut merupakan medan vector, yang mana gambar arus pada suatu saat tertentu akan mempunyai kurva kecepatan dengan vector tangensial. Kurva seperti ini disebut Strem line, yang berubah ubah bentuknya. Jika streem tersebut tidak berubah, maka aliran tersebut disebut sebagai steady- state flow. Lintasan pergerakan partikel air disebut Path line, yang mana pada steady state akan identik dengan stream line. Stream line pada dasarnya berarti kurva mulus dan tidak berpotongan satu ama lain, kecuali jika titik tersebut merupakan singular point. Jenis- jenis singular poin adalah :
a.    Divergence Poin dan Convergence Poin, dimana stream line bertemu pada satu titik.
b.   Point, yakni titik dimana dua atau beberapa stream line berpotongan.
Neutral Selanjutnya lagi menurut hutabarat dan Evans ( 1985)) factor-   faktor pembangkit arus permukaan adalah sebagai berikut:
1.    Bentuk topografi dasar lautan dan pulau – pulau yang ada disekitarnya.
Beberapa sistem lautan utama di dunia di batasi oleh massa daratan dari tiga sisi dan oleh arus ekuatorial counter dari sisi ke empat. Batas – batas ini menghasilkan aliran yang hampir tertutup dan cenderung membuat aliran air mengarah dalam bentuk bulatan.
2.    Gaya coriolis dan arus ekman.
Gaya coriolis mempengaruhi aliran massa air dimana gaya ini akan membelokkan arah mereka dari arah yang lurus. Gaya ini timbul sebagai akibat dari perputaran bumi pada porosnya.
3.    Perbedaan tekanan.
Pada umumnya air didaerah tropik dan subtropik lebih tinggi daripada  daerah kutub. Walaupun perbedaan ini kecil namun dapat menyebabkan  timbulnya perbedaan tekanan air yang berakibat air akan mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah.
4.    Perbedaan densitas.
Gerakan air yang luas dapat diakibatkan oleh perbedaan densitas  dari lapisan lautan yang mempunyai kedalaman berbeda – beda perbedaan ini timbul terutama diakibatkan oleh perbedaan suhu dan salinitas.
Angin dapat mendorong bergeraknya air permukaan, menghasilkan suatu gerakan arus horizontal yang lamban yang mampu mengangkut suatu volume air yang sangat besar melintasi jarak jauh dilautan. Arus dapat mempengaruhi penyebaran organisme dan juga menentukan pergeseran daerah biogeografis melalui pemindahan air hangat ke daerah yang lebih dingin dan sebaliknya .

4.    Kedalaman Perairan
Kedalaman dasar laut dapat diamati dari nilai garis kontur pada peta batimetri daerah yang bersangkutan. Kedalaman laut mencerminkan roman muka dasar laut atau bisa disebut morfologi yang pada hakekatnya berkaitan dengan proses pembentukan dan perkembangan dasar laut dan samudera. Untuk sistem samudera terdapat hubungan empiris yang memperlihatkan hubungan antara kelandaian dan umur pembentukannya. Makin tua umur samudera, semakin dalam dasar lautnya. ( Hutabarat 1982 )
Dilihat dari kedalaman laut, perairan Indonesia pada garis besarnya dapat dibagi dua, yakni perairan dangkal berupa paparan dan perairan dalam. Paparan adalah zona di laut terhitung mulai garis surut terendah hingga pada kedalaman sekitar 120 – 200 meter, yang kemudian biasanya disusul dengan lereng yang lebih curam ke arah laut dalam (Nontji, 1987).
Jika sudut muka bias ombak datang secara menyudut terhadap tepi pantai, yang kemiringan dasarnya landai dengan kontur kedalaman yang sejajar garis pantai, maka muka ombak akan mengalami proses pembiasan atau refraksi. Arah perambatan berangsur-angsur berubah dengan berkurangnya kedalaman sehingga dapat diamati bahwa ombak cenderung sejajar dengan kedalaman. Hal ini disebabkan oleh perubahan bilangan ombak yang mengakibatkan perubahan fase gelombang (Carter, 1988 dalam Bawantu, 2003).
Kedalaman laut sangat berpengaruh terhadap suatu perencanaan khususnya perencanan pelabuhan. Dilaut yang mengalami pasang surut yang berfariasi muka air kadang-kadang cukup besar. Menurut para literature bahwa, tinggi pasang surut yang kurang 5m ,masih dapat digunakan sebagai pelabuhan terbuka. Untuk beberapa kapal memerlukan suatu kedalaman air yang sangat sarat ( draft ) ditambah dengan suatu kedalamanair untuk suatu pelabuhan didasarkan pada frekuensi suatu kapal.
5.    Angin
Angin didefenisikan sebagai udara yang bergerak, baik itu pergerakan horizontal maupun vertical. Oleh karena adanya pergerakan tersebut maka angina mempunyai banyak variable penyebab yakni temperature, tekanan, kelembaban dan topografi.
                              Angin = f ( T,P,H,D )
Pengukuran angin dilakukan dengan berbagai car dan alat tergantung dari komponen angina yang akan diteliti. Variabel angin yang dapat diukur adalah kecepatan, arah dan siklus. Untuk mengukur kecepatan angina dipergunakan anemometer ( anemos,” angina,” metron,” ukuran ) Anemometer yang paling umum biasanya erdiri dari tiga atau empat cangkir yang dihubungkan dengan tangkai pendek yang berfungsi sebagai tungkai penyangga. Jika angina berhembus maka cangkir- cangkir tersebut akan berputar. Banyaknya putaran per enit diterjemahkan sebagai kecepatan angina oleh suatu system gigi persening yang serupa dengan pengukur kecepatan pada kendaraan ( speedometer )
Jika dilaut kecepatan angina biasanya ditandai dengan pergerakan atau kondisi laut. Francis Beaufort (1774-1857 ) pada tahun 1806 melakukan pencatatan kecepatan berdasarkan efek yang dihasilkan diperairan atlantik. Pencatatan tersebut dilakukan dengan membuat skala dari 0 untuk kedaan tampa angina sampai dengan 12 untuk topan atau badai. Skala ini kemudian disebut skala angina beaufort .
Untuk menentukan arah angin biasanya digunakan sebuah panah lempeng yang mampu berputar pada sebuah puli. Jika angina bertiup, maka lempeng akan bergerak searah dengan arah tiupan angin. sedangkan untuk menentukan siklus angina biasanya dipergunakan pengamatan efek dari angina tersebut pada selang waktu tertentu, semisal pada kuartal, semester, setahun, ataupun dasawarsa.
Sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi disebabkan oleh temperature atmosfer. Pada waktu udara dipanasi, rapat massanya berkurang yang berakibat naiknya udara lebih dingin disekitarnya. Perubahan temperature atmosfer disebabkan oleh perbedaan penyerapan panas oleh tanah dan air. Daratan lebih cepat menerima panas dari pada air laut dan sebaliknya daratan juga lebih cepat melepaskan panas. Oleh karena itu pada waktu siang hari daratan lebih panas dari pada lautan. Udara diatas daratan akan naik dan diganti oleh udara darilaut sehingga terjadi angina laut. Sebaliknya, pada waktu malam hari daratan lebih dingin dari pada laut, udara diatas laut akan naik dan diganti oleh udara dari daratan sehingga terjadi angina darat.
Kecepatan angin dapat diukur dengan anemometer, apabila tidak tersedia anemometer, kecepatan angina dapat dihitung berdasarkan keadaan lingkungan dengan menggunakan skala Beaufort.
Angin yang berhembus  di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga angin yang semula tenang akan terganggu dan riak akan timbul. Apabila kecepatan angin bertambah maka riak ini semakin besar, begitupun apabila angin berhembus terus maka akan terbentuk ombak. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus maka semakin besar ombak timbul (Kramadibrata, 1985).
Tinggi dan periode ombak yang dibangkitkan oleh angin meliputi kecepatan angin, lama angin berhembus, arah angin dan panjang fetch. Fetch adalah daerah dimana kecepatan dan arah angin konstan, arah angin dianggap konstan apabila perubahan-perubahannya tidak lebih dari 15o, sedangkan angin masih dianggap konstan jika perubahannya tidak lebih dari 5 knot (Triatmodjo, 1999).
Menurut Linguet dan Higgins (1969a – 1969b) dalam Komar (1976), gelombang akan memberikan transfer energi melalui partikel air yang sesuai dengan arah hembusan. Mekanisme transpor energi yang pertama adalah akibat variasi tekanan angin pada permukaan air yang diikuti oleh pergerakan gelombang. Kedua transfor momentum dan energi dari gelombang frekuensi tinggi ke gelombang frekuensi rendah (periode hingga panjang gelombang besar). Gelombang frekuensi tinggi dapat ditimbulkan oleh angin yang berhembus secara kontinyu.
Tinjauan terhadap pembangkitan gelombang di laut dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut dan daerah pembentukan gelombang (fetch). Jadi sifat-sifat gelombang yang diukur tidak hanya tergantung pada komponen-komponen spektral yang dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin, tetapi juga pada komponen-komponen yang dibangkitkan dalam arah yang mempunyai sudut terhadap arah angin. Ada beberapa hal yang menjadi pembatas fetch, yakni garis pantai yang berhadapan dengan arah datang gelombang dan arah angin yang selalu berganti-ganti. Metode penentuan  fetch pada suatu daerah dengan bentuk sembarang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
                                                 
