GEOMORFOLOGI BENTANG ALAM (Geologi Teknik)
GEOMORFOLOGI BAWAH LAUT
MACAM
BENTUK LAHAN BAWAH LAUT / SAMUDERA
Heezen dan Wilson (1968, dari Gunter
et al., 1980) mengklasifikasikan bentuk lahan dasar samudera menjadi 3
bagian yang paling penting, yaitu :
Tepi benua (continental margin)
Cekungan laut dalam (deep-sea
basin)
Punggungan tengah samudera (mid-ocean
ridge)
Bloom (1978), mendasarkan kepada
kedalaman dan bentuk struktur geologi membagi bentuk lahan dasar samudera
menjadi 2 propinsi, yaitu :
Tepi benua (continental margin
) bagian yang lebih kecil.
Dasar laut dalam (deep-sea floor), bagian yang lebih luas.
Kedua propinsi di atas masing-masing
diperinci lagi. Pada kenyataannya di lapangan batas antara masing-masing bentuk
lahan tidak dapat ditentukan secara lebih jelas dan mudah. Pembeda antara tepi
benua dengan dasar laut dalam adalah bahwa
tepi benua secara struktural merupakan bagian dari benua dan pernah mengalami
kontak dengan udara di permukaan selama terjadi akumulasi sedimen yang berasal
dari daratan. Sedangkan dasar laut dalam sangat berlawanan, memiliki struktur kerak samudera dan tidak
pernah berada di atas permukaan laut
Stowe (1978) berpendapat bahwa
kondisi bawah samudera secara geomorfologis dapat dibagi menjadi : paparan (shelf),
lereng (slope), jendulan (rise), cekungan samudera (ocean
basin), sistem punggungan tengah samudera (Mid Oceanic Ridge System),
dan kenampakan lain yang lebih kecil yang terdapat pada dasar samudera.
Tepi Benua
Tepi benua pada bagian paling tepi
disebut laras benua (continental
shelf). Kelerengannya landai dari pantai sampai kedalaman 150 – 200
m. pada akhir dari laras (shelf break) kelerengannya menjadi curam
secara tiba-tiba disebut lereng benua (continental
slope). Bagian di bawah tepi benua yang menumpang di atas kerak
samudera menyerupai tinggian disebut jendulan
benua (continental rise). Kenampakan laras benua, lereng benua
dan jendulan benua menunjukkan tepi pasif (passive margin) dari benua
pada lempeng litosfer
Laras
Benua (Continental Shelf)
Sekitar 15 % dari bentang lahan
bawah samudera merupakan laras benua dan lereng benua (Menard & Smith,
1969, dalam Bloom, 1978). Laras benua didefinisikan sebagai dataran atau teras yang dangkal dari pantai
ke arah laut suatu benua yang dibatasi oleh kelerengan yang menjadi curam
secara tiba-tiba dengan kedalaman berkisar 20 – 200 m (Shepard, 1973,
dalam Bloom, 1978). Lebar rata-rata dari laras benua adalah 75 km dengan
kelerengan 0007’ (sekitar 2 m/ km). Akumulasi sedimen pada laras benua 70 % nya
merupakan hasil deposisi yang terjadi sewaktu muka air laut mengalami regresi.
Lereng
benua (Continental Slope)
Lereng benua adalah kenampakan permukaan topografi yang paling
tinggi, paling curam dan paling panjang di dasar laut (Dietz, 1964,
dalam Bloom, 1978). Dari batas laras benua, kedalaman sekitar 200 m, lereng
benua menunjam sepanjang 1 – 3 km menuju puncak dari jendulan benua pada
kedalaman 1500 m dengan kelerengan sekitar 4017’ (sekitar 75m/km). Gawir yang curam
pada lereng benua terjadi oleh kontrol struktur, beberapa lereng benua
merupakan gawir patahan.
Dasar Laut Dalam
Jendulan
Benua (Continental Rise)
Di dasar dari lereng benua, pada
kedalaman beberapa km, kelerengan yang curam berangsur-angsur berkurang menjadi
10 atau kurang dari itu, ke arah laut dalam bentuk lahan ini dibatasi
perbukitan tubir (abyssal hills) atau dataran tubir (abyssal plain).
Jendulan benua mencakup 5 % dari seluruh dasar samudera.
Pada Jendulan benua terakumulasi
sedimen dengan jumlah sangat besar dan membaji (mencapai ketebalan hingga 6 km)
memanjang hingga 300 – 600 km dihitung dari dasar lereng. Sedimen tersebut
berasal dari laras benua , dan merupakan akumulasi sedimen yang terbesar yang
terdapat di bumi (Emery, et al., 1970, dalam Bloom, 1978).
Dataran
Tubir (Abyssal Plain) dan Bukit-bukit tubir (Abyssal hills)
Sekitar 42 % dari dasar samudera,
atau hampir mencapai 30 % dari permukaan bumi, merupakan dataran tubir dan
perbukitan tubir (Menard & Smith,
1966, dalam Bloom, 1978). Kedalamannya berkisar 3 – 6 km di bawah muka air laut
dengan ketinggian bukit tubir mencapai beberapa ratus hingga 1000 m dari dasar
samudera dan merupakan fungsi dari umur kerak samudera.
Perbukitan tubir terbentuk oleh
vulkanisme dan tektonik pada pemekaran tengah samudera (sea floor spreading)
kemudian terbawa menjauh secara lateral dari punggungan tengah samudera oleh
pergerakan lempeng dan kontraksi panas.
Jika pemekarannya berlangsung cepat,
maka topografi bukit-bukit tubir akan landai, jika pemekaran berlangsung
lambat, maka akan terbentuk topografi yang kasar
Dataran tubir merupakan permukaan pengendapan yang terisi oleh
lempung maupun lanau biogenik asal daratan (terrigoneous).
Ketebalannya mencapai beberapa ratus meter. Batuannya terdiri dari lempung
coklat, tetapi pada daerah dengan air permukaannya kaya nutrisi akan
menghasilkan endapan yang didominasi oleh siliceous diatomea atau calcareous
foraminifera
Punggungan
Tengah Samudera (Mid Ocean Ridge)
Punggung tengah samudera merupakan barisan pegunungan bawah samudera pada
kedalaman laut kurang dari 4 km, tetapi pada sisi-sisinya merupakan samudera
yang lebih dalam. Lebar bentuk lahan ini mencapai ribuan km dengana
ketinggian mencapai 2 km, dan agihannya
mencapai sepertiga dari bentuk lahan samudera (Bloom, 1978). Punggung tengah
samudera adalah bagian paling muda dari kerak samudera yang membentuk dasar
samudera, dan hanya memiliki lapisan sedimen yang tipis di atasnya. Bentuk
lahan ini dicirikan oleh adanya kompleks sesar geser (transform fault).
Punggung tengah samudera merupakan
suatu sitem gabungan dari punggung samudera (ocean ridge) dan jendulan
samudera (ocean rise). Antara ridge dan rise hanya dibedakan atas
kelerengannya, Ridge lebih terjal dan digunakan untuk barisan pegunungan di
tengah Atlantik, sedangkan rise menyerupai tonjolan diterapkan untuk kenampakan
di Pasifik Timur. Pada bagian tengah dari sitem punggung tengah samudera
ditemui lembah curam dan dalam (rift valley). (Hutabarat & Evans,
1986).
Cekungan
Samudera (Ocean Basin)
Cekungan samudera berada antara
lereng benua dan sistem punggungan tengah samudera dan mempunyai rata-rata
kedalaman 4000 – 6000 m. Luas cekungan samudera ini merupakan 30 % dari luas
keseluruhan permukaan bumi
Pada dasar Cekungan samudera ini
terdapat ratusan hingga ribuan abyssal hill, juga kadang seamount.
Seamount dan guyot (gunung api
bawah samudera)
Sebagian kecil dari dasar samudera
terdiri dari gunung api, terisolasi atau merupakan pegunungan yang bukan
merupakan bagian dari punggung tengah samudera. Elevasi yang menjulang sekitar 3 – 4 km dari dasar samudera sampai
beberapa ratus meter di bawah permukaan laut.
Gunung api bawah samudera dengan puncak berupa kerucut vulkanik disebut seamount,
sedangkan yang berpuncak datar biasa
disebut guyot (Hess, dalam Bloom, 1978).
Pada beberapa guyot ditemui
sedimen laut dangkal seperti kerikil pantai dan endapan koral tetapi saat ini
tertutup oleh endapan pelagik karena terletak pada kedalaman 400 – 2000 m.
Puncak yang datar dari guyot ini selain akibat erosi, juga dapat terbentuk oleh
erupsi vulkanik.
Palung
Samudera (trench) dan Busur Kepulauan (Island arc)
Bagian paling dalam dari samudera
tidak terletak di tengahnya , tetapi pada bagian dekat tepi.
Sekitar setengah dari tepi benua
dibatasi oleh palung yang ,memiliki kedalaman sampai 2 kali kedalaman dasar
samudera. Palung samudera adalah suatu jalur yang terjal, sempit dan memanjang
pada dasar samudera yang dapat mencapai kedalaman 10.000 m.
Keberadaan palung pada umumnya
selalu berasosiasi dengan busur kepulauan, yaitu rangkaian- pulau-pulau atau
busur punggungan yang memisahkan laut dangkal dengan laut dalam serta sering
merupakan pusat gempa dan aktivitas vulkanisme.
Morfologi
bawah samudera Minor
Ada beberapa bagian dari morfologi
bawah samudera/laut yang lebih kecil bentuk dan ukurannya yaitu plato, palung
samudera, reef dan atol.
Plato
Terdapat
sejumlah bagian kerak benua yang terangkat ke permukaan laut berupa dataran
membentuk pulau kecil. Tingginya sekitar 1 – 2 km di atas dasar laut. Kerak
pada bagian plato ini lebih tebal jika dibanding sekitarnya. Sifat keraknya
sama dengan kerak benua. Sebagian dari plato ini terbentuk dari sisa kerak
benua masa lampau geologi, atau hasil pengerjaan vulkanik lokal.
