Friday, 23 May 2014

Geomorfologi Bentang Lahan

GEOMORFOLOGI BENTANG ALAM (Geologi Teknik)

GEOMORFOLOGI  BAWAH LAUT
  MACAM BENTUK LAHAN BAWAH LAUT / SAMUDERA
            Heezen dan Wilson (1968, dari Gunter et al., 1980) mengklasifikasikan bentuk lahan dasar samudera menjadi 3 bagian yang paling penting, yaitu :
  Tepi benua (continental margin)
  Cekungan laut dalam (deep-sea basin)
  Punggungan tengah samudera (mid-ocean ridge)
            Bloom (1978), mendasarkan kepada kedalaman dan bentuk struktur geologi membagi bentuk lahan dasar samudera menjadi 2 propinsi, yaitu :
  Tepi benua (continental margin )             bagian yang lebih kecil.
  Dasar laut dalam (deep-sea floor),         bagian yang lebih luas.
            Kedua propinsi di atas masing-masing diperinci lagi. Pada kenyataannya di lapangan batas antara masing-masing bentuk lahan tidak dapat ditentukan secara lebih jelas dan mudah. Pembeda antara tepi benua dengan dasar laut dalam adalah bahwa tepi benua secara struktural merupakan bagian dari benua dan pernah mengalami kontak dengan udara di permukaan selama terjadi akumulasi sedimen yang berasal dari daratan. Sedangkan dasar laut dalam sangat berlawanan, memiliki struktur kerak samudera dan tidak pernah berada di atas permukaan laut
            Stowe (1978) berpendapat bahwa kondisi bawah samudera secara geomorfologis dapat dibagi menjadi : paparan (shelf), lereng (slope), jendulan (rise), cekungan samudera (ocean basin), sistem punggungan tengah samudera (Mid Oceanic Ridge System), dan kenampakan lain yang lebih kecil yang terdapat pada dasar samudera.
  Tepi Benua
            Tepi benua pada bagian paling tepi disebut laras benua (continental shelf). Kelerengannya landai dari pantai sampai kedalaman 150 – 200 m. pada akhir dari laras (shelf break) kelerengannya menjadi curam secara tiba-tiba disebut lereng benua (continental slope). Bagian di bawah tepi benua yang menumpang di atas kerak samudera menyerupai tinggian disebut jendulan benua (continental rise). Kenampakan laras benua, lereng benua dan jendulan benua menunjukkan tepi pasif (passive margin) dari benua pada lempeng litosfer
  Laras Benua (Continental Shelf)
            Sekitar 15 % dari bentang lahan bawah samudera merupakan laras benua dan lereng benua (Menard & Smith, 1969, dalam Bloom, 1978). Laras benua didefinisikan sebagai dataran atau teras yang dangkal dari pantai ke arah laut suatu benua yang dibatasi oleh kelerengan yang menjadi curam secara tiba-tiba dengan kedalaman berkisar 20 – 200 m (Shepard, 1973, dalam Bloom, 1978). Lebar rata-rata dari laras benua adalah 75 km dengan kelerengan 0007’ (sekitar 2 m/ km). Akumulasi sedimen pada laras benua 70 % nya merupakan hasil deposisi yang terjadi sewaktu muka air laut mengalami regresi.
  Lereng benua (Continental Slope)
            Lereng benua adalah kenampakan permukaan topografi yang paling tinggi, paling curam dan paling panjang di dasar laut (Dietz, 1964, dalam Bloom, 1978). Dari batas laras benua, kedalaman sekitar 200 m, lereng benua menunjam sepanjang 1 – 3 km menuju puncak dari jendulan benua pada kedalaman 1500 m dengan kelerengan sekitar 4017’ (sekitar 75m/km). Gawir yang curam pada lereng benua terjadi oleh kontrol struktur, beberapa lereng benua merupakan gawir patahan.       
  Dasar Laut Dalam
  Jendulan Benua (Continental Rise)
            Di dasar dari lereng benua, pada kedalaman beberapa km, kelerengan yang curam berangsur-angsur berkurang menjadi 10 atau kurang dari itu, ke arah laut dalam bentuk lahan ini dibatasi perbukitan tubir (abyssal hills) atau dataran tubir (abyssal plain). Jendulan benua mencakup 5 % dari seluruh dasar samudera.