Dengan :             Feff =   fetch efektif (fetch grafis)
                  Xi        = panjang segemen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang sampai memotong garis pantai.
                          =  deviasi pada kedua sisi dari arah angin dengan
Menggunakan pertambahan 5o sampai sudut 45o pada sisi kanan dan kiri arah angin, (Yuwono, 1984 dan Latief, 1996)
Metode ini didasarkan pada asumsi sebagai berikut :
§  Angin berhembus melalui permukaan air melalui lintasan yang berupa garis lurus
§  Angin berhembus dengan mentrasfer energinya dalam arah gerakan angin menyebar dalam radius 45o terhadap sisi kanan dan kiri dari arah anginnya.
§  Angin mentransfer satu unit energi pada air dalam arah dan pergerakan angin dan ditambah satu satuan energi yang ditentukan oleh harga kosinus sudut antara jari-jari terhadap arah angin.
Gelombang diabsorpsi secara sempurna di pantai.
6.    Suhu
Suhu adalah ukuran energi molekul. Suhu bervariasi secara horizontal sesuai dengan arah garis lintang, dan juga secra vertikal sesuai dengan kedalaman. Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur  proses kehidupan dan penyebaran organisme. Proses kehidupan yang vital, dan secara kolektif disebut metabolisme yang berfungsi didalam kisaran suhu yang sempit (Nybakken, 1984).
Laut tropik memiliki massa air permukaan hangat yang disebabkan oleh adanya pemanasan yang terjadi secara terus-menerus sepanjang tahun. Pemanasan tersebut mengakibatkan terbentuknya stratifikasi di dalam kolom perairan yang disebabkan oleh adanya gradien suhu.  Berdasarkan gradien suhu secara vertikal di dalam kolom perairan, Wyrtki (1961) dalam Tubalawony (2001) membagi perairan menjadi 3 (tiga) lapisan, yaitu: a) lapisan homogen pada permukaan perairan atau disebut juga lapisan permukaan tercampur; b) lapisan diskontinuitas atau biasa disebut lapisan termoklin; c) lapisan di bawah termoklin dengan kondisi yang hampir homogen, dimana suhu berkurang secara perlahan-lahan ke arah dasar perairan.
Menurut Lukas and Lindstrom (1991), kedalaman setiap lapisan di dalam kolom perairan dapat diketahui dengan melihat perubahan gradien suhu dari permukaan sampai lapisan dalam.  Lapisan permukaan tercampur merupakan lapisan dengan gradien suhu tidak lebih dari 0,03 oC/m (Wyrtki, 1961 dalam Tubalawony, 2001), sedangkan kedalaman lapisan termoklin dalam suatu perairan didefinisikan sebagai suatu kedalaman atau posisi dimana gradien suhu lebih dari 0,1 oC/m (Ross, 1970).
Suhu permukaan laut tergantung pada beberapa faktor, seperti presipitasi, evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, dan faktor-faktor fisika yang terjadi di dalam kolom perairan.  Presipitasi terjadi di laut melalui curah hujan yang dapat menurunkan suhu permukaan laut, sedangkan evaporasi dapat meningkatkan suhu permukaan akibat adanya aliran bahang dari udara ke lapisan permukaan perairan.  Menurut McPhaden and Hayes (1991), evaporasi dapat meningkatkan suhu kira-kira sebesar 0,1 oC pada lapisan permukaan hingga kedalaman 10 m dan hanya kira-kira 0,12 oC pada kedalaman 10 – 75 m. 
Disamping itu Lukas and Lindstrom (1991) mengatakan bahwa perubahan suhu permukaan laut sangat tergantung pada termodinamika di lapisan permukaan tercampur.  Daya gerak berupa adveksi vertikal, turbulensi, aliran buoyancy, dan entrainment dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada lapisan tercampur serta kandungan bahangnya.  Menurut McPhaden and Hayes (1991), adveksi vertikal dan entrainment dapat mengakibatkan perubahan terhadap kandungan bahang dan suhu pada lapisan permukaan.   Kedua faktor tersebut bila dikombinasi dengan faktor angin yang bekerja pada suatu periode tertentu dapat mengakibatkan terjadinya upwelling.  Upwelling menyebabkan suhu lapisan permukaan tercampur menjadi lebih rendah.  Pada umumnya pergerakan massa air disebabkan oleh angin.  Angin yang berhembus dengan kencang dapat mengakibatkan terjadinya percampuran massa air pada lapisan atas yang mengakibatkan sebaran suhu menjadi homogen.
Suhu permukaan laut perairan Indonesia umumnya berkisar antara 25 – 30 oC dan mengalami penurunan satu atau dua derajat dengan bertambahnya kedalaman hingga 80 db, sedangkan salinitas permukaan laut berkisar antara 31,2 – 34,5 ‰ (Tomascik et al. 1997, dalam Tubalawony, 2001).  Nontji (1993) mengatakan bahwa suhu permukaan perairan Indonesia berkisar antara 28 – 31 oC dan di Laut Banda pada saat upwelling, suhu turun sampai 25 oC. Hal ini disebabkan karena massa air dingin dari lapisan bawah terangkat ke lapisan atas. 
Kisaran suhu yang normal untuk pertumbuhan organisme dilautan adalah berkisar antara 25º - 30º C, namun ada juga organisme yang bisa beradaptasi terhadap perubahan suhu sampai dibawah 10º C  (Gossary, 2002).
Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di laut. Bersama-sama dengan salinitas, mereka dapat digunakan untuk mengidentifikasi massa air tertentu dan bersama-sama dengan tekanan mereka dapat digunakan untuk menentukan densitas air laut. Densitas ini selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan kejelukan air dimana suatu massa air akan menetap dalam keseimbangan (Romimohtarto, 1999).
Suhu merupkan salah satu parameter laut yang sangat sering diukur, karena keterkaitanya dalam hampir semua proses fisika, kimia dan biologi di laut. Suhu dilaut mempunyai kecenderungan berubah ubah terhadap ruang dan waktu. Sebagai contoh, suhu diperairan tropis pada umunya lebih tinggi dibanding dengan perairan subtropics atau kutup. Demikian pula suhu pada musim panas akan lebih tinggi dibanding dengan pada musim dingin, umumnya pada daerah tropis. Penyebaran suhu dilaut pada dasarnya lebih disebabkan oleh gerakan- gerakan air seperti arus, dan bukan oleh hantaran panas secara molekuler.
Jika suatu perairan yang homogen densitas dan suhu sama dan tenag, dipanasi dengan sinar matahari, maka distribusi suhu secara vertical akan menurun exponensial kebawah. Jika tidak ada gangguan pada perairan tersebut maka keadaan perairan dapat dikatakan stabil oleh karena lapisan yang paling atas yang paling rendah densitasnya dari lapisan dibawahnya.
Oleh karena suhu dari air laut umumnya dilapisan permukaan ditentukan oleh radiasi matahari dan Intensitasya senantiasa berubah berdasarkan waktu. Maka suhu air laut akan bergantung pada perubahan densitas radiasi matahari tersebut. Perubahan suhu dapat terjadi secara harian, musiman dan tahunan bahkan puluhan tahunan. Perubahan suhu harian utamanya terjadi dilapisan permukaan pada laut lepas dengan fluktuasi antara 0,2°C- 0,3° C. Semakin tinggi lintang dari perairan maka rentang fluktuasi tersebut semakin kecil. Namun pada perairan dangkal dan tertutup, perubahan suhu hrian dapat berfluktuasi lebih tinggi.berlainan dengan suhu harian, variasi suhu musiman dan tahunan sangat besar artinya terhadap proses fisika, kimia, dan biologi di suatu perairan. Perubahan tahunan antara lain ditentukan oleh variasi tahunan dari radiasi matahari, sirkulasi panas dan keadaan angin.

7.    Kecerahan
Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan suatu perairan, semakin tinggi suatu kecerahan perairan semakin dalam cahaya menembus ke dalam air. Kecerahan air menentukan ketebalan lapisan produktif. Berkurangnya kecerahan air akan mengurangi kemampuan fotosintesis tumbuhan air, selain itu dapat pula mempengaruhi kegiatan fisiologi biota air, dalam hal ini bahan-bahan ke dalam suatu perairan terutama yang berupa suspensi dapat mengurangi kecerahan air (KLH dan LON-LIPI, 1983)
Hal ini sesuai dengan pendapat Kuhl (1974) bahwa cahaya salah satu faktor yang mempengaruhi kelimpahan vegetasi perairan, cahaya berfungsi sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis.
Kecerahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, absorbsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, pemantulan cahaya oleh permukaan air, geografis, kekeruhan, warna air dan musim. Kecerahan erat kaitannya dengan kekeruhan, karena kemampuan cahaya untuk menembus lapisan perairan dipengaruhi oleh kekeruhan air.  Kecerahan dapat berpengaruh pada biota laut maupun dalam perkembangna obyek wista selam di suatu daerah
Lokasi perairan harus jernih sepanjang tahun, terhindar dari akibat sedimentasi atau instrusi air sungai. Kejernihan air diukur dengan penampakan kecerahan yang mencapai kedalaman 5 m atau lebih. Perairan yang subur dan produktif ditandai dengan adanya plankton, air berwarna hijau atau abu-abu coklat. Sedangkan perairan yang berwarna kehitaman biasanya menunjukkan tingginya kandungan bahan organik yang terurai ddan hal ini mengganggu kecerahan perairan .

8.    pH ( Derajat Keasaman )
pH merupakan cairan dalam mengukur suatu derajat atau kadar keasaman suatu ensim sebagai katalis dalam sistem hidup dan terjadi dalam sebuah perubahan ( Yudistiro 1994 ). Disamping itu Tatang sutarsa (1992 ) mengatakan bahwa pH merupakan campuran dalam menganalisis suatu kadar larutan penyangga yang dapat mengakibatkan perubahan pada pH.   
Perhitungan pH dalam kertas lakmus prosesnya singkat yakni mencelupkan kertas lakmus tersebut kedalam sampel yang telah disediakan kemudian melihat kadar pHnya, kadar pH tersebut telah ditentukan dengan konsenterasi masing-masing tergantung kadarnya baik itu garam maupun basah, sedangkan perhitungan pH secara elektrolisis yaitu dengan melakukan pencampuran dengan konsentrasi ion H+ dengan ion OH- yang ada dalam larutan tersebut, Misalnya :
ü  Pencampuran asam lemah dengan basah konyugasi yang berasal dari garam atau sering disebut sebagai campuran asam  lemah dengan garamnya.
ü  Pencampuran basah lemah dengan asam konyugasi yang berasal dari garam atau sering disebut sebagai campuran antara basah lemah dengan garamnya.