Reef dan Atol
Di daerah dengan kondisi air laut
hangat, kedalaman dasar laut berkisar 50 m, kondisi air laut jernih, jauh dari
delta atau sungai maka akan sangat menguntungkan bagi pertumbuhan koral. Koral
ini akan berkoloni membentuk kelompok besar yang disebut reef. Apabila reef ini
tumbuh disekitar pulau kecil sisa vulkanik atau suatu plato, maka koloni koral
ini akan tumbuh mengelilingi pulau tersebut, sebagai akibat erosi atau
mengalami penurunan muka air laut maka yang tersisa hanya koloni koral ini yang
berbentuk cincin yang biasa disebut atol.
BENTANG ALAM DELTA DAN
PANTAI
Delta
Delta adalah suatu bentuk yang
menjorok keluar dari garis pantai (seperti huruf D), terbentuk saat sungai
masuk ke laut, dengan banyaknya suplai sedimen yang dibawa air sungai lebih
cepat dibanding proses pendistribusian oleh proses-proses di pantai.
Proses yang Mempengaruhi Pembentukan
Delta
1. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap proses
fisika, kimia, dan biologi dalam semua komponen sistem sungai. Pada daerah
tropis, penyediaan volume air permukaan besar. Pelapukan fisika dan kimia
berpengaruh terhadap tingkat sedimentasi.
2. Debit Sungai
Debit sungai tergantung dari faktor
iklim, mempengaruhi bentuk geometri delta. Delta dengan debit air dan
sedimennnya tinggi dan konstan tiap tahunnya menghasilkan suatu tubuh pasir
yang panjang dan lurus serta umumnya membentuk sudut yang besar terhadap garis
pantai. Sebaliknya bila produk sedimen serta variasi debit air setiap tahunnya
berbeda, maka terjadinya perombakan tubuh-tubuh pasir yang tadinya diendapkan
oleh proses-proses laut dan cenderung membentuk tubuh delta yang sejajar dengan
garis pantai.
3. Produk Sedimen
Delta tidak akan terbentuk jika
produk sedimennya terlalu kecil.
4. Energi gelombang
Energi gelombang merupakan mekanisme
penting dalam merubah dan mencetak sedimen delta yang berada di laut menjadi
suatu bentuk tubuh pasir di daerah pantai.
5. Proses Pasang Surut
Beberapa delta mayor di dunia
didominasi oleh aktivitas pasang yang kuat. Diantaranya adalah delta
Gangga-Brahmanaputra di Bangladesh, dan delta Ord di Australia.
6. Arus pantai
Arus pantai mengorientasikan
tubuh-tubuh pasir hingga membentuk sejajar atau hampir sejajar dengan arah
aliran sungai.
7. Kelerengan paparan
Kelerengan paparan benua sangat
berperan dalam menentukan pola perpindahan delta, yang terjadi dalam waktu yang
cukup lama.
8. Bentuk Cekungan Penerima dan proses Tektonik
Bentuk cekungan penerima merupakan
pengontrol terhadap konfigurasi delta serta pola perubahannya. Daerah dengan
tektonik yang aktif dengan akumulasi sedimen yang sedikit, sulit terbentuk
delta . sebaliknya untuk daerah dengan tektonik pasif dan akumulasi sedimen
yang banyak akan terbentuk delta yang baik.
Syarat-Syarat terbentuknya Delta
- Arus
sungai pada bagian muara mempunyai kecepatan yang minimum.
- Jumlah
bahan yang dibawa sungai sebagai hasil erosi cukup banyak
- Laut
pada daerah muara sungai cukup tenang.
- Pantainya
relatif landai.
- Bahan-bahan
hasil sedimentasi tidak terganggu oleh aktivitas air laut.
- Tidak
ada gangguan tektonik, kecuali penurunan dasar laut seimbang dengan
pengendapan sungai
Unsur-unsur
Dasar Delta
- Sungai
: sebagai sarana pengangkut material
- Distributary
Channel
- Delta
Plain : Bagian delta yang berada di daratan, umumnya
merupakan rawa-rawa.
- Delta
Front / Delta Slope : bagian delta yang berada di depan delta
plain, dan merupakan laut dangkal.
- Pro
delta : bagian terdepan dari delta yang menuju ke laut
lepas.
Klasifikasi Delta
1. Menurut Fisher, dkk. (1969)
Dasar klasifikasi :
Proses fluvial dan influks sedimen.
Proses laut (gelombang dan arus
bawah permukaan).
Dibagi menjadi 3 kelas, yaitu :
Cuspate Delta.
Lobate Delta.
Elongate Delta / Bird Food Delta
CUSPATE DELTA
2. Menurut Galloway (1975) :
Dasar : dominasi proses fluvial,
gelombang dan pasang surut, yaitu :
Bird foot delta : jika
pengaruh fluvial paling dominan.
Cuspate delta : jika pengaruh gelombang paling
dominan.
Estuarine delta : jika
pengaruh pasang surut paling dominan.
Ada 2 hal yang penting untuk
diperhatikan :
A.
Homopyonal Flow : densitas air sungai
dan laut equal
B.
Hyperpyonal Flow : densitas air sungai lebih tinggi
C.
Hypopyonal Flow : densitas air sungai lebih rendah.
Bentang Alam Pantai
Pantai adalah jalur atau
bidang yang memanjang, tinggi serta lebarnya dipengaruhi oleh pasang surut dari
air laut, yang terletak antara daratan dan lautan (Thombury, 1969).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
morfologi pantai : pengaruh diatropisme, tipe batuan, struktur geologi,
perubahan naik turunnya muka air laut, serta pengendapan sedimen asal
daratan/sungai, erosi daratan dan angin.
Daerah pantai yang masih mendapat
pengaruh air laut dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :
Beach (daerah
pantai), yaitu daerah yang langsung mendapat pengaruh air laut dan selalu dapat
dicapai oleh pasang naik dan pasang surut.
Shore line (garis
pantai), yaitu jalur pemisah yang relatif berbentuk baris dan relatif merupakan
batas antara daerah yang dicapai air laut dan yang tidak bisa.
Coast (pantai),
yaitu daerah yang berdekatan dengan laut dan masih mendapat pengaruh dari air
laut.
Klasifikasi Pantai
1.
Klasifikasi Pantai Secara Klasik, Johnson
(1919), dibagi menjadi :
a. Pantai tenggelam (submergence coast)
:dibentuk karena
penenggelaman daratan atau naiknya
muka laut, ciri : garis pantai tidak
teratur, ada pulau-pulau di depan pantai,
teluk yang dalam, dan lembah- lembah
yang turun.
Contoh pantai ini adalah :
Pantai Ria : pantai yang sebelum
teggelam telah mengalami erosi darat, terutama erosi fluvial.
Pantai Fyord : pantai yang sebelum
tenggelam mengalami proses glasiasi (lihat gambar VII.6.).
Kenampakan
pada peta topografi :
Garis pantainya tidak teratur.
Garis kontur berkelok-kelok tidak
beraturan.
Pantainya relatif curam, ditandai
dengan adanya garis kontur yang relatif rapat.
Perkampungan di sekitar pantai
umumnya tidak sejajar dengan garis pantai.
b. Pantai Naik (emergence
coast)
Pantai yang dibentuk oleh majunya
garis pantai atau turunnya muka laut, ciri : garis pantai relatif lurus,
relief-relief rendah, terbentuknya undak-undakan pantai dan gosong pantai atau
tanggul-tanggul dimuka pantai.
Kenampakan pada peta topografi :
Garis pantai relatif lurus, ditandai
dengan kontur yang lurus.
Pantai relatif landai, ditunjukkan
oleh garis kontur yang renggang.
Jika dijumpai perkampungan umumnya
relatif sejajar dengan garis pantai.
c. Pantai Netral
Pantai yang tidak mengalami
penenggelaman ataupun penaikkan dan biasanya dicirikan oleh adanya garis pantai
yang relatif lurus, pantainya landai dan ombak tidak besar.
Beberapa contoh pantai ini antara
lain :
Pantai delta
Pantai dataran aluvial
Pantai gunung api
Pantai terumbu karang
Pantai sesar
Kenampakan pada peta topografi :
Adanya delta plain, alluvial
plain, dll
Biasanya garis kontur renggang
Bentuk garis pantainya relatif lurus
melengkung
Sungai dibagian muara mempunyai
banyak cabang, yang seolah-olah mempunyai pola sungai berbentuk pohon
(dendritik).
d. Pantai Campuran
Pantai yang mempunyai kenampakan
lebih dahulu terbentuk daripada yang lain. Seperti kanampakan undak pantai, lembah
yang tenggelam, yang merupakan hasil dari naik turunnya permukaan air laut.
Kenampakan
pada peta topografi :
Adanya dataran pantai, teras-teras (emergence)
Adanya teluk-teluk dengan kontur
yang relatif rapat (submergence)
Perkampungan tidak teratur.
2. Klasifikasi Pantai Secara Genetik dan Deskriptif, Valentine (1952)
3.
Klasifikasi Pantai Berdasarkan Tenaga Geomorfik
Shepard (1963) dikutip Sunarto
(1991) mengelompokkan pantai menjadi 2 (dua), yaitu :
a. Pantai primer (muda).
Pantai primer terbentuk oleh
tenaga-tenaga dari darat (erosi, deposisi darat, gunung api, sesar dan
lipatan).
b. Pantai sekunder (dewasa).
Pantai sekunder terjadi dari hasil
proses laut, meliputi erosi laut, deposisi laut dan bentukan organik.
Macam-macam Pantai Primer
Pantai karena erosi dari daratan.
Erosi baik oleh sungai maupun glasial sebelum mengalami pengangkatan.
Pantai yang dibentuk oleh
pengendapan asal darat.
Pantai hasil pengendapan fluvial,
misalnya pantai delta, pantai daratan aluvial yang turun (Pantai semarang).