            Pada Jendulan benua terakumulasi sedimen dengan jumlah sangat besar dan membaji (mencapai ketebalan hingga 6 km) memanjang hingga 300 – 600 km dihitung dari dasar lereng. Sedimen tersebut berasal dari laras benua , dan merupakan akumulasi sedimen yang terbesar yang terdapat di bumi (Emery, et al., 1970, dalam Bloom, 1978).
  Dataran Tubir (Abyssal Plain) dan Bukit-bukit tubir (Abyssal hills)
            Sekitar 42 % dari dasar samudera, atau hampir mencapai 30 % dari permukaan bumi, merupakan dataran tubir dan perbukitan tubir  (Menard & Smith, 1966, dalam Bloom, 1978). Kedalamannya berkisar 3 – 6 km di bawah muka air laut dengan ketinggian bukit tubir mencapai beberapa ratus hingga 1000 m dari dasar samudera dan merupakan fungsi dari umur kerak samudera.
           
            Perbukitan tubir terbentuk oleh vulkanisme dan tektonik pada pemekaran tengah samudera (sea floor spreading) kemudian terbawa menjauh secara lateral dari punggungan tengah samudera oleh pergerakan lempeng dan kontraksi panas.
            Jika pemekarannya berlangsung cepat, maka topografi bukit-bukit tubir akan landai, jika pemekaran berlangsung lambat, maka akan terbentuk topografi yang kasar
            Dataran tubir merupakan permukaan pengendapan yang terisi oleh lempung maupun lanau biogenik asal daratan (terrigoneous). Ketebalannya mencapai beberapa ratus meter. Batuannya terdiri dari lempung coklat, tetapi pada daerah dengan air permukaannya kaya nutrisi akan menghasilkan endapan yang didominasi oleh siliceous diatomea atau calcareous foraminifera
  Punggungan Tengah Samudera (Mid Ocean Ridge)
            Punggung tengah samudera merupakan barisan pegunungan bawah samudera pada kedalaman laut kurang dari 4 km, tetapi pada sisi-sisinya merupakan samudera yang lebih dalam. Lebar bentuk lahan ini mencapai ribuan km dengana ketinggian  mencapai 2 km, dan agihannya mencapai sepertiga dari bentuk lahan samudera (Bloom, 1978). Punggung tengah samudera adalah bagian paling muda dari kerak samudera yang membentuk dasar samudera, dan hanya memiliki lapisan sedimen yang tipis di atasnya. Bentuk lahan ini dicirikan oleh adanya kompleks sesar geser (transform fault).
            Punggung tengah samudera merupakan suatu sitem gabungan dari punggung samudera (ocean ridge) dan jendulan samudera (ocean rise). Antara ridge dan rise hanya dibedakan atas kelerengannya, Ridge lebih terjal dan digunakan untuk barisan pegunungan di tengah Atlantik, sedangkan rise menyerupai tonjolan diterapkan untuk kenampakan di Pasifik Timur. Pada bagian tengah dari sitem punggung tengah samudera ditemui lembah curam dan dalam (rift valley). (Hutabarat & Evans, 1986).
  Cekungan Samudera (Ocean Basin)
            Cekungan samudera berada antara lereng benua dan sistem punggungan tengah samudera dan mempunyai rata-rata kedalaman 4000 – 6000 m. Luas cekungan samudera ini merupakan 30 % dari luas keseluruhan permukaan bumi
            Pada dasar Cekungan samudera ini terdapat ratusan hingga ribuan abyssal hill, juga kadang seamount.    
  Seamount dan guyot  (gunung api bawah samudera)
            Sebagian kecil dari dasar samudera terdiri dari gunung api, terisolasi atau merupakan pegunungan yang bukan merupakan bagian dari punggung tengah samudera. Elevasi yang menjulang  sekitar 3 – 4 km dari dasar samudera sampai beberapa ratus meter di bawah permukaan laut.
            Gunung api bawah samudera dengan puncak berupa kerucut vulkanik disebut seamount, sedangkan yang berpuncak datar biasa disebut guyot (Hess, dalam Bloom, 1978).
            Pada beberapa guyot ditemui sedimen laut dangkal seperti kerikil pantai dan endapan koral tetapi saat ini tertutup oleh endapan pelagik karena terletak pada kedalaman 400 – 2000 m. Puncak yang datar dari guyot ini selain akibat erosi, juga dapat terbentuk oleh erupsi vulkanik.