9.    Salinitas
Salinitas air laut didefinisikan sebagai jumlah total material padat yang dinyatakan dalam gram yang terdapat dalam satu kilogram air laut, jika semua karbonat telah teroksidir, bromine dan iodine dirubah menjadi kholorine dan semua unsur organic telah teroksidir (Davis, 1987 dalam Olii, 2003).  Menurut Hutabarat dan Evans (1986), salinitas adalah konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat didalam air laut.
Salinitas dalam gram yang terlarut dalam satuan liter air, biasanya dinyatakan dalam satuan ppt. Di perairan samudera, salinitas biasanya berkisar 34-35 ppt. Di perairan pantai karena terjadi pengenceran, misalnya karena pengaruh aliran sungai, salinitas bisa turun rendah. Sebaliknya di daerah dengan penguapan yang kuat, salinitas meningkat tinggi. Di mana sebaran salinitas dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai (Nontji, 1987). Konsentrasi garam-garam ini jumlahnya relatif sama dalam setiap contoh-contoh air laut, sekalipun mereka diambil dari tempat yang berbeda dari seluruh dunia. Oleh karena tidak diperlukan mengukur seluruh  salinitas dari contoh-contoh setiap kali     (Hutabarat dan Evans, 1986).
Lawalata (1977) dalam Olii (2003) menyatakan bahwa naik turunnya salinitas banyak penyebabnya, antara lain karena up welling, ataupun juga karena pengaruh hujan yang turun secara terus menerus dalam jangka waktu beberapa hari.  Salinitas bersifat lebih stabil di lautan terbuka, walaupun dibeberapa tempat kadang-kadang salinitas menunjukan adanya fluktuasi perubahan.  Sebagai contoh salinitas permukaan di perairan Laut Mediterania dan Laut Merah, biasanya mencapai 41 0/00 yang disebabkan karena banyaknya air yang hilang akibat dari besarnya penguapan yang terjadi pada waktu musim panas yang panjang.  Namun Hutabarat dan Evans (1986) menambahkan bahwa salinitas akan turun secara tajam yang disebabkan oleh besarnya curah hujan.  Menurut Nontji (1993), salinitas di lautan pada umumnya berkisar antara 33 0/00 – 37 0/00
Di semua samudera, salinitas bervariasi menurut lintang (Sidjabat, 1978 dalam Olii, 2003).  Selanjutnya dikemukakan bahwa didekat khatulistiwa, salinitas mempunyai nilai yang rendah, dan maksimum pada daerah lintang 20 0 LU dan 20 0 LS, kemudian menurun kembali pada daerah lintang yang lebih tinggi.  Keadaan salinitas yang rendah pada daerah sekitar ekuator disebabkan oleh tingginya curah hujan.  Khususnya di perairan kepulauan, salinitas ini diperendah lagi oleh air sungai yang mengalir ke laut.  Di daerah sub tropis, terutama yang beriklim kering, dimana penguapan lebih tinggi daripada presipitasi, salinitas dapat mencapai 45 0/00Hal seperti  ini dapat dijumpai di laut Merah dan Lagoon yang ada di Texas, Amerika Serikat.
Selanjutnya Browo (1980) dalam Idrus (1998) mengungkapkan bahwa salinitas merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme akuatik, terutama dalam mempertahankan keseimbangan osmotik antara protoplasma organisme dengan median air di lingkungannya. 
Salinitas adalah berat zat padat terlarut dalam gram per kilogram air laut. Jika zat padat telah dikeringkan sampai beratnya tetap pada suhu 480º C, dan jumlah klorida dan bromida yang hilang diganti dengan sejumlah klor yang ekivalen dengan berat kedua halida yang hilang . singkatnya salinitas adalah berat garam dalam gram per kilo gram air laut ( Romimohtarto dan juwana, 1999).
Konsentrasi rata-rata garam terlarut di lautan (S) adalah 3,5 % terhadap berat atau dengan bagian per seribu menjadi 35 . Sekarang salinitas diekspresikan dalam rasio.

Tabel 2 : Konsentrasi rata-rata ion-ion utama dalam air laut dalam bagian per seribu (g.kg-1 atau gl-1)
Ion
terhadap berat




Total ion – ion negative (anion) = 21,861


Total Ion – ion positif (kation) = 12,621
Klorida (Cl -)
Sulfat (SO42-)
Bikarbonat (HCO3-)
Bromida (Br -)
Borat (H2BO3-)
Florida (F-)
Sodium (Na +)
Magnesium (Mg2+)
Kalsium (Ca2+)
Potasium (K+)
Strontium (Sr2+)


Total Salinitas
18,980
  2,649
  0,140
  0,065
  0,026
  0,001
10,556
  1,272
  0,400
  0,380
  0,013


34,482
* termasuk karbonat (CO32-)

Tabel 3 : Persentase rerata terhadap berat sepuluh elemen terbanyak (selain oksigen) dalam kerak Bumi.
Elemen
% terhadap berat
Silikon (Si)
Almunium (Al)
Besi (Fe)
Kalsium (Ca)
Sodium (Na)
Potasium (K)
Magnesium (Mg)
Titanium (Ti)
Mangan (Mn)
Fosforus (P)
28,2
8,2
5,6
4,2
2,4
2,4
2,0
0,6
0,1
0,1

Tabel 2 adalah daftar 11 ion utama yang membentuk 99,9 % unsure terlarut air larut. (Dalam banyak hal konsentrasi dinyatakan sebagai bagian per seribu atau gram per kg (g.kg-1) atau gram per liter (g.l-1) diasumsikan sebagai satu liter air laut seberat satu kg).
 Bandingkan table 2 dan 3 yang menunjukkan komposisi elemen batuan kerak : terdapat kontras. Disadari bahwa operasi siklus hidrologi menghasilkan sebagian besar unsure terlarut dalam air larut. Walaupun demikian sejak tahun 1970-an, oseanografi mengetahui bahwa terdapat kontribusi lain terhadap komposisi air laut adalah : sirkulasi hidrotermal puncak punggungan samudra.
Tiga elemen yang paling banyak terdapat dalam table 3 tidak terdapat dalam table 2. ini adalah karena derajat kelarutan dan sifat kimiawi elemen-elemen yang berbeda bila batu tererosi dan hasilnya dibawah oleh sungai ke laut. Elemen-elemen yang biasa ditemukan seperti silicon, aluminium dan besi kurang larut sehingga dipindahkan dan di endapkan terutama dalam bentuk partikel padat pasir dan lempung. Elemen lainnya yaitu sodium, kalsium dan potassium relative larut dan dalam bentuk larutan. Larutan hidrotermal yang berkaitan dengan pemekaran lantai laut menghasilkan beberapa elemen ke dalam larutan air laut (contoh : kalsium, silicon, mangan) dan menghiulangkan yang lain (contoh magnesium, sulphur) jumlah relative unsure terlarut laut diatur oleh reaksi-reaksi kimia dan biologi yang kompleks dalam air laut.
Salinitas bervariasi tergantung keseimbangan antara penguapan presipitasi, serta besarnya pencampuran antara air permukaan dan air kedalaman. Secara umum, perubahan salinitas tidak mempengaruhi proporsi relatifion-ion utama. Konsentrasi ion-ion berubah dalam proporsi yang sama yaitu rasio ioniknya tetap konstan.
Seperti halnya suhu salinitas merupakan salah satu parameter penting dalam oseanografi khususnya oseanografi fisika. Oleh karena salinitas pada dasarnya ditentukan oleh skema pencampuran antara lain dengan garam-garaman, maka distribusi salinitas merupakan parameter utama dalam mempelejari pergerakan massa air laut.
Di bumi, salinitas sangat bergantung pada posisi lintangnya: dimana salinitas akan berharga minimum jika berada disekitar ekuator dan maksimun disekitar 20° lintang utara 20° lintang selatan, kemudian minimum kembali tatkala mendekati kutub, baik artik maupun antartik. Keadaan salinitas yang rendah disekitar ekuator disebabkan oleh tingginya curah hujan khusus untuk daerah kepulauan, kondisi ini semakin diperkuat dengan banyaknya sungai yang bermuara ke laut dengan tingkat pengendapan yang tinggi. Di daerah subtropics yang beriklim kering, dimana evaporasi lebih tinggi dari presipitasi, salinitas dapat mencapai 45% Umumnya salinitas suatu perairan akan berbanding lurus dengan perbedaan evaporasi dan potensial.
Selain factor diatas topografi benua dapat pula mempengaruhi keadaan salinitas dilapisan permukaan ( surface layer ). Semisal pengaruh kondisi topografi Amerika serikat terhadap perbedaan salinitas samudera atlantik dan pasifik, Yakni :
a.    Uap air yang berasal dari samudera Atlantik dibawa oleh angina atlantik Utara kedaerah pasifik melalui amerika tengah dan kemudian turun dipasifik sebagai hujan, akibatnya terjadi pengurangan salinitas di pasifik.
b.    Pegunungan andes yang terletak di sepanjang pantai barat amerika serikat berfungsi sebagai rain trap atau perangkap hujan terhadap uap air yang berasal dari pasifik. Dengan demikian uap air tersebut tetap turun sebagai hujan di pasifik dan tidak terjadi aksi balik .
c.     Adanya arus- arus di samudera atlantik yang membawa massa air dengan salinitas tinggi: seperti arus agulkas dari samudera Hindia bagian selatan.









Gambar 2 : Salinitas permukaan di perairan Asia Tenggara di musim barat.

Ditribusi vertical salinitas sangat erat kaitanya dengan distribusi vertical suhu dan densitas. Walaupun densitas air laut akan lebih besar jika slinitas juga besar, pada umumnya permukaan laut mempunyai tingkat salinitas yang lebih tinggi diperairan-perairan dalam. Hal ini disebabkan oleh lebih besarnya pengaruh ditribusi suhu terhadap stabilitas perairan disbanding pengaruh ditribusi salinitas.
Hampir semua organisme laut dapat hidup pada daerah yang mempunyai perubahan salinitas yang sangat kecil .misalnya daerah estuaria adalah daerah yang mempunyai salinitas rendah karena adanya sejumlah air tawar yang masuk yang berasal dari daratan dan juga disebabkan karena adanya pasang surut didaerah ini kisaran salinitas yang normal untuk kehidupan organisme di laut adalah berkisar antara 30 - 35 ppm (Gossari, 2002).