Pantai pengendapan glasial, misalnya
sebagai morena yang tenggelam atau sebagai drumline yang
tenggelam
Pantai yang karena pengendapan pasir
oleh angin (prograding sand dune).
Meluasnya tumbuh-tumbuhan pada pantai
atau rawa bakau yang luas (contohnya pantai di dekat Townsvill, timur laut
Queensland, australia).
Bentuk pantai akibat aktivitas
volkanisme
Pantai yang dipengaruhi oleh aliran
lava masa kini. Cirinya jika lavanya basa bentuk pantai tak teratur, kalau asam
bentuk pantai lebih teratur.
Pantai amblesan volkanik dan pantai
kaldera.
Pantai yang terbentuk akibat adanya
pengaruh diatrophism atau tektonik
Pantai yang terbentuk karena
patahan.
Pantai yang terbentuk karena lipatan
Macam-macam Pantai Sekunder
Bentuk pantai karena erosi laut
Pantai yang berliku-liku karena
erosi gelombang
Pantai terjal yang lurus karena
erosi gelombang
Bentuk pantai karena pengendapan
laut
Pantai yang lurus karena pengendapan
gosong pasir (bars) yang memotong teluk.
Pantai yang maju karena pengendapan
laut.
Pantai dengan gosong pasir lepas
pantai (offshore bars and longshore spit)
4. Klasifikasi Pantai secara Klimato- genetik
Dasar : hubungan antara energi
gelombang dengan morfologi pantai, serta memperhatikan signifikasi peninggalan
sejarah dan aspek-aspek geologis dalam evolusi pantai.
Dibagi menjadi :
a. Pantai Lintang Rendah
Ciri : energi gelombang rendah dan
lingkungan angin pasat. Sedimen pantai banyak, terdapat hubungan antara variasi
morfologi pantai dan wilayah hujan. Mangrove tumbuh di daerah beriklim tropis
panas-basah, sedangkan gumuk pantai terdapat di lingkungan yang beriklim tropik
panas-kering.
b. Pantai Lintang tengah
Terdapat di lingkungan gelombang
berenergi tinggi. Karena aktivitas gelombang dan abrasi bertenaga tinggi itu,
maka cliff dan bentukan yang berasosiasi dapat berkembang dengan baik.
c. Pantai Lintang Tinggi
Pantai ini dicirikan dengan
gelombang berenergi rendah. Kebanyakan merupakan sisa-sisa pembekuan.
Perkembangan morfologi cliff dipengaruhi kuat oleh gerakan massa batuan
dalam skala besar.
Proses-Proses
di Pantai.
Kenampakan menyerupai jembatan pada
batuan lava (lava bridge) akibat abrasi oleh gelombang
Kenampakan cliff akibat abrasi
gelombang pada tebing yang berlitologi batugamping
BENTANG ALAM EOLIAN
Bentang alam eolian
merupakan bentang alam yang dibentuk karena adanya aktivitas angin.
Bentang alam ini banyak
dijumpai pada daerah gurun pasir.
Terjadinya gurun pasir
sendiri lebih diakibatkan karena adanya pengaruh iklim dan bukan merupakan
hasil khusus dari agen geologi tertentu.
PROSES-PROSES OLEH ANGIN
Angin, meskipun bukan
sebagai agen geomorfik yang sangat penting (topografi yang dibentuk oleh angin
tidak banyak dijumpai ), namun tetap tidak dapat diabaikan. Proses-proses yang
disebabkan oleh angin meliputi erosi, transportasi dan deposisi.
Erosi oleh Angin
Erosi oleh angin
dibedakan menjadi dua macam, yaitu deflasi dan abrasi atau
korasi.
Deflasi adalah proses
lepasnya tanah dan partikel-partikel kecil dari batuan yang diangkut dan dibawa
oleh angin. Sedangkan abrasi merupakan proses penggerusan batuan dan permukaan
lain oleh partikel-partikel yang terbawa oleh aliran angin.
Transportasi oleh
Angin
Cara transportasi oleh angin pada
dasarnya sama dengan cara transportasi oleh air, yaitu secara melayang (suspesion)
dan menggeser di permukaan (traction).
Secara umum partikel halus (debu)
dibawa secara melayang dan yang berukuran pasir dibawa secara menggeser di
permukaan (traction). Pengangkutan secara traction ini meliputi
meloncat (saltation) dan menggelinding (rolling).
Pengendapan oleh Angin
Jika kekuatan angin yang
membawa material berkurang atau jika turun hujan, maka material-material (pasir
dan debu) tersebut akan diendapkan.
MACAM-MACAM BENTANG
ALAM EOLIAN
Dilihat dari proses
pembentukannya, bentang alam eolian dapat dikelompokkan
menjadi 2, yaitu :
- bentang alam akibat proses erosi oleh angin
- bentang alam akibat proses pengendapan oleh
angin.
Bentang Alam Eolian
Akibat Proses Erosi
Akibat Proses Erosi
Proses erosi oleh
angin dibedakan menjadi 2, yaitu deflasi
dan abrasi. Bentang alam yang disebabkan oleh proses erosi ini juga
dibedakan menjadi 2, yaitu bentang alam hasil proses deflasi dan bentang
alam hasil proses abrasi.
Bentang Alam Hasil
Proses Deflasi
Bentang alam hasil proses deflasi
dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :
- Cekungan deflasi (deflation basin)
- Lag gravel
- Desert varnish
a. Cekungan
deflasi (deflation basin)
Cekungan deflasi
merupakan suatu cekungan yang diakibatkan oleh angin pada daerah yang lunak dan
tidak terkonsolidasi atau material-material yang tersemen jelek. Cekungan
terbentuk akibat material yang ada dipindahkan oleh angin ke tempat lain.
Contoh cekungan ini
terdapat di Gurun Gobi, yang terbentuk karena batuan telah diurai oleh adanya
pelapukan. Cekungan ini mempunyai ukuran antara 300 meter sampai lebih dari 45
kilometer panjangnya, dan dari 15 meter sampai 150 meter dalamnya.
b. Lag
gravel
Deflasi terhadap debu
dan pasir yang ditinggalkan merupakan material yang kasar (granule, pebble,
dan fragmen-fragmen yang besar), disebut lagstone. Akumulasi seperti itu
dalam waktu yang lama bisa menjadi banyak dan menjadi lag-gravel atau
bahkan sebagai desert pavement, dimana sisa-sisa fragmennya berhubungan
satu sama lain saling berdekatan.
c. Desert
varnish
Beberapa lagstone
yang tipis, mengkilat, berwarna hitam atau coklat dan permukaannya tertutup
oleh oksida besi, dikenal sebagai desert varnish.
Fenomena Hasil Proses
Abrasi
Fenomena hasil proses
abrasi atau korasi :
- Bevelad stone
- Polish
- Grooves
- Sculpturing (Penghiasan)
a.
Bevelad stone
Beberapa sisa batuan
yang dihasilkan oleh abrasi angin yang mengandung pasir akan membentuk einkanter
atau dreikanter yang dalam Bahasa Inggris disebut single edge atau
three edge.
Einkanter terbentuk dari perpotongan antara pebble yang mempunyai kedudukan
tetap dengan arah angin yang tetap (konstan). Dreikanter terbentuk dari
perpotongan antara pebble yang posisinya overturned akibat
perusakan pada bagian bawah dengan arah angin yang tetap atau dapat juga
disebabkan oleh arah angin yang berganti-ganti terhadap pebble yang
mempunyai kedudukan tetap sehingga membentuk bidang permukaan yang banyak.
b. Polish
Polish ini terbentuk
pada batuan yang mempunyai ukuran butir halus digosok oleh angin yang
mengandung pasir (sand blast) atau yang mengandung silt (silt blast),
yang mempunyai kekuatan lemah, sehingga hasilnya akan lebih mengkilat, misalnya
pada kuarsit, akibat erosi secara abrasi akan lebih mengkilat.
c.
Grooves
Angin yang mengandung pasir dapat juga menggosok dan
menyapu permukaan batuan membentuk suatu alur yang dikenal sebagai grooves.
Pada daerah kering, alur yang demikian itu sangat jelas. Alur-alur tersebut
memperlihatkan kenampakan yang sejajar dengan sisi sangat jelas.
d.
Sculpturing (Penghiasan)
Banyak perbedaan bentuk
topografi diakibatkan oleh kombinasi pelapukan dan abrasi angin. Termasuk
disini adalah batujamur (mushroom rock), yaitu batu yang tererosi oleh
angin yang mengandung pasir, sehingga bentuknya menyerupai jamur (mushroom)
Bentang Alam
Hasil Pengendapan Angin
Hasil Pengendapan Angin
Hasil proses pengendapan ini
dibedakan menjadi 2, yaitu :
- Dune
- Loess
Dune
Dune adalah suatu timbunan yang dapat bergerak atau berpindah, bentuknya
tidak dipengaruhi oleh bentuk permukaan ataupun rintangan (badhold, 1923, dalam
Thornbury, 1964).
Tipe-tipe dune ini menurut
Hace (1941, dalam Thornbury, 1964), digolongkan menjadi 3, yaitu :
a.
Tranversal dune
Tranversal dune merupakan punggungan-punggungan pasir yang berbentuk memanjang tegak
lurus dengan arah angin yang dominan. Bentuk ini tidak dipengarahi oleh faktor
tumbuh-tumbuhan.
Tranversal
dune
b. Parabollic dune
Parabollic dune merupakan dune yang berbentuk sekop /
sendok atau berbentuk parabola. Bentuk ini karena dipengaruhi oleh adanya
tumbuh-tumbuhan.
c.
Longitudinal dune
Longitudinal dune merupakan punggungan-punggungan pasir yang terbentuk memanjang sejajar
dengan arah angin yang dominan. Material pasir diangkut secara cepat oleh angin
yang relatif tetap.