  Palung Samudera (trench) dan Busur Kepulauan (Island arc)
            Bagian paling dalam dari samudera tidak terletak di tengahnya , tetapi pada bagian dekat tepi.
            Sekitar setengah dari tepi benua dibatasi oleh palung yang ,memiliki kedalaman sampai 2 kali kedalaman dasar samudera. Palung samudera adalah suatu jalur yang terjal, sempit dan memanjang pada dasar samudera yang dapat mencapai kedalaman 10.000 m.
            Keberadaan palung pada umumnya selalu berasosiasi dengan busur kepulauan, yaitu rangkaian- pulau-pulau atau busur punggungan yang memisahkan laut dangkal dengan laut dalam serta sering merupakan pusat gempa dan aktivitas vulkanisme.
  Morfologi bawah samudera Minor
            Ada beberapa bagian dari morfologi bawah samudera/laut yang lebih kecil bentuk dan ukurannya yaitu plato, palung samudera, reef dan atol.
           
  Plato
            Terdapat sejumlah bagian kerak benua yang terangkat ke permukaan laut berupa dataran membentuk pulau kecil. Tingginya sekitar 1 – 2 km di atas dasar laut. Kerak pada bagian plato ini lebih tebal jika dibanding sekitarnya. Sifat keraknya sama dengan kerak benua. Sebagian dari plato ini terbentuk dari sisa kerak benua masa lampau geologi, atau hasil pengerjaan vulkanik lokal.
  Reef dan Atol
            Di daerah dengan kondisi air laut hangat, kedalaman dasar laut berkisar 50 m, kondisi air laut jernih, jauh dari delta atau sungai maka akan sangat menguntungkan bagi pertumbuhan koral. Koral ini akan berkoloni membentuk kelompok besar yang disebut reef. Apabila reef ini tumbuh disekitar pulau kecil sisa vulkanik atau suatu plato, maka koloni koral ini akan tumbuh mengelilingi pulau tersebut, sebagai akibat erosi atau mengalami penurunan muka air laut maka yang tersisa hanya koloni koral ini yang berbentuk cincin yang biasa disebut atol.


BENTANG ALAM DELTA DAN PANTAI
  Delta
            Delta adalah suatu bentuk yang menjorok keluar dari garis pantai (seperti huruf D), terbentuk saat sungai masuk ke laut, dengan banyaknya suplai sedimen yang dibawa air sungai lebih cepat dibanding proses pendistribusian oleh proses-proses di pantai.
  Proses yang Mempengaruhi Pembentukan Delta
1. Iklim
            Iklim berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi dalam semua komponen sistem sungai. Pada daerah tropis, penyediaan volume air permukaan besar. Pelapukan fisika dan kimia berpengaruh terhadap tingkat sedimentasi.
2. Debit Sungai
            Debit sungai tergantung dari faktor iklim, mempengaruhi bentuk geometri delta. Delta dengan debit air dan sedimennnya tinggi dan konstan tiap tahunnya menghasilkan suatu tubuh pasir yang panjang dan lurus serta umumnya membentuk sudut yang besar terhadap garis pantai. Sebaliknya bila produk sedimen serta variasi debit air setiap tahunnya berbeda, maka terjadinya perombakan tubuh-tubuh pasir yang tadinya diendapkan oleh proses-proses laut dan cenderung membentuk tubuh delta yang sejajar dengan garis pantai.
3. Produk Sedimen
            Delta tidak akan terbentuk jika produk sedimennya terlalu kecil.
4. Energi gelombang
            Energi gelombang merupakan mekanisme penting dalam merubah dan mencetak sedimen delta yang berada di laut menjadi suatu bentuk tubuh pasir di daerah pantai.
5. Proses Pasang Surut
            Beberapa delta mayor di dunia didominasi oleh aktivitas pasang yang kuat. Diantaranya adalah delta Gangga-Brahmanaputra di Bangladesh, dan delta Ord  di Australia.
6. Arus pantai
            Arus pantai mengorientasikan tubuh-tubuh pasir hingga membentuk sejajar atau hampir sejajar dengan arah aliran sungai.
7. Kelerengan paparan
            Kelerengan paparan benua sangat berperan dalam menentukan pola perpindahan delta, yang terjadi dalam waktu yang cukup lama.