10.    Sedimen
Sedimen adalah proses pembongkahan batu-batuan dan potongan-potongan kulit ( shell) serta sisa rangka dari organisme laut ( Hutabarat dan M. Evans 1986 ).  Sedimen pantai berasal dari erosi pantai itu sendiri, dari daratan yang dibawa oleh sungai, dan dari laut dalam yang terbawa oleh arus kedaerah pantai . Sifat sediment adalah sangat penting didalam mempelajari proses sedimentasi dan erosi karena partikel dan ukuran ditribusi butiran sediment, rapat,massa, bentuk dan kecepatanmerupakan awal dari suatu proses batu- batuan(Bambang triatmijo 1998).
Seluruh permukaan dasar lautan ditutupi oleh partikel-partikel sediment yang telah diendapkan secara perlahan-lahan dalam jangka waktu berjuta-juta tahun. Secara relative ketebalan lapisan sediment yang terdapat di banyak bagian lautan, mempunyai variasi kedalaman yang berbeda-beda dari sekitar 600 meter di lautan pasifik, antara 500 meter sampai 1.000 meter di lautan atlantik, 4.000 meter di laut arktik dan 9.000 meter Puerto Rico Trench.
Sediment terutama terdiri dari partikel-partikel yang berasal dari hasil pembongkaran batu-batuan dan potong-potongan kulit (shell) serta sisa rangka-rangka dari organisme laut. Tidaklah mengherankan jikalau ukuran partikel-partikel ini sangat ditentukan oleh sifat-sifat fisik mereka dan akibatnya sediment yang terdapat pada berbagai tempat di dunia mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda satu dengan lainnya.
Tabel 4 : Skala Wentworth untuk mengklasifikasi partikel-partikel sediment.
Keterangan
Ukuran (mm)
Boulders
Grafel
Very coarse sand
Coarse sand
Medium sand
Fine sand
Very fine sand
Silt
Clay
Dissolved material
> 256
2 – 256
1 – 2
0,5 – 1
0,25 – 0,5
0,125 – 0,25
0,0625 – 0,125
0,002 – 0,0625
0,0005 – 0,002
< 0,0005

Metode lain untuk mengklasifikasikan sediment adalah dengan cara melihat asal mereka.
ü  Sedimen lithogenous
Jenis sediment ini berasal dari sisa pengikisan batu-batuan di darat. Halini dapat terjadi karena adanya suatu kondisi fisik yang ekstrim, seperti yang di sebabkan oleh karena adanya proses pemanasan dan pendinginan terhadap batu-batuan yang terjadi secara berulang-ulang di padang pasir, oleh karena adanya embun-embun es di musim dingin, atau oleh karena adanya aksi kimia dari larutan bahan-bahan yang terdapat di dalam air hujan atau air tanah terhadap permukaan batu.
Partikel batu-batuan diangkat dari daratan ke laut oleh sungai-sungai. Begitu sedimen mencapai lautan penyebarannya kemudian ditentukan terutama oleh sifat-sifat fisik dari partikel-partikel itu sendiri, khususnya oleh lamanya mereka tinggal melayang-layang di lapisan (kolom)air. Partikel-partikel yang berukuran besar cenderung untuk lebih cepat tenggelam dan menetap dari yang berukuran lebih kecil. Kecepatan tenggelamnya partikel-partikel ini telah dihitung di mana jenis partikel pasir hanya memerlukan waktu kira-kira 1,8 hari untuk tenggelam dan menetap diatas lapisan atas dasar laut yang mempunyai kedalaman 4.000 meter. Sedangkan jenis partikel Lumpur yang berukuran lebih kecil membutuhkan waktu kira-kira 185 hari dan jenis partikel tanah liat membutuhkan waktu kira-kira 51 tahun pada kedalaman kolam air yang sama. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jikalau pasir akan segera diendapkan begitu sampai di laut dan cenderung untuk mengumpulkan di daerah dekat daratan (pantai).   


ü  Sedimen biogenous
Sisa-sisa rangka dari organisme hidup juga akan membentuk endapan partikel-partikel halus yang dinamakan ooze yang biasanya mengendap pada daerah-daerah yang letaknya jauh dari pantai. Sediment ini digolongkan ke dalam dua tipe utama yaitu calcareous dan siliceous ooze, di mana hal ini tergantung pada jenis organisme dari mana mereka berasal dan macam bahan yang telah bergabung ke dalam kulit atau rangka mereka.
Tipe Calcareous
Ø  Globerigina Ooze : Globerigina adalah salah satu grup dari organisme yang bersel tunggal yang dikenal sebagai Foraminifera dimana kulitnya mengandung calsium carbonat (zat kapur). Sisa-sisa mereka membentuk ooze yang menutupi 35 % bagian permukaan dasar laut yang relative kebanyakan dijumpai di daerah-daerah panas dunia.
Ø  Pteropod Ooze : Pteropod adalah golongan moluska yang bersifat sebagai plankton dimana tubuh mereka mempunyai kulit (shell) yang mengandung zat kapur. Ooze  yang terbentuk dari mereka dan menutupi permukaan dasar laut hanya berjumlah 1 % saja, walaupun kadang-kadang mereka ini sudah bercampur dengan ooze dari jenis yang lain.

Tipe Siliceous
Ø  Diatom Ooze : Diatom adalah golongan tumbuh-tumbuhan yang bersel tunggal yang mempunyai kulit yang mengandung silica (siliceous). Ooze yang terbentuk menutupi 9 % permukaan dasar laut. Mereka banyak dijumpai di daerah-daerah yang lebih dingin yang bersalinitas rendah seperti di daerah lautan hindia yang terletak pada bagian paling selatan.
Ø  Radiolaria Ooze : adalah golongan Protozoa bersel satu dimana bentuk endapannya menutupi 1 – 2 % permukaan dasar laut.
Ø  Red clay Ooze : bentuk ooze ini mempunyai kandungan silica yang tinggi, tetapi darimana asal mereka sampai saat ini masih merupakan pertanyaan. Pada waktu ini diduga bahwa butiran-butiran halus ooze yang terdapat di laut dalam berasal dari jenis sediment biogenous tetapi mereka telah mengalami perubahan-perubahan yang besar di dalam laut karena pengaruh tingginya tekanan dan tingginya konsentrasi carbon acid yang terdapat di sana. Endapan-endapan red clay ini banyak dijumpai di bagian timur lautan hindia.
ü  Sedimen hydrogenous
Jenis partikel dari sediment golongan ini dibentuk sebagai hasil reaksi kimia dalam air laut. Sebagai contoh, manganese nodules (bungkahan-bungkahan mangan) berasal dari endapan lapisan oksida dan hidroksida dari besi dan mangan yang terdapat di dalam sebuah rangkaian lapisan konsentris di sekitar pecahan batu atau runtuhan puing-puing. Jenis logam-logam lain seperti copper (tembaga), cobalt dan nikel  juga terbgabung di dalamnya. Reaksi kimia yang terjadi di sini bersifat sangat lambat, di mana untuk membentuk sebuah nodule yang besar diperlukan waktu selama berjuta-juta tahun dan proses ini kemudian akan berhenti sama sekali jika nodule telah terkubur di dalam sediment. Sebagai akibatnya nodule-nodule ini menjadi begitu banyak dijumpai di lautan pasifik daripada di lautan atlantik. Hal ini disebabkan karena tingkat kecepatan proses sedimentasi untuk mengukur nodule-nodule yang terjadi di lautan pasifik lebih lambat jika dibandingkan dengan di lautan atlantik.
Sedimen biasanya pantai berasal dari erosi garis pantai itu sendiri, dari daratan yang dibawa oleh sungai, dan dari laut dalam yanmg terbawa arus kedaerah pantai.Sifat- sifat sediment sangat penting didalam didalam mempelajari pross erosi dan sedimentasi. Sifat- sifat tersebut adalah ukuran partikel, dan ditribusi partikel sediment, rapat massa, bentuk, kecepatan endap, tahanan terhadap erosi dean sebagainya. Diantara beberapa sifat tersebit, distribusi ukuran butir adalah yang paling penting.
Sedimen pantai diklasifikasikan berdasarkan ukuran butir menjadi lempung Lumpur, pasir, kerikil, koral, coblee, dan batu. Ditribusi ukuran butir biasanya dianalisis dengan saingan dan dipresentasikan dalam bentuk kurva presentase berat kumulatif seperti ukuran butiran pasir mendekati distribusi log normal, sehingga sering digunakan pada skala phi, yang didevenisikan sebagai berikut:
£       = - log2 D
Dengan D adalah diameter butir dalam milioner.

11.     Kemiringan Pantai
Kemiringan suatu pantai ialah suatu pengkajian tentang bentuk sutu pantai, evolusinya, prose- proses yang bekerja padanya, dan perubahan- perubahan yang terjadi pada saat sekarang ini( Bird 1970). Kemiringan suatu pantai digunakan untuk melindungi pantai terhadap kerusakan serangan gelombang dan arus dan mencegah terjadinya erosi. ( triatmojo bambang 1999).
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melindungi suatu pantai, yaitu :
v  Memperkuat atau melindungi pantai agar mampu menahan serangan gelombang
v  Mengubah laju transport sediment sepanjag pantai
v  Mengubah energi gelombang sampai kepantai
v  Mengurangi energi gelombang sampai kepantai
v  Reklamasi dengan menambah suplai sediment kepantai atau dengan cara lain.
Permukaan bangunan yang menghadap arah datangnya gelombang dapat berupa sisi miring maupun vertical. Kemiringan pantai biasanya berbentuk dinding vertical atau miring, bangunan ini ditempatkan sejajar atau hampir sejajar dengan garis pantai dan biasa terbuat dari pasangan batu, beton, tumpukan pipa yang menunjukkan penempatan remeven dan bentuk tampang lintangnya. Bangunan ter5sebut terbuat dari tumpukan batu dengan lapis luarna terdiri dari batu dengan ukuran yang lebih besar.
Dalam perencanaaan kemiringan pantai perlu ditinjau fungsi dan bentuk bangunan, lokasi, panjang tinggi, stabilitas bangunan, dan tanah fondasi elevasi muka air didepan maupun dibelakangbangunan, ketersediaan bangunan dan sebagainya.
Fungsi bangunan akan menentukan pemilihan bentuk. Permukaan bangunann yang miring dan tegak , tetapi bangunan sisi miring digunakan terhadap serangan gelombang dan arus yang cukup deras sedangkan bangunan yang sejajar digunakan sebagai dermaga atau tempat penambatan kapal.