Sketsa tranversal
dune, parabollic dune, dan longitudinal dune (Selby. M.J. 1985)
Klasifikasi dune menurut Emmon’s (1960)
Menurut Emmon’s (1960),
bentuk-bentuk dune dapat bermacam-macam, tergantung pada banyaknya
pertambahan pasir, pengendapan di tanah, tumbuh-tumbuhan yang menghalangi dan
juga arah angin yang tetap.
Berdasarkan hal-hal
tersebut, maka tipe-tipe dune digolongkan menjadi :
Tipe-tipe Dune
a. Lee
dune (sand drift)
Lee dune atau sand driff adalah dune yang berkembang memanjang,
merupakan punggungan pasir yang sempit berada di belakang batuan batuan atau
tumbuh-tumbuhan. Dune ini mempunyai kedudukan tetap, tetapi dengan
adanya penambahan jumlah pasir yang banyak maka dapat juga menjadi jenis dune
yang bergerak dari ujung sand driff.
b.
Longitudinal dune
Longitudinal dune mempunyai arah memanjang searah dengan arah angin yang efektif dan
dominan. Terbentuknya karena angin tertahan oleh rumput atau pohon-pohon kecil.
Kadang-kadang berbentuk seperti lereng dari suatu lembah.
c. Barchan
Barchan terbentuk pada daerah yang terbuka, tak dibatasi oleh topografi atau
tumbuh-tumbuhan dimana arah angin selalu tetap dan penambahan pasir terbatas
dan berada di atas batuan dasar yang padat. Barchan ini berbentuk koma,
dengan lereng yang landai pada bagian luar, serta mempunyai puncak dan sayap.
Barchan
a. Pembentukan barchan di belakang pohon-pohon kecil.
b. Pembentukan barchan di belakang dan di depan sebuah batu.
b. Pembentukan barchan di belakang dan di depan sebuah batu.
Diagram yang menunjukkan arah dan gerak angin selama proses pembentukan barchan
d. Seif
Seif adalah longitudinal dune yang berbentuk barchan dengan
salah satu lengannya jauh lebih panjang akibat kecepatan angin yang lebih kuat
pada lengan yang panjang. Misalnya di Arabian Sword, seif berassosiasi
dengan barchan dan berkebalikan antara barchan menjadi seif.
Perubahan yang lain misalnya dari seif menjadi lee dune.
e. Tranversal Dune
Tranversal dune terbentuk pada daerah dengan penambahan pasir yang banyak dan kering,
angin bertiup secara tetap, misalnya pada sepanjang pantai. Pasir yang banyak
itu akan menjadi suatu timbunan pasir yang berupa punggungan atau deretan
punggungan yang melintang terhadap arah angin.
f.
Complex dune
Conplek dune terbentuk pada daerah dengan angin berubah-ubah, pasir dan vegetasinya
agak banyak. Barchan, seif dan tranversal dumne yang berada
setempat-setempat akan berkembang sehingga menjadi penuh dan akan terjadi
saling overlap sehingga akan kehilangan bentuk-bentuk aslinya dan akan
mempunyai lereng yang bermacam-macam. Keadaan ini disebut sebagai complex
dune.
Menurut Emmons (1960,
dalam Thornbury, 1969), dune ini biasanya mempunyai ketinggian antara 6
m sampai 20 m, tetapi beberapa dune dapat mencapai ketinggian beberapa
puluh meter. Sedangkan kecepatan bergerak atau berpindahnya berbeda-beda
tergantung pada kondisi daerahnya. Biasanya tidak lebih dari beberapa meter per
tahun, tetapi ada juga yang samp0ai 30 m per tahun.
Tabel pembentukan dune (Bloom : 339)
Loess
Daerah yang luas yang
tertutup material-material halus dan lepas disebut Loess. Beberapa
endapan Loess yang dijumpai di Cina barat mempunyai ketebalan sampai
beberapa ratus meter. Sedangkan di tempat lain kebanyakan endapan loess
ini hanya mencapai beberapa meter saja. Beberapa endapan loess menutupi
daerah yang sangat subur.
Penyelidikan secara
mikroskopis memperlihatkan bahwa loess berkomposisi partikel-partikel
angular, dengan diameter kurang dari 0,5 mm. Terdiri dari kuarsa, feldspar,
hornblende, dan mika.
Kebanyakan butiran-butiran tersebut
dalam keadaan segar atau baru terkena pelapukan sedikit. Kenampakan ini
menunjukkan bahwa loess tersebut merupakan hasil endapan dari debu dan
lanau yang diangkut dan diendapkan oleh angin.
BENTANG ALAM FLUVIAL
BENTANG ALAM FLUVIAL
satuan geomorfologi yang
pembentukannya erat hubungannya dengan proses fluviatil.
Proses fluviatil : semua proses yang
terjadi di alam baik fisika, maupun kimia yang mengakibatkan adanya perubahan
bentuk permukaan bumi, yang disebabkan oleh aksi air permukaan, baik yang
merupakan air yang mengalir secara terpadu (sungai), maupun air yang tidak terkonsentrasi ( sheet water).
proses fluviatil akan menghasilkan
suatu bentang alam yang khas sebagai akibat tingkah laku air yang mengalir di
permukaan.
Bentang alam yang dibentuk dapat
terjadi karena proses erosi maupun karena proses sedimentasi yang dilakukan
oleh air permukaan.
Proses fluviatil ini bervariasi
intensitasnya.
Perlu diketahui bahwa air permukaan
merupakan salah satu mata rantai dari siklus hidrologi. Adanya air permukaan
sangat dikontrol oleh adanya air hujan, sedangkan besar kecilnya jumlah air
permukaan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu :
- Nilai
curah hujan
- Jumlah
vegetasi
- Kelerengan
- Jenis
Litologi
- Iklim
Siklus hidrologi
Macam-macam Proses Fluviatil
- Proses
erosi
Erosi yang dilakukan oleh air dapat
dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
Quarrying, yaitu
pendongkelan batuan yang dilaluinya.
Abrasi, yaitu penggerusan terhadap
batuan yang dilewatinya.
Scouring, yaitu
penggerusan dasar sungai akibat adanya ulakan sungai, misalnya pada daerah cut
off slope pada Meander.
Korosi, yaitu terjadinya reaksi
terhadap batuan yang dilaluinya.
Berdasarkan
arahnya, erosi dapat dibedakan menjadi :
Erosi vertikal, erosi yang arahnya
tegak dan cenderung terjadi pada daerah bagian hulu dari sungai menyebabkan
terjadinya pendalaman lembah sungai.
Erosi lateral, yaitu erosi yang
arahnya mendatar dan dominan terjadi pada bagian hilir sungai, menyebabkan sungai bertambah lebar
.
Erosi yang berlangsung terus hingga
suatu saat akan mencapai batas dimana air sungai sudah tidak mampu mengerosi
lagi dikarenakan sudah mencapai erosion
base level.
Erosion base level ini dapat dibagi
menjadi
ultimate base level yang base levelnya
berupa permukaan air laut
temporary base level yang base
levelnya lokal seperti permukaan air danau, rawa, dan sejenisnya.
Intensitas erosi pada suatu sungai
berbanding lurus dengan kecepatan aliran sungai tersebut.
Erosi akan lebih efektif bila media
yang bersangkutan mengangkut bermacam-macam material. Erosi memiliki tujuan
akhir meratakan sehingga mendekati ultimate base level.
2.
Proses Transportasi
adalah proses perpindahan /
pengangkutan material oleh suatu tubuh air yang dinamis yang diakibatkan oleh
tenaga kinetis yang ada pada sungai sebagai efek dari gaya gravitasi
Dalam
membahas transportasi sungai dikenal istilah :
stream capacity : jumlah beban
maksimum yang mampu diangkat oleh aliran sungai
stream competance : ukuran maksimum
beban yang mampu diangkut oleh aliran sungai.
Sungai mengangkut material hasil
erosinya secara umum melalui 2 mekanisme, yaitu mekanisme bed load dan suspended load .
Mekanisme bed load : pada
proses material-material tersebut terangkut sepanjang dasar sungai, dibedakan
menjadi beberapa cara, antara lain :
Traction : material
yang diangkut terseret di dasar sungai.
Rolling : material
terangkut dengan cara menggelinding di dasar sungai.
Saltation : material
terangkut dengan cara menggelinding pada dasar sungai.
Mekanisme suspended load : material-material
terangkut dengan cara melayang dalam tubuh sungai, dibedakan menjadi :
Suspension : material
diangkut secara melayang dan bercampur dengan air sehingga menyebabkan sungai
menjadi keruh.
Solution : material
terangkut, larut dalam air dan membentuk larutan kimia.
Mekanisme transportasi sedimen
3. Proses sedimentasi
Proses sedimentasi terjadi ketika
sungai tidak mampu lagi mengangkut material yang dibawanya. Apabila tenaga
angkut semakin berkurang, maka material yang berukuran kasar akan diendapkan
terlebih dahulu baru kemudian diendapkan material yang lebih halus.
Ukuran material yang diendapkan
berbanding lurus dengan besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke arah
hillir ukuran butir material yang diendapkan semakin halus.
Pola Penyaluran
Bentuk-bentuk tubuh air disebut
pengaliran / penyaluran (drainage), meliputi laut, danau, sungai, rawa
dan sejenisnya.
Satu sungai atau lebih beserta anak
sungai dan cabangnya dapat membentuk suatu pola atau sistem tertentu yang
dikenal sebagai pola pengaliran / pola
penyaluran (drainage pattern). Pola pengaliran dapat dibedakan menjadi
beberapa macam. Tiap-tiap macam pola pengaliran dapat bervariasi, dan variasi
tersebut antara lain disebabkan oleh adanya struktur dan variasi batuan dimana pola pengaliran itu terdapat.
Macam-macam pola pengaliran :
a. Dendritik
: pola
pengaliran dengan bentuk seperti pohon, dengan anak-anak sungai dan
cabang-cabangnya mempunyai arah yang tidak beraturan.