8. Bentuk Cekungan Penerima dan proses Tektonik
            Bentuk cekungan penerima merupakan pengontrol terhadap konfigurasi delta serta pola perubahannya. Daerah dengan tektonik yang aktif dengan akumulasi sedimen yang sedikit, sulit terbentuk delta . sebaliknya untuk daerah dengan tektonik pasif dan akumulasi sedimen yang banyak akan terbentuk delta yang baik.
  Syarat-Syarat terbentuknya Delta
  1. Arus sungai pada bagian muara mempunyai kecepatan yang minimum.
  2. Jumlah bahan yang dibawa sungai sebagai hasil erosi cukup banyak
  3. Laut pada daerah muara sungai cukup tenang.
  4. Pantainya relatif landai.
  5. Bahan-bahan hasil sedimentasi tidak terganggu oleh aktivitas air laut.
  6. Tidak ada gangguan tektonik, kecuali penurunan dasar laut seimbang dengan pengendapan sungai
  Unsur-unsur Dasar Delta
  1. Sungai : sebagai sarana pengangkut material
  2. Distributary Channel
  3. Delta Plain : Bagian delta yang berada di daratan, umumnya merupakan rawa-rawa.
  4. Delta Front / Delta Slope : bagian delta yang berada di depan delta plain, dan merupakan laut dangkal.
  5. Pro delta : bagian terdepan dari delta yang menuju ke laut lepas.
  Klasifikasi Delta
1. Menurut Fisher, dkk. (1969)
            Dasar klasifikasi :
  Proses fluvial dan influks sedimen.
  Proses laut (gelombang dan arus bawah permukaan).
           
            Dibagi menjadi 3 kelas, yaitu :
  Cuspate Delta.
  Lobate Delta.
  Elongate Delta / Bird Food Delta
  CUSPATE DELTA
2. Menurut Galloway (1975) :
            Dasar : dominasi proses fluvial, gelombang dan pasang surut, yaitu :
  Bird foot delta : jika pengaruh fluvial paling dominan.
  Cuspate delta  : jika pengaruh gelombang paling dominan.
  Estuarine delta : jika pengaruh pasang surut paling dominan.
            Ada 2 hal yang penting untuk diperhatikan :
A. Homopyonal Flow :  densitas air sungai dan laut equal
B. Hyperpyonal Flow : densitas air sungai lebih tinggi
C. Hypopyonal Flow : densitas air sungai lebih rendah.
  Bentang Alam Pantai
            Pantai adalah jalur atau bidang yang memanjang, tinggi serta lebarnya dipengaruhi oleh pasang surut dari air laut, yang terletak antara daratan dan lautan (Thombury, 1969).
            Faktor-faktor yang mempengaruhi morfologi pantai : pengaruh diatropisme, tipe batuan, struktur geologi, perubahan naik turunnya muka air laut, serta pengendapan sedimen asal daratan/sungai, erosi daratan dan angin.
            Daerah pantai yang masih mendapat pengaruh air laut dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :
  Beach (daerah pantai), yaitu daerah yang langsung mendapat pengaruh air laut dan selalu dapat dicapai oleh pasang naik dan pasang surut.
  Shore line (garis pantai), yaitu jalur pemisah yang relatif berbentuk baris dan relatif merupakan batas antara daerah yang dicapai air laut dan yang tidak bisa.
  Coast (pantai), yaitu daerah yang berdekatan dengan laut dan masih mendapat pengaruh dari air laut.
  Klasifikasi Pantai
1. Klasifikasi Pantai Secara Klasik, Johnson (1919), dibagi menjadi :
a. Pantai tenggelam (submergence coast)
                        :dibentuk karena penenggelaman daratan       atau naiknya muka laut, ciri : garis pantai       tidak teratur, ada pulau-pulau di depan       pantai, teluk yang dalam, dan lembah-           lembah yang turun.
            Contoh pantai ini adalah :
  Pantai Ria : pantai yang sebelum teggelam telah mengalami erosi darat, terutama erosi fluvial.
  Pantai Fyord : pantai yang sebelum tenggelam mengalami proses glasiasi (lihat gambar VII.6.).
Kenampakan pada peta topografi :
  Garis pantainya tidak teratur.
  Garis kontur berkelok-kelok tidak beraturan.
  Pantainya relatif curam, ditandai dengan adanya garis kontur yang relatif rapat.