10. Benhos
Organisme yang hidup di bagian dasar lautan dikenal sebagai Benthos  rosmini sudirman 2006 ). Sedangkan organisme yang hidup di bagian dasar laut yang termasuk didalamnya seluruh hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup pada daerah yang masih dipengaruhi oleh air pasang(  daerah litoral ), daerah ( continental shelf dan yang tinggal dilaut yang sangat dalam bathil dan abitsal. ( sahala hutabarat 1984 ).
Batas Penyebaran Tumbuh - Tumbuhan Dasar
Penyebaran tumbuh-tumbuhan hijau dibatasi oleh daerah litoral dan daerah sublitoral dimana masih terdapat sinar yang cukup untuk dapat berlangsungnya proses fotosintesis. Tiga macam grup tumbuh-tumbuhan yang terdapat di daerah ini:
§  Tanaman air yang bersel tunggal yang umumnya hidup dibagian permukaan pasir dan Lumpur.
§  Tanaman air yang berukuran besar, seaweed, yang cenderung dijumpai di segala tempat yang cocok untuk menempel, contoh: daerah pantai yang terdiri dari batu-batuan (rocky shore) adalah tempat yang cocok bagi kehidupan mereka, sehingga kita sering menjumpai banyaknya tanaman seaweed yang hidup di daerah ni. Semua tumbuh-tumbuhan mengandung klorofil (pigmen hijau), sehingga mereka dapat melangsungkan proses fotosintesa.
§  Beberapa tanaman berbunga (Angiosperm) seperti rumput laut Zostera dan beberapa pohon-pohonan dan semak yang hidup di mangrove swamp terdapat di daerah litoral.
ü  Batas Penyebaran Hewan- Hewan Dasar ( Benthic animal)
Bermacam-macam jenis hewan invertebrate, banyak dijumpai di dalam benthos. Mereka mempunyai kisaran ukuran yang sangat luas yaitu dari yang berukuran besar sebesar protozoa sampai kepada yang berukuran crustacean dan mollusca. Ukuran ini kadang-kadang diakai sebagai dasar mengklasifikasikan mereka
Microfauna, istilah ini dipakai untuk menerangkan hewan-hewan yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm, seluruh protozoa termasuk golongan ini.
Mezofauna, adalah golongan hewan-hewan yang berukuran antara 0,1 sampai 1,0 mm. ini termasuk golongan protozoa yang berukuran besar, chidaria, cacing-cacing yang berukuran kecil dan beberapa crustacea yang berukuran kecil
Macrofauna, adalah hewan yang berukuran besar 1,0 mm. ini termasuk echinodermata, crustacean, annelida, mollusca, dan anggota beberapa filum-filum lainnya.
Cara lain untuk mengklasifikasikan hewan dasar adalah dengan melihat hubungan mereka terhadap tempat hidupnya. Semua hewan yang hidup di atas permukaan dasar lautan  sebagai epifauna dan yang hidupnya dengan cara menggali lubang pada dasar lautan dikenal dengan nama infauna.
ü  Masyarakat Hewan Yang Hidup Di Dasar (Benthic community)
Keadaan lingkungan seperti tipe sediment, sadinitas dan kedalaman di bawah permukaan memberi variasi yang sangat besar dari satu daerah dasar lautan ke daerah dasar lautan yang lain. Sehingga tidak mengherankan kalau hal ini menyebabkan bedanya jenis hewan pada daerah yang berbeda pula. Kenyataannya, hewan bentic sering terdapat dalam grup yang mempunyai sifat-sifat yang khas yang dikenal sebgai community, biasanya didominasi oleh satu atau dua jenis hewan.
Masyarakat hewan tertentu sering dijumpai tersebar secara luas aslkan kondisi lingkungan hidup cocok walaupun mereka terdapat di letak geografis yang berbeda.  Produksi Benthos hanya terjadipada daerah yang dangkal diperairan dangkal diperairan pantai dimana terdapat cukup sinar matahari bagi tumbu tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis seperti halnya yang terjadi pada fitoplanton.
Hewan-hewan herbivora dapat kita jumpai didaerah benthos yang dalam, tetapi makanan mereka semata-mata bersandar pada bahan tumbu-tumbuhan mati atau mengalami pembusukandari suatu sumber yang lain.bahan-bahan yang tersedia dari sumber diritus yang mengandung berbagai partikel kecil atau bahan- bahan organic lainnya.

BAB III
METODE PRAKTEK

A.   Waktu dan Lokasi
Pelaksanaan praktek lapang ini dilaksanakan selama 3 (tiga) hari di lapangan dan waktunya mulai hari jumat tanggal 8 Desember 2006 sampai hari minggu tanggal 10 Desember 2006.  .
Lokasi pelaksanaannya dilakukan di kawasan pantai dan laut pulau Balang Lompo, sedangkan untuk analisis sedimen di lakukan di laboratorium Tanah Jurusan Geografi, Universitas Negeri Makassar.

B.   Teknik Pengumpulan Data
1.    Pasut
ü  Menetukan lokasi yang presentatif untuk pemasangan tiang pasut (tiang skala) mencatat posisinya.
ü  Memasang tiang pasut pada daerah yang diperkirakan tetap tergenang air apabila terjadi surut, jika lokasi tersebut kering pada saat surut maka perlu memasang rambu pasut yang lain pada daerah yang tergenang air (perlu diingat untuk mengukur beda tinggi antara tiang pasut pertama dan rambu pasut ke dua).
ü  Mencatat tinggi muka air dengan interval 1 jam selama 39 jam (pengukuran priode jangka pendek), yang dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat.









Gambar 3 : Pengukuran Pasang Surut


2.    Gelombang
ü  Menentukan stasiun data gelombang dengan mengacuh pada keterwakilan lokasi praktek (refresentatif) dan mencatat tiap titik lokasi.
ü  Melakukan pengukuran gelombang pada tiap lokasi yang telah ditentukan (gelombang sebelum pecah) meliputi : tinggi gelombang, waktu pengukuran, lama pengukuran, arah dating dan arah garis pantai dari gelombang.
ü  Untuk pengukuran tinggi gelombang dilakukan dengan cara mengukur tinggi muka air saat puncak dan saat lembah dengan menggunakan tiang gelombang (tiang skala). Selisih puncak dengan lembah merupakan tinggi gelombang. Jumlah pengukuran puncak dan lembah yaitu 50 kali (puncak dan lembah) dan waktunya disesuaikan sampai mencapai 50 kali (puncak dan lembah).
ü  Pengukuran gelombang ini dilakukan pada saat pagi, siang, sore hari.




 




Gambar 4 : Pengukuran gelombang

3.    Arus
ü  Arus Pasut
o   Mencatat posisi dan melakukan pengukuran arah dan kecepatan arus pada beberapa stasiun di daerah laut dangkal maupun laut dalam.
o   Untuk pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan menggunakan layang-layang arus, yaitu dengan menetapkan jarak tempuh layang-layang arus (5 meter) kemudian mengukur waktu tempuh layang-layang arus tersebut. Arah arus ditentukan dengan menggunakan kompas dengan mensut arah pergerakan layang-layang arus.
4.    Kedalaman
  1. Pengambilan data kedalaman dilakukan dengan menggunakan perahu dengan metode sig-sag. Catat senantiasa posisi dan waktu pengambilan data.
  2. Pengukuran kedalamannya dilakukan dengan menggunakan alat pemeruman (Fishpender) dengan menggunakan sensor alat tersebut keperairan, maka layer tampilan fishpender akan nampak nilai kedalaman. Nilai tersebut dikurangkan dengan nilai kedalaman sensor.
  3. Hasil pengukuran kedalaman akan dikoreksi dengan MSL (Mean Sea Level) pasang surut.