Umumnya berkembang pada batuan yang
resistensinya seragam, batuan sedimen datar, atau hampir datar, daerah batuan
beku masif, daerah lipatan, daerah metamorf yang kompleks. Kontrol struktur
tidak dominan di pola ini, namun biasanya pola aliran ini akan terdapat pada
daerah punggungan suatu antiklin.
b. Radial, adalah pola pengaliran
yang mempunyai pola memusat atau menyebar dengan 1 titik pusat yang dikontrol
oleh kemiringan lerengnya.
c.
Rectanguler : pola pengaliran dimana anak-anak sungainya membentuk
sudut tegak lurus dengan sungai utamanya, umumnya pada daerah patahan yang
bersistem (teratur).
d. Trellis, adalah bentuk seperti daun dengan
anak-anak sungai sejajar. Sungai utamanya biasanya memanjang searah dengan
jurus perlapisan batuan. Umumnya terbentuk pada batuan sedimen
berselang-seling antara yang mempunyai resistensi rendah dan tinggi.
Anak-anak sungai akan dominan terbentuk dari erosi pada batuan sedimen yang
mempunyai resistensi rendah.
Jadi secara umum , pembentukan
sungai utama lebih disebabkan oleh kontrol struktrur dan pembentukan anak
sungai lebih disebabkan oleh kontrol litologi.
Annular, adalah pola
pengaliran dimana sungai atau anak sungainya mempunyai penyebaran yang
melingkar
Sering dijumpai pada daerah kubah
berstadia dewasa. Pola ini merupakan perkembangan dari pola radier. Pola
penyaluran ini melingkar mengikuti jurus
perlapisan batuannya.
Multi basinal atau sink
hole adalah pola pengaliran yang tidak sempurna, kadang nampak di permukaan
bumi, kadang tidak nampak, yang dikenal sebagai sungai bawah tanah. Pola
pengaliran ini berkembang pada daerah karst atau daerah batugamping.
Contorted, adalah pola
pengaliran dimana arah alirannya berbalik / berbalik arah. Kontrol struktur yang bekerja berupa pola
lipatan yang tidak beraturan yang
memungkinkan terbentuknya suatu tikungan atau belokan pada lapisan
sedimen yang ada.
Macam-macam Bentang Alam Fluviatil
a. Sungai Teranyam
(Braided Stream)
terbentuk
pada bagian hilir sungai yang memiliki slope hampir datar – datar, alurnya luas
dan dangkal. terbentuk karena adanya
erosi yang berlebihan pada bagian hulu sungai sehingga terjadi pengendapan pada
bagian alurnya dan membentuk endapan gosong tengah. Karena adanya endapan
gosong tengah yang banyak, maka alirannya memberikan kesan teranyam. Keadaan
ini disebut juga anastomosis(
Fairbridge, 1968).
b. Bar
deposit
adalah endapan sungai yang terdapat
pada tepi atau tengah dari alur sungai. Endapan pada tengah alur sungai disebut
gosong tengah (channel bar) dan endapan pada tepi disebut gosong tepi (point
bar).Bar deposit ini bisa berupa kerakal, berangkal, pasir, dll.
c. Dataran
banjir ( Floodplain) dan Tanggul
alam (Natural levee)
Sungai stadia dewasa mengendapkan
sebagian material yang terangkut saat banjir pada sisi kanan maupun kiri
sungai, seiring dengan proses yang berlangsung kontinyu akan terbentuk
akumulasi sedimen yang tebal sehingga akhirnya membentuk tanggul alam.
d. Kipas
Aluvial (alluvial fan)
Bila suatu sungai dengan muatan
sedimen yang besar mengalir dari bukit atau pegunungan, dan masuk ke
dataran rendah, maka akan terjadi perubahan gradien kecepatan yang drastis,
sehingga terjadi pengendapan material yang cepat, yang dikenal sebagai kipas
aluvial, berupa suatu onggokan material
lepas, berbentuk seperti kipas, biasanya terdapat pada suatu dataran di depan
suatu gawir. Biasanya pada daerah kipas aluvial terdapat air tanah yang
melimpah. Hal ini dikarenakan umumnya
kipas aluvial terdiri dari perselingan pasir dan lempung sehingga
merupakan lapisan pembawa air yang baik.
e. Meander
bentukan pada dataran banjir sungai
yang berbentuk kelokan karena pengikisan tebing sungai, daerah alirannya
disebut sebagai Meander Belt.
Meander ini terbentuk apabila pada
suatu sungai yang berstadia dewasa/tua mempunyai dataran banjir yang cukup
luas, aliran sungai melintasinya dengan tidak teratur sebab adanya pembelokan
aliran Pembelokan ini terjadi karena ada
batuan yang menghalangi sehingga alirannya membelok dan terus melakukan
penggerusan ke batuan yang lebih lemah.
f. Danau
tapal kuda
terbentuk jika lengkung meander
terpotong oleh pelurusan air.
g. Delta
adalah bentang alam hasil
sedimentasi sungai pada bagian hilir setelah masuk pada daerah base level.
Selanjutnya akan dibahas dalam bentang Alam Pantai dan Delta.
Kenampakan danau tapal kuda
Bentang Alam Fluvial dalam Peta
Topografi
Dalam peta topografi standar, sebagian dari bentang alam fluvial
tidak terekspresikan, terutama yang berukuran kecil, misalnya gosong sungai,
tanggul alam. Sebagian bentang alam yang berukuran besar dapat terekspresikan
dalam peta topografi, misalnya kipas aluvial.
Dalam peta topografi alur sungai
tampak jelas dengan pola kontur yang khas, ditandai oleh kontur yang meruncing
ke arah hulu sungai.
Aplikasi
Daerah-daerah yang termasuk bentang
alam fluvial merupakan daerah yang sangat potensial untuk dimanfaatkan bagi
kehidupan manusia, khususnya di sekitar aliran sungai.
Daerah sekitar aliran sungai
merupakan daerah yang potensial sebagai penyedia air irigasi, air minum, dan
material pasir batu ( BG. gol C) yang dapat dijadikan sebagai bahan bangunan.
daerah aliran sungai juga bisa menjadi sesumber bencana seperti banjir, dan
tanah longsor.
Analisa terhadap bentang alam ini
dapat memberikan informasi tentang kondisi geologi suatu daerah, yang akan terekspresikan dalam pola penyaluran dan
bentukan bentang alam lokal, seperti kipas alluvial, dataran banjir, dan
sejenisnya. Analisa tersebut juga akan memberikan informasi tentang stadia
daerah maupun stadia erosi daerah yang terkait, yang akan memberikan kontribusi
pemikiran dalam rencana pengembangan wilayah.
BENTANG ALAM
•
KARST
Pengertian
tentang topografi kars yaitu : suatu
topografi yang terbentuk pada daerah dengan litologi berupa batuan yang mudah
larut, menunjukkan relief yang khas, penyaluran tidak teratur, aliran sungai
secara tiba-tiba masuk ke dalam tanah dan meninggalkan lembah kering dan muncul
kembali di tempat lain sebagai mata air yang besar.
•
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Bentang Alam Karst
- Faktor
Fisik
- Faktor
Kimiawi
- Faktor
Biologis
- Faktor
Iklim dan Lingkungan
•
1. Faktor Fisik
Faktor-faktor fisik yang
mempengaruhi pembentukan topografi karst meliputi :
- Ketebalan batugamping, yang
baik untuk perkembangan karst adalah batu gamping yang tebal, dapat masif
atau yang terdiri dari beberapa lapisan dan membentuk unit batuan yang
tebal, sehingga mampu menampilkan topografi karst sebelum habis terlarutkan.
Namun yang paling baik adalah batuan
yang masif, karena pada batugamping berlapis biasanya terdapat lempung yang
terkonsentrasi pada bidang perlapisan, sehingga mengurangi kebebasan sirkulasi
air untuk menembus seluruh lapisan.
- Porositas dan permeabilitas,
berpengaruh dalam sirkulari air dalam batuan. Semakin besar porositas
sirkulasi air akan semakin lancar sehingga proses karstifikasi akan
semakin intensif.
- Intensitas struktur (kekar), zona
kekar adlah zona lemah yang mudah mengalami pelarutan dan erosi sehingga
dengan adanya kekar dalam batuan, proses pelarutan berlangsung intensif.
Kekar yang baik untuk proses
karstifikasi adalah kekar berpasangan (kekar gerus), karena kekar tsb
berpasangan sehingga mempertinggi porositas dan permeabilitas.
Namun apabila intensitas kekar
sangat tinggi batuan akan mudah tererosi atau hancur sehingga proses
karstifikasi terhambat.
•
2. Faktor Kimiawi
- Kondisi kimia batuan, dalam
pembentukan topografi kars diperlukan sedikitnya 60% kalsit dalam batuan
dan yang paling baik diperlukan 90% kalsit.
- Kondisi kimia media pelarut, dalam
proses karstifikasi media pelarutnya adalah air, kondisi kimia air ini
sangat berpengaruh terhadap proses karstifikasi
Kalsit sulit larut dalam air murni,
tetapi mudah larut dalam air yang mengandung asam.
Air hujan mengikat CO2 di
udara dan dari tanah membentuk larutan yang bersifat asam yaitu asam karbonat
(H2CO3).
Larutan inilah yang sangat baik
untuk melarutkan batugamping.
•
3. Faktor Biologis
Aktivitas tumbuhan dan mikrobiologi dapat
menghasilkan humus yang menutup batuan dasar, mengakibatkan kondisi anaerobic
sehingga air permukaan masuk ke zona anaerobic, tekanan parsial CO2
akan meninggkat sehingga kemampuan melarutkannya juga meningkat.
•
4. Faktor Iklim dan Lingkungan
Kondisi
lingkungan yang mendukung adalah adanya lembah besar yang mengelilingi tempat
yang tinggi yang terdiri dari batuan yang mudah larut (batugamping) yang
terkekarkan intensif. Kondisi lingkungan di sekitar batugamping harus lebih
rendah sehingga sirkulasi air berjalan dengan baik, sehingga proses
karstifikasi berjalan dengan intensif.