  Perkampungan di sekitar pantai umumnya tidak sejajar dengan garis pantai.
   b. Pantai Naik (emergence coast)
            Pantai yang dibentuk oleh majunya garis pantai atau turunnya muka laut, ciri : garis pantai relatif lurus, relief-relief rendah, terbentuknya undak-undakan pantai dan gosong pantai atau tanggul-tanggul dimuka pantai.
            Kenampakan pada peta topografi :
  Garis pantai relatif lurus, ditandai dengan kontur yang lurus.
  Pantai relatif landai, ditunjukkan oleh garis kontur yang renggang.
  Jika dijumpai perkampungan umumnya relatif sejajar dengan garis pantai.
c. Pantai Netral
            Pantai yang tidak mengalami penenggelaman ataupun penaikkan dan biasanya dicirikan oleh adanya garis pantai yang relatif lurus, pantainya landai dan ombak tidak besar.
            Beberapa contoh pantai ini antara lain :
  Pantai delta
  Pantai dataran aluvial
  Pantai gunung api
  Pantai terumbu karang
  Pantai sesar
            Kenampakan pada peta topografi :
  Adanya delta plain, alluvial plain, dll
  Biasanya garis kontur renggang
  Bentuk garis pantainya relatif lurus melengkung
  Sungai dibagian muara mempunyai banyak cabang, yang seolah-olah mempunyai pola sungai berbentuk pohon (dendritik).
d. Pantai Campuran
            Pantai yang mempunyai kenampakan lebih dahulu terbentuk daripada yang lain. Seperti kanampakan undak pantai, lembah yang tenggelam, yang merupakan hasil dari naik turunnya permukaan air laut.
Kenampakan pada peta topografi :
  Adanya dataran pantai, teras-teras (emergence)
  Adanya teluk-teluk dengan kontur yang relatif rapat (submergence)
  Perkampungan tidak teratur.
2. Klasifikasi Pantai Secara Genetik dan Deskriptif, Valentine (1952)
3. Klasifikasi Pantai Berdasarkan Tenaga       Geomorfik
            Shepard (1963) dikutip Sunarto (1991) mengelompokkan pantai menjadi 2 (dua), yaitu :
a.         Pantai primer (muda).
            Pantai primer terbentuk oleh tenaga-tenaga dari darat (erosi, deposisi darat, gunung api, sesar dan lipatan).
b.         Pantai sekunder (dewasa).
            Pantai sekunder terjadi dari hasil proses laut, meliputi erosi laut, deposisi laut dan bentukan organik.
Macam-macam Pantai Primer
  Pantai karena erosi dari daratan. Erosi baik oleh sungai maupun glasial sebelum mengalami pengangkatan.
  Pantai yang dibentuk oleh pengendapan asal darat.
  Pantai hasil pengendapan fluvial, misalnya pantai delta, pantai daratan aluvial yang turun (Pantai semarang).
  Pantai pengendapan glasial, misalnya sebagai morena yang tenggelam atau sebagai drumline yang tenggelam
  Pantai yang karena pengendapan pasir oleh angin (prograding sand dune).
  Meluasnya tumbuh-tumbuhan pada pantai atau rawa bakau yang luas (contohnya pantai di dekat Townsvill, timur laut Queensland, australia).
  Bentuk pantai akibat aktivitas volkanisme
  Pantai yang dipengaruhi oleh aliran lava masa kini. Cirinya jika lavanya basa bentuk pantai tak teratur, kalau asam bentuk pantai lebih teratur.
  Pantai amblesan volkanik dan pantai kaldera.
  Pantai yang terbentuk akibat adanya pengaruh diatrophism atau tektonik
  Pantai yang terbentuk karena patahan.
  Pantai yang terbentuk karena lipatan
Macam-macam Pantai Sekunder
  Bentuk pantai karena erosi laut
  Pantai yang berliku-liku karena erosi gelombang
  Pantai terjal yang lurus karena erosi gelombang
  Bentuk pantai karena pengendapan laut
  Pantai yang lurus karena pengendapan gosong pasir (bars) yang memotong teluk.
  Pantai yang maju karena pengendapan laut.
  Pantai dengan gosong pasir lepas pantai (offshore bars and longshore spit)
4. Klasifikasi Pantai secara Klimato-  genetik
            Dasar : hubungan antara energi gelombang dengan morfologi pantai, serta memperhatikan signifikasi peninggalan sejarah dan aspek-aspek geologis dalam evolusi pantai.