5.    Angin
  1. Pengukuran angin menggunakan alat Hand Anemometer dilakukan dibeberapa stasiun. Catat posisi dan hasil pengukuran.
  2. Pembacaan kecepatan angin pada suatu stasiun dilakukan pada layar tampilan yang tertera pada alat tersebut.
  3. Untuk arah angin digunakan layang-layang angin hasil modifikasi.
6.     Kecerahan
  1. Mengukur kecerahan menggunakan alat seichidisk, di beberapa stasiun. Kemudian mencatat posisi dan waktu pengukuran.
  2. Menenggelamkan seichidisk hingga tepat pada saat seichidisk tidak terlihat oleh mata.
  3. Mengukur kedalaman seichidisk untuk memperoleh nilai kecerahan.
7.    Suhu
  1. Pengukuran suhu secara horisontal dilakukan di beberapa stasiun di daerah laut dangkal hingga laut dalam.
b.    Mencatat posisi dan waktu pengukuran. Jika menggunakan thermometer batang. Celupkan thermometer tersebut ke permukaan air beberapa saat dengan terlebih dahulu mengikatnya dengan tali agar tidak lepas.
c.    Mengikat thermometer tersebut dan segera melakukan pembacaan pada skala yang ditujukan oleh thermometer tersebut, dan yang perlu diperhatikan adalah pada saat pengukuran dan pembacaan thermometer tidak boleh disentuh serta sedapat mungkin menghindari/membelakangi arah datangnya sinar matahari.
8.    Salinitas
  1. Mengukur salinitas dilakukan secara horizontal pada beberapa stasiun di daerah laut dangkal hingga ke laut dalam.
  2. Mencatat posisi dan waktu pengukuran. Salinitas diukur dengan menggunakan salinometer, dengan menggunakan ember, ambil sample air laut lalu celupkan alat tersebut beberapa saat.
  3. Salinometer yang tercelup dalam air kemudian diamati skalanya untuk memperoleh nilai tingkat salinitasnya.
9.    pH (derajat keasaman)
  1. Pengukuran derajat keasaman (pH) menggunakan kertas lakmus yang dilakukan pada beberapa stasiun. Catat posisi dan waktu pengukuran.
  2. Celupkan kertas lakmus tersebut ke permukaan air dan lakukan pembacaan tingkat pH yang diperoleh pada kertas lakmus tersebut.
10. Sedimen
  1. Pengambilan sample sediment dasar perairan juga dilakukan dengan menggunakan bottom grab sample yang dilakukan pada tiap-tiap stasiun. Catat posisi dan waktu pengamatan.
  2. Sampel sediment yang terambil pada bottom grab sample dimasukkan kedalam kantong sample sediment dan diberi label.
  3. Dilakukan analisa laboratorium guna mengetahui jenis, ukuran butir/diameter dasar perairan.
Analisis laboratorium sample sediment
Sampel sediment dianalisis dilaboratorium dengan metode ASDM (American Sociyety for testing end materials) yakni ayakan kering dengan menggunakan siave net (ayakan sediment).
 Adapun prosedurnya sebagai berikut :
*      Mengumpulkan sample sediment yang diperoleh dilapangan sesuai dengan lokasi masing-masing sample.
*      Menjemur sampel sediment hingga kering dibawah sinar matahari.
*      Setelah kering, sampel tiap-tiap stasiun diambil sebanyak 100 gram dan diukur dengan timbangan digital sebagai berat awal.
*      Mengayak sampel yang telah ditimbang dengan menggunakan siave net bersusun secara berurutan dengan ukuran 2 mm, 1 mm, 0,5 mm, 0,25 mm, 0,125 mm, 0,063 mm, < 0,063 mm. kemudiaqn digerakkan secara konstat selama ± 15 menit.
*      Memisahkan sampel dari ayakan (untuk antisipasi tertinggalnya butiran pada ayakan siave net disikat dengan sikat bulu secara perlahan). Kemudian masing-masing kategori ukuran (2 mm, 1 mm, 0,5 mm, 0,25 mm, 0,125 mm, 0,063 mm, < 0,063 mm) ditimbang.
*      Selanjutnya mengumpulkan sampel hasil timbangan tersebut untuk di buang.
11. Pemetaan Garis Pantai Dan Kemiringan Pantai
12. Untuk pemetaan garis pantai dan kemiringan pantai dilakukan dengan menggunakan alat Global Position Sistem (GPS), Roll meter dan tiang skala.
13. Jika lokasi yang akan dipetakan garis pantainya berupa pulau, maka pemetaan dan pengukuran kemiringan dilakukan keliling pulau tersebut. Tetapi jika lokasinya di pesisir pantai, maka dilakukan disepanjang pesisir pantai tersebut yang merupakan lokasi dari praktek. Jumlah stasiun atau titik tidak terbatas, tergantung dari kondisi morfologi pantai tersebut.
14. Untuk pemetaan garis pantai, dicatat tiap posisi stasiun/titik yang terekam oleh GPS (bias langsung di save di GPS) sedangkan untuik kemiringan pantai dari tiap stasiun atau titik yang telah ditentukan, dilakukan pengukuran jarak ke dalaman dari garis pantai (x) dengan menggunakan roll meter dan kedalaman pada jarak tersebut (y) dengan tiang skala.
 















C.   Pengolahan dan Analisis Data
1.    Pasang Surut
*      Data pasang surut yang telah diperoleh selama periode 39 jam pengamatan (periode jangka pendek), nilainya pada tiap-tiap jam dikalikan dengan faktor pengali, untuk mendapatkan nilai muka air pada tiap jamnya.
*      Untuk mendapatkan nilai Mean Sea Level (MSL) atau muka air rata-rata digunakan rumus persamaan empiris sebagai berikut :
               39
å  Hi Ci
MSL =   I = l                           ; MSL = Tinggi Muka Air Rata-Rata (Cm).
                   39
          å Ci
          I = l
*      Nilai muka air pada tiap jam yang telah diperoleh kemudian diplot pada kertas grafik.
*      Berdasarkan hasil grafik yang diperoleh, ditentukan tipe pasang surut yang terbentuk.
2.    Gelombang
o   Tinggi gelombang                      :  H = puncak – lembah
o   Tinggi gelombang rata-rata      :  H = H1 + H2 + … HN
                                                                               N
o   Periode gelombang                   :  T = t / N
o   Panjang gelombang                  :  L = 1,56 x T2
o   Tinggi gelombang signifikan   :
                                                                      n/3
                                                               H 1/3 = å Hu
                                                                           I = l
                                                                                    n / 3
o   Tinggi gelombang pecah         :
 


                                                                     Hb = H 1/3     0,563
                                                                                            
                                                                                             H 1/3  0,2
                                                                                                 L
3.    Arus
Kecepatan Arus terukur (V)           : V = S
                                                                     t
                     S = Jarak tempuh layang-layang arus (meter)
                     t  = Waktu tempuh layang-layang arus (detik)
4.    Kedalaman Perairan
                                 Dd  =  dt – ( ht – MSL )
Keterangan :
Dd    = Kedalaman suatu titik pada dasar perairan
dt      = Kedalaman suatu titik pada dasar laut pada pukul t
ht      = Ketinggian permukaan air pasut pada pukul t
MSL = Mean Sea Level (MSL)
5.    Kemiringan Pantai
                                 Tg b  = y / x
Dimana,  Tg b   = Kemiringan pantai
                      =  Kedalaman perairan (m)
                       X =  Jarak kedalaman dari garis pantai (m)
Persentase kemiringan pantai, diperoleh dengan formula :
Kemiringan (%) = Arc Tgb / 45 x 100 %
6.    Kecerahan
                  % Kecerahan = Panjang tali terukur (m)    x 100 %
                                                Nilai kedalaman (m)
7.    Butiran sedimen
o   Menghitung % berat sediment pada metode ayakan :
            % Berat  =  Berat hasil ayakan (gr)     x 100 %
                                       Berat Awal (gr)
o   Menghitung % berat kumulatif :
                  % Kumulatif = % Berat 1 + % Berat 2
o   Menetukan Nilai sortasi (So) :
                  So  =   ÖQ1 / Q3
            Dimana,   So    = Nilai Sortasi
                              Q1     = Kwartir pertama
                              Q3     = Kwartir ketiga
Untuk mengetahui nilai Q1, Q2, dan Q3 digunakan kertas semilog.




 Klasifikasi Tingkat Nilai Sortasi :
Tabel 7 : Klasifikasi Tingkat Nilai Sortasi Sedimen
No.
Keterangan
Skala
1
Sangat Baik
1,0 < So < 1,17
2
Baik
1,17 < So < 1,20
3
Cukup Baik
1,20 < So < 1,35
4
Sedang
1,35 < So < 1,875
5
Jelek
1,875 < So < 2,75
6
Sangat Jelek
So > 2,75



D.   Sumber Data
Data primer yakni:
·         Pasang surut
·         Gelombang
·         Arus
·         Kedalaman
·         Angin
·         Suhu
·         Kecerahan
·         pH ( derajat keasaman )
·         Salinitas
·         Sedimen
·         Kemiringan Pantai
Data sekunder Yakni :
·         Pasang surut adalah gerakan naik turunya permukaan air laut secara berirama yang disebabkan karena gaya tarik disebabkan karena gaya tarik bulan dan matahari.
·         Gelombang adalah Gelombang adalah gerakan naik turun sebuah tubuh perairan yang dinyatakan dengan naik turunnya permukaan air secara be
·         Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, atau karena perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan gerakan gelombang
·         Kedalaman laut mencerminkan roman muka dasar laut atau bisa disebut morfologi yang pada hakekatnya berkaitan dengan proses pembentukan dan perkembangan dasar laut dan samudera asang surut rgantian
·         Angin yang berhembus  di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut,
·         Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan suatu perairan, semakin tinggi suatu kecerahan perairan semakin dalam cahaya menembus ke dalam air.
·         pH merupakan cairan dalam mengukur suatu dejat atau kadar keasaman
·         Salinitas air laut didefinisikan sebagai jumlah total material padat yang dinyatakan dalam gram yang terdapat dalam satu kilogram air laut
·         Sedimen adalah proses pembongkahan batu-batuan dan potongan-potongan kulit ( shell) serta sisa rangka dari organisme laut
·         Kemiringan suatu pantai ialah suatu pengkajian tentang bentuk sutu pantai, evolusinya, prose- proses yang bekerja padanya, dan perubahan
·          Benthos adalah hewan yang ada dalam lautan/ dasar perairan
·         Data angina
·         Data pasang surut dipantai barat,utara,selatan dan utara pulau ballang lompo
·         Data kedalaman dan kecerahan pantai.
E.   Variabel Praktek
Variabel atau para meter praktek ini dibatasi pada parameter oseanografi fisik, oseanografi kimia dan geomorfologi pantai. Adapun parameter tersebut meliputi :
·         Pasang surut (Tide)
·         Gelombang (Wave)
·         Arus (Current)
·         Kedalaman Perairan (Deepness of Territorial Water)
·         Angin (Wind)
·         Suhu (Temperature)
·         Kecerahan (Visibility)
·         pH (Degree of Acidity)
·         Salinitas (Salinity)
·         Sedimen (Sediment)
·         Pemetaan Garis pantai dan kemiringan pantai (Mapping of Coastline and Inclination of Coastal)
F.     Instrumen Praktek
Instrumen atau alat dan bahan yang digunakan dalam praktek ini dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 5 : Alat dan Bahan Analisis Sampel Sedimen di Laboratorium

  No
Nama Alat/Bahan
Jumlah
Kegunaan
1
Aquades
Secukupnya
Merendam sample dalam tabung silinder dan mencuci alat-alat yang digunakan.
3
Timbangan digital
1 Buah
Menimbang berat sample sediment
4
Sive Net (ayakan sediment)
1 Paket
Mengayat sediment untuk ukuran butiran sediment
6
Cawan Petri (diameter 14 cm)
6 Buah
Sebagai wadah sediment pada saat akan ditimbang
8
Kertas pembungkus warna coklat (pembungkus Nasi)
secukupnya
Sebagai wadah sediment pada waktu diayak

9
Sikat bulu
2 Buah
Menyikat sediment pada waktu diayak
10
Sendok
1 Buah
Mengambil sediment pada analisis laboratorium
11
Kertas grafik semilog
1 Paket
Menggambar grafik nilai kuartil (Q1, Q2, Q3) untuk nilai sortasi sediment.