•
Proses Pembentukan
Topografi Karst
Topografi Karst
Kondisi batuan yang menunjang
terbentuknya topografi karst ada 4, yaitu:
- Mudah larut dan berada di atau dekat permukaan.
- Masif, tebal dan terkekarkan.
- Berada pada daerah dengan curah hujan yang
tinggi.
- Dikelilingi lembah
Proses pelarutan pada batugamping,
meninggalkan morfologi sisa pelarutan, perkembangan morfologi sisa ini dapat
dibagi menjadi 4 fase, yaitu :
- Karena
zona A lebih cepat mengalami pelarutan, maka zona ini segera terbentuk
lembah yang dalam, sementara pada zona B masih berupa dataran tinggi
dengan gejala pelarutan di beberapa tempat.
- Pelarutan
pada kedua zona terus berjalan sehingga pada fase ini mulai terbentuk
kerucut-kerucut karst pada zona B. Pada kerucut karst ini tingkat
pelarutan/erosi vertikalnya lebih kecil dibandingkan lembah di sekitarnya.
- Karena
adanya erosi lateral oleh sungai
maka zone A berada pada batas
permukaan erosi dan pada zona B
erosi vertikal telah berjalan lebih lanjut
sehingga hanya tinggal beberapa morfologi
sisa saja, morfologi sisa ini disebut
menara karst.
•
Bentang Alam
Hasil Proses Karstifikasi
Hasil Proses Karstifikasi
Bentuk morfologi yang menyusun suatu
bentang alam karst dapat dibedakan menjadi 2, yaitu bentuk-bentuk
konstruksional dan bentuk-bentuk sisa pelarutan
•
1.
Bentuk-bentuk Konstruksional
Bentuk-bentuk konstriksional adalah
topografi yang dibentuk oleh proses pelarutan batugamping atau pengendapan
mineral karbonat yang dibawa oleh air.
Berdasarkan ukurannya dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu :
•
Bentuk-bentuk minor
•
Bentuk-bentuk mayor
Bentang alam karst minor adalah bentang alam yang tidak dapat diamati pada
peta topografi atau foto udara.
Sedangkan bentang alam mayor adalah
yang dapat diamati dari peta topografi
atau foto udara.
Bentuk-bentuk bentang alam minor antara :
- Lapies, yaitu bentuk yang tidak rata
pada batugamping akibat adanya proses pelarutan dan penggerusan.
- Karst split, adalah celah pelarutan yang
terbentuk di permukaan.
- Parit karst, yaitu alur pada permukaan
yang memanjang membentuk parit, yang juga sering dianggap karst split yang
memanjang sehingga membentuk parit.
Parit karst
- Palung karst, adalah alur pada permukaan
batuan yang besar dan lebar, terbentuk karena proses pelarutan, kedalaman
lebih dari 50 cm. biasanya pada permukaan batuan yang datar atau miring
rendah dan dikontrol oleh struktur yang memanjang.
- Speleotherms, adalah hiasan pada gua yang
merupakan endapan CaCO3 yang mengalami presipitasi pada air tanah
yang membawanya masuk ke dalam gua. (Stalaktit, stalakmit)
Speleotherms
- Fitokarst, adalah permukaan yang
berlekuk-lekuk dengan lubang-lubang yang saling berhubungan, terbentuk
karena adanya pengaruh aktivitas biologis yaitu algae yang tumbuh di dalam
batugamping. Algae menutup di permukaan dan masuk sedalam 0,1 – 0,2 mm dan
menghasilkan larutan asam sehingga melarutkan batugamping.
Sedangkan bentuk-bentuk topgrafi
karst mayor antara lain :
- Surupan (doline), yaitu depresi tertutup hasil
pelarutan dengan diameter mulai dari beberapa meter sampai beberapa
kilometer, kedalaman bisa sampai ratusan meter dan mempunyai bentuk bundar
atau lonjong.
- Uvala, adalah gabungan dari beberapa
doline.
Doline
- Polje, adalah depresisi tertutup
yang besar dengan lantai datar dan dinding curam, bentuknya tidak teratur
dan biasanya memanjang searah jurus perlapisan, pembentukannya dikontrol
oleh litologi dan struktur, dan mengalami pelebaran saat terisi oleh air.
Polje
- Jendela karst, adalah lubang pada atap
gua yang menghubungkan dengan udara
luar, terbentuk karena atap gua runtuh.
- Lembah karst, adalah lembah atau alur yang besar,
terbentuk oleh aliran permukaan yang mengerosi batuan yang dilaluinya. Ada
4 macam lembah karst, yaitu :
- Allogenic valley,
lembah karst dengan hulu pada batuan kedap air (bukan batugamping) yang
kemudian masuk ke dalam daerah karst.
- Blind valley, lembah karst yang alirannya
tiba-tiba hilang karena masuk ke dalam batuan.
- Pocket valley,
yaitu lembah yang berasosiasi dengan mata air yang besar dan keluar dari
batuan kedap air (bukan batugamping) yang berada di bawah lapisan
batugamping.
- Dry valley, lembah yang mirip dengan
lembah fluviatil tetapi bukan sebagai penyaluran air permukaan karena air
yang masuk langsung meresap ke batuan dasarnya (karena banyak rekahan)
- Gua, adalah ruang bawah tanah yang
dapat dicapai dari permukaan dan cukup besar bila dilalui oleh manusia.
- Terowongan dan jembatan alam,
adalah lorong di bawah permukaan yang terbentuk oleh pelarutan dan
penggerusan air tanah.
•
Bentuk-bentuk
Sisa Pelarutan
Yang dimaksud dengan sisa pelarutan
adalah morfologi yang terbentuk karena
pelarutan dan erosi sudah berjalan sangat lanjut sehingga meninggalkan sisa
erosi yang khas pada daerah karst.
Macam-macam
morfologi sisa antara lain :
- Kerucut karst, adalah bukit karst yang
berbentuk kerucut, berlereng terjal dan dikelilingi oleh depresi.
- Menara karst, adalah bukit sisa pelarutan
dan erosi yang berbentuk menara dengan lereng yang terjal tegak atau
menggantung, terpisah satu dengan yang lainnya dan dikelilingi dataran
aluvial.
BENTANG ALAM STRUKTURAL
adalah bentang alam yang
pembentukkannya dikontrol oleh struktur geologi daerah yang bersangkutan.
Struktur geologi yang paling banyak
berpengaruh terhadap pembentukan morfologi adalah struktur geologi sekunder,
yaitu struktur yang terbentuk setelah batuan itu ada. Biasanya terbentuk oleh
adanya proses endogen yaitu proses tektonik yang mengakibatkan adanya
pengangkatan, patahan, dan lipatan, yang tercermin dalam bentuk topografi dan
relief yang khas.
Macam-macam proses eksternal yang
terjadi adalah pelapukan (dekomposisi dan disintegrasi), erosi (air, angin atau
glasial) serta gerakan massa (longsoran, rayapan atau slump).
Kenampakan
yang dapat digunakan dalam penafsiran bentang alam struktural
Pola pengaliran. Variasinya biasanya
dikontrol oleh variasi struktur geologi dan litologi pada daerah tersebut.
Kelurusan-kelurusan (lineament)
dari punggungan (ridge), puncak bukit, lembah, lereng dan lain-lain.
Bentuk – bentuk bukit, lembah dll.
Perubahan aliran sungai, misalnya
secara tiba-tiba, kemungkinan dikontrol oleh struktur kekar, sesar atau
lipatan.
Macam-macam
Bentang Alam Struktural
Bentang Alam dengan Struktur
Mendatar (Lapisan Horizontal)
Dataran
rendah, adalah
dataran yang memiliki elevasi antara 0 – 500 kaki dari muka air laut.
Dataran
tinggi (plateau), adalah dataran yang menempati elevasi lebih dari 500
kaki di atas muka air laut, berlereng sangat landai atau datar berkedudukan
lebih tinggi daripada bentanglahan di sekitarnya
Bentang Alam dengan Struktur Miring
Cuesta, kemiringan antara kedua sisi lerengnya tidak simetri dengan sudut lereng
yang searah perlapisan batuan kurang dari 30o (Tjia, 1987).
Hogback : sudut antara kedua sisinya relatif sama, dengan sudut lereng yang searah
perlapisan batuan lebih dari 30o (Tjia, 1987). Hogback memiliki
kelerengan scarp slope dan dip slope yang hampir sama sehingga terlihat
simetri
Bentang Alam Dengan Struktur Lipatan Lipatan terjadi karena adanya lapisan kulit bumi yang mengalami gaya
kompresi (gaya tekan). Pada suatu lipatan yang sederhana, bagian punggungan
disebut dengan antiklin, sedangkan bagian lembah disebut dengan sinklin.
PERLAPISAN YANG TERLIPAT
PERLAPISAN YANG TERLIPAT
Struktur
antiklin dan sinklin menunjam
Struktur ini merupakan
kelanjutan atau perkembangan dari pegunungan lipatan satu arah (cuesta
dan hogback) dan dua arah (sinklin dan antiklin). Bila tiga fore
slope saling berhadapan maka disebut sebagai lembah antiklin menunjam.
Sedangkan bila tiga back slope saling berhadapan maka disebut sebagai
lembah sinklin menunjam
Kubah
Bentang alam ini mempunyai ciri-ciri
kenampakan sebagai berikut :
Kedudukan lapisan miring ke arah
luar (fore slope ke arah dalam).
Mempunyai pola kontur tertutup.
Pola penyaluran radier dan
berupa bukit cembung pada stadia muda.
Pada stadia dewasa berbentuk lembah
kubah dengan pola penyaluran annular.
Cekungan
Bentang alam ini mempunyai
kenampakan sebagai berikut :
Kedudukan lapisan miring ke dalam (back
slope ke arah dalam).