Dibagi menjadi :
a. Pantai Lintang Rendah
            Ciri : energi gelombang rendah dan lingkungan angin pasat. Sedimen pantai banyak, terdapat hubungan antara variasi morfologi pantai dan wilayah hujan. Mangrove tumbuh di daerah beriklim tropis panas-basah, sedangkan gumuk pantai terdapat di lingkungan yang beriklim tropik panas-kering.
b. Pantai Lintang tengah
            Terdapat di lingkungan gelombang berenergi tinggi. Karena aktivitas gelombang dan abrasi bertenaga tinggi itu, maka cliff dan bentukan yang berasosiasi dapat berkembang dengan baik.
c. Pantai Lintang Tinggi
            Pantai ini dicirikan dengan gelombang berenergi rendah. Kebanyakan merupakan sisa-sisa pembekuan. Perkembangan morfologi cliff dipengaruhi kuat oleh gerakan massa batuan dalam skala besar.
Proses-Proses di Pantai.
            Kenampakan menyerupai jembatan pada batuan lava (lava bridge) akibat abrasi oleh gelombang
            Kenampakan cliff akibat abrasi gelombang pada tebing yang berlitologi batugamping

BENTANG ALAM EOLIAN
            Bentang alam eolian merupakan bentang alam yang dibentuk karena adanya aktivitas angin.
            Bentang alam ini banyak dijumpai pada daerah gurun pasir.
            Terjadinya gurun pasir sendiri lebih diakibatkan karena adanya pengaruh iklim dan bukan merupakan hasil khusus dari agen geologi tertentu.
           
PROSES-PROSES OLEH ANGIN
            Angin, meskipun bukan sebagai agen geomorfik yang sangat penting (topografi yang dibentuk oleh angin tidak banyak dijumpai ), namun tetap tidak dapat diabaikan. Proses-proses yang disebabkan oleh angin meliputi erosi, transportasi dan deposisi.
Erosi oleh Angin
            Erosi oleh angin dibedakan menjadi dua macam, yaitu deflasi dan abrasi atau korasi.
           
            Deflasi adalah proses lepasnya tanah dan partikel-partikel kecil dari batuan yang diangkut dan dibawa oleh angin. Sedangkan abrasi merupakan proses penggerusan batuan dan permukaan lain oleh partikel-partikel yang terbawa oleh aliran angin.
Transportasi oleh Angin
            Cara transportasi oleh angin pada dasarnya sama dengan cara transportasi oleh air, yaitu secara melayang (suspesion) dan menggeser di permukaan (traction).
           
            Secara umum partikel halus (debu) dibawa secara melayang dan yang berukuran pasir dibawa secara menggeser di permukaan (traction). Pengangkutan secara traction ini meliputi meloncat (saltation) dan menggelinding (rolling).
Pengendapan oleh Angin
            Jika kekuatan angin yang membawa material berkurang atau jika turun hujan, maka material-material (pasir dan debu) tersebut akan diendapkan.
MACAM-MACAM BENTANG ALAM EOLIAN
            Dilihat dari proses pembentukannya, bentang alam eolian dapat dikelompokkan
            menjadi 2, yaitu :
  1. bentang alam akibat proses erosi oleh angin
  2. bentang alam akibat proses pengendapan oleh angin.
Bentang Alam Eolian
Akibat Proses Erosi
            Proses erosi oleh angin  dibedakan menjadi 2, yaitu deflasi dan abrasi. Bentang alam yang disebabkan oleh proses erosi ini juga dibedakan menjadi 2, yaitu bentang alam hasil proses deflasi dan bentang alam hasil proses abrasi.
Bentang Alam Hasil Proses Deflasi
            Bentang alam hasil proses deflasi dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :
  1. Cekungan deflasi (deflation basin)
  2. Lag gravel
  3. Desert varnish
a. Cekungan deflasi (deflation basin)
            Cekungan deflasi merupakan suatu cekungan yang diakibatkan oleh angin pada daerah yang lunak dan tidak terkonsolidasi atau material-material yang tersemen jelek. Cekungan terbentuk akibat material yang ada dipindahkan oleh angin ke tempat lain.