Tabel 6 : Alat dan Bahan Praktek Lapang Oceanografi

No
Nama Alat/Bahan
Jumlah
Kegunaan
1
Peta Rupa Bumi dan lingkungan pantai Indonesia lokasi praktek skala 1 : 50.000
2 lembar
Sebagai data acuan (peta dasar)
2
Globab Posisioning system (GPS)
1 Buah
Alat Penentuan Posisi
3
Tiang Skala
2 Buah
Mengukur Tinggu Pasut dan Ombak
4
Layang-layang arus (Modifikasi)
1 paket
Mengukur kecepatan dan arah arus
5
Layang-layang angin (modifikasi)
1 Paket
Menentukan arah angin
6
Fishfinder
1 Paket
Mengukur kedalaman
7
Haed Anemometer
1 Paket
Mengukur kecepatan angin
8
Seicdisk
1 Paket
Mengukur kecerahan
9
Termometer batang
1 Paket
Mengukur suhu perairan (Horisontal)
10
Program MS, Exsel, Surfer dan Ars View
1 paket
Pengolahan data dan Pembuatan Peta
11
Kantong sampel sediment dan label
1 paket
Tempat penyimpanan sampel sedimen dan untuk memberi kode pada sampel tersebut
12
Kertas lakmus
1 Paket
Mengukur tingkat derajat keasaman (pH)
13
Grab sample Seimen
1 buah
Mengambil sample sedimen
14
Stop Watch
1 Buah
Pengukur waktu
15
Senter
1 Buah
Alat penerang
16
Jam Tangan
1 Buah
Pencatat waktu
17
Ember
1 Buah
Pengambil sample air
18
Tali Rapiah/Nylon
1 Roll
Pengikat
19
Roll Meter
1 Roll
Mengukur jarak
20
Alat Tulis Menulis
1 Paket
Mencatat Hasil Pengamatan
21
Kamera/Handycam
1 Paket
Meliput Objek
22
Perahu
1 Buah
Alat Transfortasi laut
23
Kertas Grafik
1 Paket
Menggambar Grafik Pasut

G.   Teknik Pengumpulan Data
12. Pasut
ü  Menetukan lokasi yang presentatif untuk pemasangan tiang pasut (tiang skala) mencatat posisinya.
ü  Memasang tiang pasut pada daerah yang diperkirakan tetap tergenang air apabila terjadi surut, jika lokasi tersebut kering pada saat surut maka perlu memasang rambu pasut yang lain pada daerah yang tergenang air (perlu diingat untuk mengukur beda tinggi antara tiang pasut pertama dan rambu pasut ke dua).
ü  Mencatat tinggi muka air dengan interval 1 jam selama 39 jam (pengukuran priode jangka pendek), yang dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat.









Gambar 3 : Pengukuran Pasang Surut


13. Gelombang
ü  Menentukan stasiun data gelombang dengan mengacuh pada keterwakilan lokasi praktek (refresentatif) dan mencatat tiap titik lokasi.
ü  Melakukan pengukuran gelombang pada tiap lokasi yang telah ditentukan (gelombang sebelum pecah) meliputi : tinggi gelombang, waktu pengukuran, lama pengukuran, arah dating dan arah garis pantai dari gelombang.
ü  Untuk pengukuran tinggi gelombang dilakukan dengan cara mengukur tinggi muka air saat puncak dan saat lembah dengan menggunakan tiang gelombang (tiang skala). Selisih puncak dengan lembah merupakan tinggi gelombang. Jumlah pengukuran puncak dan lembah yaitu 50 kali (puncak dan lembah) dan waktunya disesuaikan sampai mencapai 50 kali (puncak dan lembah).
ü  Pengukuran gelombang ini dilakukan pada saat pagi, siang, sore hari.




 




Gambar 4 : Pengukuran gelombang

14. Arus
ü  Arus Pasut
o   Mencatat posisi dan melakukan pengukuran arah dan kecepatan arus pada beberapa stasiun di daerah laut dangkal maupun laut dalam.
o   Untuk pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan menggunakan layang-layang arus, yaitu dengan menetapkan jarak tempuh layang-layang arus (5 meter) kemudian mengukur waktu tempuh layang-layang arus tersebut. Arah arus ditentukan dengan menggunakan kompas dengan mensut arah pergerakan layang-layang arus.
15. Kedalaman
  1. Pengambilan data kedalaman dilakukan dengan menggunakan perahu dengan metode sig-sag. Catat senantiasa posisi dan waktu pengambilan data.
  2. Pengukuran kedalamannya dilakukan dengan menggunakan alat pemeruman (Fishpender) dengan menggunakan sensor alat tersebut keperairan, maka layer tampilan fishpender akan nampak nilai kedalaman. Nilai tersebut dikurangkan dengan nilai kedalaman sensor.
  3. Hasil pengukuran kedalaman akan dikoreksi dengan MSL (Mean Sea Level) pasang surut.

16. Angin
  1. Pengukuran angin menggunakan alat Hand Anemometer dilakukan dibeberapa stasiun. Catat posisi dan hasil pengukuran.
  2. Pembacaan kecepatan angin pada suatu stasiun dilakukan pada layar tampilan yang tertera pada alat tersebut.
  3. Untuk arah angin digunakan layang-layang angin hasil modifikasi.
17.  Kecerahan
  1. Mengukur kecerahan menggunakan alat seichidisk, di beberapa stasiun. Kemudian mencatat posisi dan waktu pengukuran.
  2. Menenggelamkan seichidisk hingga tepat pada saat seichidisk tidak terlihat oleh mata.
  3. Mengukur kedalaman seichidisk untuk memperoleh nilai kecerahan.
18. Suhu
  1. Pengukuran suhu secara horisontal dilakukan di beberapa stasiun di daerah laut dangkal hingga laut dalam.
e.    Mencatat posisi dan waktu pengukuran. Jika menggunakan thermometer batang. Celupkan thermometer tersebut ke permukaan air beberapa saat dengan terlebih dahulu mengikatnya dengan tali agar tidak lepas.
f.      Mengikat thermometer tersebut dan segera melakukan pembacaan pada skala yang ditujukan oleh thermometer tersebut, dan yang perlu diperhatikan adalah pada saat pengukuran dan pembacaan thermometer tidak boleh disentuh serta sedapat mungkin menghindari/membelakangi arah datangnya sinar matahari.
19. Salinitas
  1. Mengukur salinitas dilakukan secara horizontal pada beberapa stasiun di daerah laut dangkal hingga ke laut dalam.
  2. Mencatat posisi dan waktu pengukuran. Salinitas diukur dengan menggunakan salinometer, dengan menggunakan ember, ambil sample air laut lalu celupkan alat tersebut beberapa saat.
  3. Salinometer yang tercelup dalam air kemudian diamati skalanya untuk memperoleh nilai tingkat salinitasnya.
20. pH (derajat keasaman)
  1. Pengukuran derajat keasaman (pH) menggunakan kertas lakmus yang dilakukan pada beberapa stasiun. Catat posisi dan waktu pengukuran.
  2. Celupkan kertas lakmus tersebut ke permukaan air dan lakukan pembacaan tingkat pH yang diperoleh pada kertas lakmus tersebut.
21. Sedimen
  1. Pengambilan sample sediment dasar perairan juga dilakukan dengan menggunakan bottom grab sample yang dilakukan pada tiap-tiap stasiun. Catat posisi dan waktu pengamatan.
  2. Sampel sediment yang terambil pada bottom grab sample dimasukkan kedalam kantong sample sediment dan diberi label.
  3. Dilakukan analisa laboratorium guna mengetahui jenis, ukuran butir/diameter dasar perairan.
Analisis laboratorium sample sediment
Sampel sediment dianalisis dilaboratorium dengan metode ASDM (American Sociyety for testing end materials) yakni ayakan kering dengan menggunakan siave net (ayakan sediment).
 Adapun prosedurnya sebagai berikut :
*      Mengumpulkan sample sediment yang diperoleh dilapangan sesuai dengan lokasi masing-masing sample.
*      Menjemur sampel sediment hingga kering dibawah sinar matahari.
*      Setelah kering, sampel tiap-tiap stasiun diambil sebanyak 100 gram dan diukur dengan timbangan digital sebagai berat awal.
*      Mengayak sampel yang telah ditimbang dengan menggunakan siave net bersusun secara berurutan dengan ukuran 2 mm, 1 mm, 0,5 mm, 0,25 mm, 0,125 mm, 0,063 mm, < 0,063 mm. kemudiaqn digerakkan secara konstat selama ± 15 menit.
*      Memisahkan sampel dari ayakan (untuk antisipasi tertinggalnya butiran pada ayakan siave net disikat dengan sikat bulu secara perlahan). Kemudian masing-masing kategori ukuran (2 mm, 1 mm, 0,5 mm, 0,25 mm, 0,125 mm, 0,063 mm, < 0,063 mm) ditimbang.
*      Selanjutnya mengumpulkan sampel hasil timbangan tersebut untuk di buang.
22. Pemetaan Garis Pantai Dan Kemiringan Pantai
15. Untuk pemetaan garis pantai dan kemiringan pantai dilakukan dengan menggunakan alat Global Position Sistem (GPS), Roll meter dan tiang skala.
16. Jika lokasi yang akan dipetakan garis pantainya berupa pulau, maka pemetaan dan pengukuran kemiringan dilakukan keliling pulau tersebut. Tetapi jika lokasinya di pesisir pantai, maka dilakukan disepanjang pesisir pantai tersebut yang merupakan lokasi dari praktek. Jumlah stasiun atau titik tidak terbatas, tergantung dari kondisi morfologi pantai tersebut.
17. Untuk pemetaan garis pantai, dicatat tiap posisi stasiun/titik yang terekam oleh GPS (bias langsung di save di GPS) sedangkan untuik kemiringan pantai dari tiap stasiun atau titik yang telah ditentukan, dilakukan pengukuran jarak ke dalaman dari garis pantai (x) dengan menggunakan roll meter dan kedalaman pada jarak tersebut (y) dengan tiang skala.