Mempunyai pola kontur tertutup.
Pada stadia muda pola penyalurannya annular.
Bentang
Alam dengan Struktur Patahan
Patahan (sesar) terjadi akibat
adanya gaya tekan yang bekerja pada kulit bumi, sehingga mengakibatkan adanya
pergeseran letak kedudukan lapisan batuan. Ada 3 jenis sesar (berdasarkan arah
gerak relatifnya ), yaitu sesar geser, sesar naik dan sesar turun.
Secara umum bentang alam yang
dikontrol oleh struktur patahan sulit untuk menentukan jenis patahannya secara
langsung.
Ciri umum dari kenampakan morfologi
bentang alam struktural patahan, yaitu :
Beda tinggi yang relatif menyolok
pada daerah yang sempit.
Mempunyai resisitensi terhadap erosi yang sangat berbeda pada posisi/elevasi
yang hampir sama.
Adanya kenampakan dataran / depresi
yang sempit memanjang.
Dijumpai sistem gawir yang lurus
(pola kontur yang panjang lurus dan rapat).
Adanya batas yang curam antara
perbukitan / pegunungan dengan dataran yang rendah.
Adanya kelurusan sungai melalui zona
patahan, dan membelok dengan tiba-tiba dan menyimpang dari arah umum.
Sering dijumpai (kelurusan) mata air
pada bagian yang naik / terangkat.
Pola penyaluran yang umum dijumpai
berupa rectangular, trellis, dan contorted, serta modifikasi dari
ketiganya.
BENTANG ALAM VOLKANIK
Bentang alam volkanik
adalah bentang alam yang pembentukannya dikontrol oleh proses keluarnya magma
dari dalam bumi
Bentang alam
volkanik umumnya dihubungkan dengan gerak tektonik, gunungapi-gunungapi
sebagian besar dijumpai di depan zona penunjaman (subduction zone)
Gunungapi
Menurut MacDonald (1972), gunungapi
adalah tempat atau lubang keluarnya
bahan pijar atau gas yang berasal dari dalam bumi ke permukaan bumi.
Matahelemual (1982, pada Azwar, dkk,
1987) mengartikan gunungapi sebagai bentuk
timbulan kumpulan bahan bahan letusan di muka bumi yang berasal dari magma yang
tersebar secara mandiri, berkelompok atau berantai.
Sementara itu Montgomery (1989, pada
Azwar, dkk, 1987), menyatakan bahwa gunung
api adalah tempat keluarnya magma, abu dan gas hasil erupsi atau struktur yang
dibentuk disekitar pusat lubang volkan karena aktivitas erupsi.
Gunungapi memiliki ciri yang khas
meliputi bentuk, tipe erupsi dan material yang dihasilkan.
Perbedaan ini berhubungan erat
dengan komposisi magma dan letak gunungapi tersebut terhadap kedudukan tektonik
lempeng.
Tipe Erupsi
Gunungapi
Escher (1952, pada Azwar, dkk, 1987)
membuat suatu klasifikasi letusan gunungapi berdasarkan tekanan gas, derajat
kecairan magma dan kedalaman wadah magma itu sendiri.
Klasifikasi itu uraiannya adalah
sebagai berikut :
Tipe Hawaii
Tipe gunungapi ini dicirikan oleh
lava cair dan tipis yang dalam perkembangannya akan membentuk tubuh gunungapi
tipe perisai. Sifat magma yang sangat cair memungkinkan terbentuk lava pijar
yang disebabkan oleh arus konveksi pada danau lava dan akan mancur, dimana lava
banyak mengandung gas, sehingga yang
ringan akan terlempar ke atas sedangkan yang berat setelah gas hilang
akan tenggelam lagi. Tipe ini banyak ditemukan di Hawaii, seperti di Gunung
Kilauea dan Gunung Maunaloa.
Tipe Stromboli
Tipe
ini sangat khas untuk Gunung Stromboli dan beberapa gunungapi lainnya yang
sedang meningkat kegiatan volkanismenya. Magmanya sangat cair, ke arah
permukaan sering dijumpai letusan pendek disertai ledakan. Bahan yang
dikeluarkan berupa abu, bom, lapili dan setengah padatan bongkah lava.
Tipe Volkano
Tipe ini dicirikan oleh awan debu
membentuk bunga kol karena gas yang ditembakkan ke atas meluas hingga jauh di
atas kawah. Tipe ini memiliki tekanan gas relatif sedang dan lavanya tidak
begitu cair. Berdasarkan kekuatan letusannya, tipe ini dibedakan menjadi tipe volkano
kuat, contohnya Gunung Vesusius dan Gunung Etna dan tipe volkano lemah,
sebagai contohnya Gunung Raung dan Gunung Bromo.
Tipe Merapi
Tipe
ini dicirikan oleh lavanya yang kental, dapur magma relatif dangkal dan tekanan
gas yang agak rendah. Karena sifat magmanya tersebut, maka terbentuk
sumbat atau kubah lava, sementara bagian
bawah dari sumbat lava tersebut akan cenderung dalam keadaan masih cair. Kubah
lava yang gugur akan menyebabkan terjadinya awan panas guguran. Jika semakin
tinggi tekanan gas karena pipa kepundan tersumbat, maka akan menyebabkan
terjadinya letusan dan akan membentuk awan panas letusan.
Tipe Pelee
Tipe ini memiliki kekentalan magma
hampir sama dengan tipe Merapi, tetapi memiliki tekanan gas yang cukup
besar. Ciri khasnya adalah adanya letusan gas ke arah lateral.
Tipe Vincent
Tipe Vincent ini memiliki
lava yang agak kental, tekanan gas sedang dan terdapat danau kawah yang pada
waktu meletus akan dimuntahkan membentuk lahar letusan dengan suhu sekitar 100o
C kemudian akan disusul oleh pelontaran bahan lepas berupa bom, lapili dan awan
pijar.
Tipe Perret
atau Plinian
Tipe ini dicirikan oleh tekanan gas
yang sangat kuat dan lava cair. Sifat letusannya merusak diduga ada kaitannya
dengan perkembangan pembentukan kaldera.
Morfologi
Gunung Api
Morfologi gunung api dapat dibedakan
menjadi 3 zone dengan ciri-ciri jenis litologi dan asosiasi morfologi yang
berlainan.
Ketiga zone tersebut adalah :
Zona pusat
erupsi (Central Zone). Zona ini dicirikan oleh :
Banyak radial dike / sill.
Adanya sumbat kawah (plug)
dan crumble breccia.
Adanya zona hidrothermal
Sifat piroklastiknya kasar.
Bentuk morfologi kubah dengan pusat
erupsi.
Zona
proksimal , zona ini dicirikan oleh :
Material piroklastik agak terorientasi.
Terjadi pelapukan pada lava dan
material piroklastik yang dicirikan oleh soil yang tipis.
Sering dijumpai parasitic cone.
Banyak dijumpai ignimbrite
dan welded tuff.
Zona Distal,
dicirikan oleh :
Material piroklastik berukuran halus.
Banyak dijumpai lahar.
Macam-Macam
Bentang Alam Volkanik
Bentang alam volkanik dibedakan
menjadi beberapa macam dengan dasar klasifikasi kenampakan morfologinya.
Srijono (1984, dalam Widagdo, 1984), menggambarkan klasifikasi bentang alam
volkanik berdasarkan bentuk morfologinya. Klasifikasi tersebut dapat diuraikan
menjadi :
Kubah
Volkanik
Merupakan morfologi gunung api yang
mempunyai bentuk cembung ke atas. Morfologi ini dibedakan atas dasar asal
kejadiannya menjadi
Kerucut
semburan dan kerucut perisai
Morfologi ini terbentuk oleh erupsi
lava yang bersifat encer basaltis. Sedang lava yang bersifat granitis
menghasilkan morfologi kubah sumbat (plug dome).
Kerucut
parasit (Parasitic Cone)
Morfologi ini terbentuk sebagai
hasil erupsi gunung api yang berada pada lereng gunung api yang lebih besar.
Kerucut
sinder (Cinder Cone)
Merupakan kubah yang terbentuk oleh
letusan kecil yang terjadi pada kaki gunung api, berupa kerucut rendah dengan
bagian puncak tampak cekung datar.
Depresi
Volkanik
Depresi volkanik adalah morfologi
bagian volkan yang secara umum berupa cekungan.
Berdasarkan material pengisinya,
depresi volkanik dibedakan menjadi :
Danau
Volkanik, yaitu depresi volkanik yang terisi oleh air sehingga membentuk danau
Kawah,
depresi volkanik yang terbentuk oleh letusan dengan diameter maksimum 1,5 km,
dan tidak terisi oleh apapun selain material hasil letusan.
Kaldera,
yaitu depresi volkanik terbentuknya belum tentu oleh letusan, tetapi didahului
oleh amblesan pada kompleks volkan, dengan ukuran lebih dari 1,5 km. Pada
kaldera ini sering muncul gunung api baru.
Dataran
Volkanik
Secara relatif, dataran volkanik
dicirikan oleh topografi yang datar, dengan variasi beda tinggi (relief) tidak
menyolok. Macam-macam dataran volkanik diantaranya adalah : dataran rendah
basal, plato basal, dan dataran kaki volkan
Volkan Semu
Volkan semu adalah morfologi mirip
kerucut gunung api, bahan pembentuknya berasal dari volkan yang berdekatan.
Dapat pula terbentuk oleh erosi lanjut terhadap suatu volkan yang sudah lama
tidak menunjukkan kegiatannya (mati/dorman).
Contoh morfologi volkan semu ini
adalah Gunung Gendol di daerah
Muntilan, Jawa Tengah pada dataran kaki volkan gunungapi Merapi.
Volkan semu jenis lain adalah leher
volkanik (volcanic neck), yaitu morfologi yang terbentuk bila suatu
kubah volkanik tererosi sehinggga tinggal berbentuk kolom. Biasanya, di sekitar
lajuran volkanik tersebut sering dijumpai retas yang memanjang (radial dike)
Dampak
Lingkungan Gunungapi
Gunung api dapat mempengaruhi
lingkungan, baik pengaruh baik (sesumber), maupun pengaruh buruk (bencana) bagi
manusia.