            Contoh cekungan ini terdapat di Gurun Gobi, yang terbentuk karena batuan telah diurai oleh adanya pelapukan. Cekungan ini mempunyai ukuran antara 300 meter sampai lebih dari 45 kilometer panjangnya, dan dari 15 meter sampai 150 meter dalamnya.
b. Lag gravel
            Deflasi terhadap debu dan pasir yang ditinggalkan merupakan material yang kasar (granule, pebble, dan fragmen-fragmen yang besar), disebut lagstone. Akumulasi seperti itu dalam waktu yang lama bisa menjadi banyak dan menjadi lag-gravel atau bahkan sebagai desert pavement, dimana sisa-sisa fragmennya berhubungan satu sama lain saling berdekatan.
c. Desert varnish
            Beberapa lagstone yang tipis, mengkilat, berwarna hitam atau coklat dan permukaannya tertutup oleh oksida besi, dikenal sebagai desert varnish.
Fenomena Hasil Proses Abrasi
            Fenomena hasil proses abrasi atau korasi :
  1. Bevelad stone
  2. Polish
  3. Grooves
  4. Sculpturing (Penghiasan)
a. Bevelad stone
            Beberapa sisa batuan yang dihasilkan oleh abrasi angin yang mengandung pasir akan membentuk einkanter atau dreikanter yang dalam Bahasa Inggris disebut single edge atau three edge.
            Einkanter terbentuk dari perpotongan antara pebble yang mempunyai kedudukan tetap dengan arah angin yang tetap (konstan). Dreikanter terbentuk dari perpotongan antara pebble yang posisinya overturned akibat perusakan pada bagian bawah dengan arah angin yang tetap atau dapat juga disebabkan oleh arah angin yang berganti-ganti terhadap pebble yang mempunyai kedudukan tetap sehingga membentuk bidang permukaan yang banyak.
b. Polish
            Polish ini terbentuk  pada batuan yang mempunyai ukuran butir halus digosok oleh angin yang mengandung pasir (sand blast) atau yang mengandung silt (silt blast), yang mempunyai kekuatan lemah, sehingga hasilnya akan lebih mengkilat, misalnya pada kuarsit, akibat erosi secara abrasi akan lebih mengkilat.
c. Grooves
            Angin yang  mengandung pasir dapat juga menggosok dan menyapu permukaan batuan membentuk suatu alur yang dikenal sebagai grooves. Pada daerah kering, alur yang demikian itu sangat jelas. Alur-alur tersebut memperlihatkan kenampakan yang sejajar dengan sisi sangat jelas.
d. Sculpturing (Penghiasan)
            Banyak perbedaan bentuk topografi diakibatkan oleh kombinasi pelapukan dan abrasi angin. Termasuk disini adalah batujamur (mushroom rock), yaitu batu yang tererosi oleh angin yang mengandung pasir, sehingga bentuknya menyerupai jamur (mushroom)
Bentang Alam
Hasil Pengendapan Angin
            Hasil proses pengendapan ini dibedakan menjadi 2, yaitu :
  1. Dune
  2. Loess
Dune
            Dune adalah suatu timbunan yang dapat bergerak atau berpindah, bentuknya tidak dipengaruhi oleh bentuk permukaan ataupun rintangan (badhold, 1923, dalam Thornbury, 1964).
            Tipe-tipe dune ini menurut Hace (1941, dalam Thornbury, 1964), digolongkan menjadi 3, yaitu :
a. Tranversal dune
            Tranversal dune merupakan punggungan-punggungan pasir yang berbentuk memanjang tegak lurus dengan arah angin yang dominan. Bentuk ini tidak dipengarahi oleh faktor tumbuh-tumbuhan.
Tranversal dune
b. Parabollic dune
            Parabollic dune merupakan dune yang berbentuk sekop / sendok atau berbentuk parabola. Bentuk ini karena dipengaruhi oleh adanya tumbuh-tumbuhan.
c. Longitudinal dune
            Longitudinal dune merupakan punggungan-punggungan pasir yang terbentuk memanjang sejajar dengan arah angin yang dominan. Material pasir diangkut secara cepat oleh angin yang relatif tetap.
Sketsa tranversal dune, parabollic dune, dan longitudinal dune (Selby. M.J. 1985)
Klasifikasi dune menurut Emmon’s (1960)
            Menurut Emmon’s (1960), bentuk-bentuk dune dapat bermacam-macam, tergantung pada banyaknya pertambahan pasir, pengendapan di tanah, tumbuh-tumbuhan yang menghalangi dan juga arah angin yang tetap.