 























H.   Pengolahan dan Analisis Data
8.    Pasang Surut
*      Data pasang surut yang telah diperoleh selama periode 39 jam pengamatan (periode jangka pendek), nilainya pada tiap-tiap jam dikalikan dengan faktor pengali, untuk mendapatkan nilai muka air pada tiap jamnya.
*      Untuk mendapatkan nilai Mean Sea Level (MSL) atau muka air rata-rata digunakan rumus persamaan empiris sebagai berikut :
               39
å  Hi Ci
MSL =   I = l                           ; MSL = Tinggi Muka Air Rata-Rata (Cm).
                   39
          å Ci
          I = l
*      Nilai muka air pada tiap jam yang telah diperoleh kemudian diplot pada kertas grafik.
*      Berdasarkan hasil grafik yang diperoleh, ditentukan tipe pasang surut yang terbentuk.
9.    Gelombang
o   Tinggi gelombang                      :  H = puncak – lembah
o   Tinggi gelombang rata-rata      :  H = H1 + H2 + … HN
                                                                               N
o   Periode gelombang                   :  T = t / N
o   Panjang gelombang                  :  L = 1,56 x T2
o   Tinggi gelombang signifikan   :
                                                                      n/3
                                                               H 1/3 = å Hu
                                                                           I = l
                                                                                    n / 3
o   Tinggi gelombang pecah         :
 


                                                                     Hb = H 1/3     0,563
                                                                                            
                                                                                             H 1/3  0,2
                                                                                                 L
10. Arus
Kecepatan Arus terukur (V)           : V = S
                                                                     t
                     S = Jarak tempuh layang-layang arus (meter)
                     t  = Waktu tempuh layang-layang arus (detik)
11. Kedalaman Perairan
                                 Dd  =  dt – ( ht – MSL )
Keterangan :
Dd    = Kedalaman suatu titik pada dasar perairan
dt      = Kedalaman suatu titik pada dasar laut pada pukul t
ht      = Ketinggian permukaan air pasut pada pukul t
MSL = Mean Sea Level (MSL)
12. Kemiringan Pantai
                                 Tg b  = y / x
Dimana,  Tg b   = Kemiringan pantai
                      =  Kedalaman perairan (m)
                       X =  Jarak kedalaman dari garis pantai (m)
Persentase kemiringan pantai, diperoleh dengan formula :
Kemiringan (%) = Arc Tgb / 45 x 100 %
13. Kecerahan
                  % Kecerahan = Panjang tali terukur (m)    x 100 %
                                                Nilai kedalaman (m)
14. Butiran sedimen
o   Menghitung % berat sediment pada metode ayakan :
            % Berat  =  Berat hasil ayakan (gr)     x 100 %
                                       Berat Awal (gr)
o   Menghitung % berat kumulatif :
                  % Kumulatif = % Berat 1 + % Berat 2
o   Menetukan Nilai sortasi (So) :
                  So  =   ÖQ1 / Q3
            Dimana,   So    = Nilai Sortasi
                              Q1     = Kwartir pertama
                              Q3     = Kwartir ketiga
Untuk mengetahui nilai Q1, Q2, dan Q3 digunakan kertas semilog.




 Klasifikasi Tingkat Nilai Sortasi :
Tabel 7 : Klasifikasi Tingkat Nilai Sortasi Sedimen
No.
Keterangan
Skala
1
Sangat Baik
1,0 < So < 1,17
2
Baik
1,17 < So < 1,20
3
Cukup Baik
1,20 < So < 1,35
4
Sedang
1,35 < So < 1,875
5
Jelek
1,875 < So < 2,75
6
Sangat Jelek
So > 2,75























































Bentik
















Klasifikasi :
Kingdom              : Animalia
Phylum                : Echinodermata
Clas                      : Asteroidea
Ordo                     : Forcipulata
Family                  : -
Genus                  : Asterias
Spesies                : Asterias vulgaris
Nama lokal          : Bintang laut                  (Jasin, 1992)
Asterias vulgaris
*      Morfologi
Tubuhnya berbentuk bintang dengan lima lengan atau bagian radial. Permukaan kulit pada bagian dorsal dan aboral terdapat duri-duri dengan berbagai ukuran. Di tengah-tengah tubuh sebelah dorsal terdapat lubang anus pada permukaan tubuh sebelah ventral atau oral terdapat mulut yang dikelilingi membran veristome dengan 5 (lima) alur ambulakral pada lengan tubuh. Pada tiap alur ambulakral terdapat dua deret atau 4 (empat) deret kaki-kaki. (Jasin, 1992).
*      Anatomi
Skelaton terdiri dari laminae yang tersusun rapat. Laminae ini disebut juga ossicula. Mereka diantara dua lapisan jaringan pengikat di dalam dinding badan. Di antara mereka juga terdapat pori kecil ialah pori dermal. Pada dataran aboral pada ossikula berpangkal spinae. Diantara spinae tersebut, ada yang dapat digerakkan. (Radioeputro, 1996).
*      Reproduksi
Jenis kelami terpisah, namun pada tiap penjuluran terdapat sepasang gonad. Masing-masing gonad berlubang pada sisi aboral di dekat pangkal penjuluran. Telur dan sperma dicurahkan dalam satu musim, denfertilisasi terjadi di luar tubuh (dalam air). Embrio tubuh terjadi larva dan berenang bebas. Larva ini bersimetris bilateral. (Mukayat,1989).
*      Habitat
Asterias vulgaris  hidup dalam air laut. (Radioep utro, 1996).





KESIMPULAN DAN SARAN


A.   Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil analisa yang objektif, maka dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa parameter oseanografi Pulau Ballang Lompo yakni :
*      Pasang surut harian pada perairan Pantai Pulau Ballang Lompo  bertipe semi diurnal,  terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dan tingginya hampir sama. Pasang tertinggi 240 cm, pasang terendah 82 cm serta tunggangan pasut yang didapat adalah  108 cm.
*      Untuk parameter gelombang, pada pagi hari tinggi gelombang signifkan tertinggi didapatkan pada stasiun stasiun 1 pada posisi sebelah tenggara yaitu sebesar  3,42 m sedangkan yang terendah pada stasiun 3dan 4  sebelah barat dan selatan dari pulau ballang Lompo sebesar 0 m.  Pada siang hari tinggi gelombang signifikan tertinggi didapatkan pada stasiun 4 yaitu sebesar 6,56 m dan terendah didapakan pada stasiun 3 sebesar 0 m. Pada sore hari tinggi gelombang signifikan tertinggi diperoleh pada stasiun3 sebesar 12,08  m dan terendah stasiun1 sebesar 3,48m.
*      Pada parameter kecepatan arus, kecepatan arus pada pagi hari tidak ada karena pengukuran arus dimulai pada siang hari. Kecepatan arus tertinggi pada siang hari didapat pada stasiun 1 dengan nilai sebesar 0,192 m/s sedangkan kecepatan arus terendah didapatkan pada stasiun 2 sebesar 0,25 m/s.. Pada sore hari kecepatan arus tertinggi didapatkan di stasiun stasiun 3 dengan nilai sebesar 0,263 m/s sedangkan yang terendah 4 sebesar 0,31 m/s
*      Dari parameter kedalaman di perairan Pulau Ballang Lompo maka kedalaman perairan yang kami amati cenderung berada pada zona litoral dan limnetik yaitu kedalaman sekitar 0-20 m. Dimana tingkat penetrasi cahaya cenderung masih bersifat fotik (masih tembus cahaya).  Adapun parameter suhu yang didapat pada Pulau Dutungan berkisar antara 29 -31 0C, parameter suhu tertinggi baik pada permukaan maupun pada kedalaman 1-85 meter cenderung sama pada setiap stasiun, yaitu 310C pada suhu permukaan dan 30 0C pada kedalaman 1-85 meter.  Untuk parameter salinitas yang didapatkan pada pulau tersebut yaitu berkisar antara 29-32 ppm. Sementara salinitas terendah untuk permukaan diperoleh pada stasiun 1 (A3 ) dengan nilai 29 ppm, dan yang tertinggi pada stasiun 2 dan 4 yakni32 ppm. Untuk parameter kecerahan yang didapatkan di lapangan berkisar antara 1-9 meter. Dimana parameter kecerahan tertinggi diperoleh pada stasiun 3 dan 4sebesar 9 meter, hal ini terjadi karena tingkat penetrasi cahaya pada stasiun tersebut cukup tinggi sementara arus turbiditas pada dasar perairan cenderung stbil, sedangkan  terendah terdapat  pada stasiun1  yaitu 6 meter
*      Kondisi suhu yang terjadi pada perairan pulau  Ballang Lompo sangat bervariasi pada setiap stasiun karena dipengaruhi oleh topografi dasar laut dan kandungan bahan organik serta kegiatan fisik laut laninnya.
*      Dilihat dari parameter oseanografi yang diukur maka perairan pulau Ballang Lompo masih termasuk perairan yang normal.
B.   Saran
Sarana dan pra sarana praktek baik di lapangan maupun di laboratorium sebaiknya dibenahi dan ditangani dengan sebaik-baiknya. Kelengkapan dan ketersediaan alat-alat praktek sangat membantu dalam baik tidaknya atau berhasil tidaknya suatu praktek.












DAFTAR PUSTAKA



Afrianto dan Liviawati, 1989. Beberapa Metode Budidaya Ikan. Penerbit Kanisius.     Yogyakarta.

Dahuri, R, Rais, J., Ginting, S.P., Sitepu, M.J., 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramitha. Jakarta.

Gossary, Benny. 2002. Skripsi Komposisi Jenis Fitoplankton Berbahaya di Sekitar Pelabuhan Soekarno Hatta. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Haruna, M dan Kaharuddin. 1991. Geologi Laut. Bidang Penerbitan Tektonika Himpunan Mahasiswa Geologi. Fakultas Teknikp UNHAS. Makassar.              
                                                 
Hutabarat, S. dan Stewart M. Evans, 1984. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hutabarat, Sahala dan Evans. 2000. Pengantar Oseanografi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

James W. Nybakken, 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi, Djambatan, Jakarta

Kramadibrata, S., 1985. Perencanaan Pelabuhan. Ganesa Exact. Bandung.

Nontji, A., 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Ongkosongo dan Suyarso, 1989. Pasang Surut. Pusat Penelitian dan Pengembagan Oseanologi LIPI. Jakarta.

Sulistijo, Atmadja, A. Kadi, Rachmaniar, 1996. Pengenalan Jenis-jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta.
 
Triatmojo, Bambang. 1999. Tehnik Pantai. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.


Yasir Baeda, Acmad. 2006. Pengantar Fisika Osenografi. Universitas   Hasanuddin     

No comments:

Post a Comment