Dampak positif dengan adanya gunung
api adalah :
Panas bumi,
sebagai sumber listrik dari proses hidrotermal yang terjadi di daerah gunung
api seperti yang diusahakan di pegunungan Dieng dan Lahendong.
Sebagai
taman wisata, dikembangkan dari potensi keindahan alam dan suasana alam yang
masih asri dan sejuk seperti di Kaliurang, Puncak dan Sarangan.
Sebagai
daerah pertanian yang subur seperti banyak dijumpai di seluruh Indonesia.
Contohnya : Batu, Kaliurang, Dieng,
Wonosobo.
Sebagai
daerah pengisian (recharge) air tanah bagi daerah-daerah sekitar gunung
api seperti gunung Merapi untuk daerah sekitarYogyakarta.
sebagai
daerah penyeimbang / pembagi
hujan di daerah sekitarnya.
Selain
berpotensi sebagai daerah yang menguntungkan, gunung api juga berpotensi
sebagai sumber bencana. Secara garis besar bahaya akibat erupsi gunung api
dapat dibagi menjadi 2 yaitu ; bahaya langsung (primer) dan bahaya setelah
terjadinya letusan (sekunder). Bahaya primer akibat erupsi gunung api meliputi
:
Aliran lava
Aliran lava yaitu terjadinya aliran
batu cair yang pijar dan bersuhu tinggi (sampai 1200 0 C ). Alirannya menuruni
lereng yang terjal dan dapat mencapai beberapa kilometer. Semua benda yang
dilaluinya akan hangus dan terbakar. Apabila melongsor akan menimbulkan awan
panas.
Bom gunung
api
Bom gunung api berujud batuan yang
panas dan pijar berukuran 10 cm – 2 m. batuan ini dapat terlempar dari pusat
erupsi sejauh hingga 10 km. Bom ini dapat menimbulkan kebakaran hutan,
pemukiman dan lahan pertanaian. Bila tiba di tanah bom ini akan mengeluarkan
letusan dan akan hancur.
Pasir
lapilli
Pasir dan lapilli adalah campuran material letusan yang
ukurannya lebih kecil dari bom ( lebih besar 2 mm).Sedangkan lapilli lebih
besar daripada pasir hingga mencapai beberapa cm. Apabila terjadi letusan pasir
dan lapilli ini dapat terlempar hingga puluhan km. Pasir dan lapilli ini dapat
menghancurkan atap rumah, karena bebannya juga dapat merusak lahan pertanian
hingga dapat membunuh tanaman.
Awan Pijar
Awan pijar adalah suspensi dari
material halus yang dihasilkan oleh erupsi gunungapi dan dihembus oleh angin
hingga mencapai beberapa kilometer. Awan pijar ini merupakan campuran yang
pekat dari gas, uap dan material halus yang bersuhu tinggi (hingga 1200 0C).
Suspensi ini berat sehingga mengalir menuruni lereng gunungapi dan seolah-olah
meluncur, luncurannya dapat mencapai 10 – 20 km dan membakar apa yang
dilaluinya seperti yang terjadi pada Gunungapi Merapi pada tanggal 22 November
1994 yang memakan korban 60 orang terbakar hidup-hidup dan tak terhitung lagi ternak yang mati terpanggang akibat
letusan awan panas ini.
Abu
Gunungapi
Abu ini merupakan campuran material
yang paling halus dari suatu letusan gunungapi. Suhunya bisa tidak panas lagi.
Ukurannya kurang dari 1 mikron – 0,2 mm. Bahaya yang ditimbulkan antara lain
bisa mengganggu penerbangan seperti yang terjadi pada saat letusan Gunungapi
Galunggung, dapat menimbulkan sesak napas apabila terlalu banyak menghisap abu
gunung api dan menimbulkan penyakit silikosis. Yaitu penyakit yang diakibatkan
oleh penggumpalan silika bebas pada paru-paru yang diakibatkan oleh terisapnya
abu gunungapi yang mengandung silika bebas.
Gas beracun
Kadar gas yang tinggi dapat
menimbulkan kematian. Gunungapi biasanya mengeluarkan gas CO, CO2, H2S, HCN,
H3As, NO2, Cl2, dan gas lain yang jumlahnya sedikit. Nilai batas ambang untuk
gas CO 50 ppm (part per milion), CO2 5,00 ppm, sedangkan gas H3S yang sangat
mematikan pada 0,05 ppm. Gas yang dikeluarkan saat erupsi tidak begitu berbahaya karena gas tersebut
langsung terbakar pada saat terjadi letusan gunungapi. Yang paling berbahaya
adalah apabila gas tersebut dikeluarkan pada sisa-sisa gunungapi seperti yang
terjadi di Pegunungan Dieng. Gas tersebut BJ-nya lebih besar dari udara bebas
sehingga letaknya berada pada daerah-daerah yang rendah seperti di
lembah-lembah, dekat permukaan tanah.
Bahaya yang
tidak kalah berbahayanya adalah bahaya setelah terjadi letusan yaitu bahaya
sekunder. Bahaya tersebut berupa bahaya aliran lahar. Lahar terbentuk dari
batuan yang dilemparkan dari pusat erupsi baik block, bom, lapilli, tuff, abu,
maupun longsoran kubah lava, apabila
terjadi hujan lebat yang turun bersamaan atau setelah erupsi maka endapan
material hasil erupsi tersebut akan terangkut oleh aliran air membentuk aliran
bahan rombakan yang biasa disebut aliran lahar. Aliran lahar ini mempunyai
kekuatan merusak yang besar dan akan melalui apa saja yang ada di depannya
tanpa kecuali baik pemukiman, hutan, tanah pertanian maupun tanggul sungai yang
dilaluinya.
Untuk menghindari bencana yang
diakibatkan oleh letusan gunungapi ini maka di setiap daerah gunungapi dibuat
peta daerah bahaya yang didasarkan pada potensi bencana yang ada baik primer
maupun sekunder. Seperti yang dilakukan oleh Dinas Volkanologi pada G. Merapi.
PALEOGEOMORFOLOGI
Cabang dari geomorfologi terutama
yang mempelajari bentang alam purba (masa geologi lampau), tidak ditentukan
berdasarkan batasan umur.
Bentang alam purba dihasilkan dari
proses-proses yang bekerja pada masa lampau atau tidak lama sesudahnya.
Proses pembentukan bentang alam
purba berkaitan dengan tektonik (pengangkatan dan penurunan kulit bumi) dan
berhubungan dengan erotion base level yang ikut mengontrol proses-proses
geomorfik dan proses gradasi permukaan ditentukan oleh erotion base level
yang dapat berubah-ubah.
Paleogeopedologi :
ilmu yang mempelajari mengenai soil
purba, yang berhubungan dengan sejarah kenampakan-kenampakan paleogeomorfik.
Macam-Macam Bentang Alam
Paleogeomorfologi
Ruhe (1965, dalam Thornbury, 1969)
mengelompokkan bentang alam paleogeomorfologi menjadi 3 tipe :
Bentang alam sisa (Relict Land
Forms)
Bentang alam terkubur (Burried
Land Forms)
Bentang alam tersingkap (Exhumed
Land Forms).
Bentang alam
sisa (Relict Land Forms)
Merupakan bentang alam purba yang
terbentuk pada pre-exiting landscape dan telah mengalami destruction
dan terkubur kemudian membentuk
sebagian dari topografi sekarang.
Sebagian bentang alam sisa merupakan
hasil dari proses-proses yang belum lama bekerja.
Hasil dari proses-proses yang sama
yang masih mendominasi masa sekarang, tetapi bekerja pada kondisi iklim atau
kontrol base level yang berbeda dengan yang mengontrol proses geomorfik
masa sekarang.
Bentang alam
terkubur
(Burried Land Forms)
(Burried Land Forms)
Termasuk bentuk-bentuk asal erosi
dan deposisi yang terkubur di bawah macam-macam tipe endapan / batuan penutup
berupa endapan laut atau darat.
Singkapan terkadang dijumpai di
sepanjang sisa lembah, road cut dan dalam galian-galian, umumnya berada
di bawah permukaan.
Erosion Surface yang
terkubur membentuk bidang ketidakselarasan dan memiliki arti ekonomi, contoh :
cebakan hidrokarbon, cebakan emas, cebakan bijih timah dan sebagai akuifer yang
baik.
Tipe-tipe bentang alam terkubur yang
menjadi cebakan hidrokarbon, yaitu :
Bentang alam terkubur yang membentuk
ketidakselarasan.
Bentang alam terkubur yang berasal
dari bentang alam kars dikenal sebagai burried paleo karst, menjadi
tempat berakumulasinya hidrokarbon dan mengandung terrarossa.
Bekas-bekas bentang alam pantai maju
dengan delta-delta terkubur (pada bagian tributary channels).
Bentang alam terkubur yang berasal
dari pergeseran sungai-sungai bermeander pada endapan channel sebagai
tempat terakumulasimya bahan galian dan air tanah.
Bentang alam
tersingkap
(Exhumed Land Forms)
(Exhumed Land Forms)
Merupakan bentang alam purba yang
mula-mula merupakan kenampakan topografi permukaan kemudian terkubur di bawah
massa penutup dan tersingkap atau tertoreh kembali.
Digolongkan bentang alam tersingkap
kembali jika massa penutupnya tersingkap secara luas.
Pada saat sekarang membentuk bagian
dari bentang alam masa sekarang.
Merupakan bagian dari bentang alam
mula-mula yang dihasilkan oleh bekerjanya proses–proses gradasi normal,
kemudian terkubur dan tersingkap kembali.
Dikenali dengan adanya soil purba (paleosoil)
dan benda-benda / fosil purbakala.
No comments:
Post a Comment