            Berdasarkan hal-hal tersebut, maka tipe-tipe dune digolongkan menjadi :
Tipe-tipe Dune
a. Lee dune (sand drift)
            Lee dune atau sand driff adalah dune yang berkembang memanjang, merupakan punggungan pasir yang sempit berada di belakang batuan batuan atau tumbuh-tumbuhan. Dune ini mempunyai kedudukan tetap, tetapi dengan adanya penambahan jumlah pasir yang banyak maka dapat juga menjadi jenis dune yang bergerak dari ujung sand driff.
b. Longitudinal dune
            Longitudinal dune mempunyai arah memanjang searah dengan arah angin yang efektif dan dominan. Terbentuknya karena angin tertahan oleh rumput atau pohon-pohon kecil. Kadang-kadang berbentuk seperti lereng dari suatu lembah.
c. Barchan
            Barchan terbentuk pada daerah yang terbuka, tak dibatasi oleh topografi atau tumbuh-tumbuhan dimana arah angin selalu tetap dan penambahan pasir terbatas dan berada di atas batuan dasar yang padat. Barchan ini berbentuk koma, dengan lereng yang landai pada bagian luar, serta mempunyai puncak dan sayap.
Barchan
a. Pembentukan barchan di belakang pohon-pohon kecil.
b. Pembentukan barchan di belakang dan di depan sebuah batu.
Diagram yang menunjukkan arah dan gerak angin selama proses pembentukan barchan
d. Seif
            Seif adalah longitudinal dune yang berbentuk barchan dengan salah satu lengannya jauh lebih panjang akibat kecepatan angin yang lebih kuat pada lengan yang panjang. Misalnya di Arabian Sword, seif berassosiasi dengan barchan dan berkebalikan antara barchan menjadi seif. Perubahan yang lain misalnya dari seif menjadi lee dune.
e. Tranversal Dune
            Tranversal dune terbentuk pada daerah dengan penambahan pasir yang banyak dan kering, angin bertiup secara tetap, misalnya pada sepanjang pantai. Pasir yang banyak itu akan menjadi suatu timbunan pasir yang berupa punggungan atau deretan punggungan yang melintang terhadap arah angin.
f. Complex dune
            Conplek dune terbentuk pada daerah dengan angin berubah-ubah, pasir dan vegetasinya agak banyak. Barchan, seif dan tranversal dumne yang berada setempat-setempat akan berkembang sehingga menjadi penuh dan akan terjadi saling overlap sehingga akan kehilangan bentuk-bentuk aslinya dan akan mempunyai lereng yang bermacam-macam. Keadaan ini disebut sebagai complex dune.
            Menurut Emmons (1960, dalam Thornbury, 1969), dune ini biasanya mempunyai ketinggian antara 6 m sampai 20 m, tetapi beberapa dune dapat mencapai ketinggian beberapa puluh meter. Sedangkan kecepatan bergerak atau berpindahnya berbeda-beda tergantung pada kondisi daerahnya. Biasanya tidak lebih dari beberapa meter per tahun, tetapi ada juga yang samp0ai 30 m per tahun.
Tabel pembentukan dune (Bloom : 339)
Loess
            Daerah yang luas yang tertutup material-material halus dan lepas disebut Loess. Beberapa endapan Loess yang dijumpai di Cina barat mempunyai ketebalan sampai beberapa ratus meter. Sedangkan di tempat lain kebanyakan endapan loess ini hanya mencapai beberapa meter saja. Beberapa endapan loess menutupi daerah yang sangat subur.
            Penyelidikan secara mikroskopis memperlihatkan bahwa loess berkomposisi partikel-partikel angular, dengan diameter kurang dari 0,5 mm. Terdiri dari kuarsa, feldspar, hornblende, dan mika.
            Kebanyakan butiran-butiran tersebut dalam keadaan segar atau baru terkena pelapukan sedikit. Kenampakan ini menunjukkan bahwa loess tersebut merupakan hasil endapan dari debu dan lanau yang diangkut dan diendapkan oleh angin.


BENTANG ALAM FLUVIAL
  BENTANG ALAM FLUVIAL
  satuan geomorfologi yang pembentukannya erat hubungannya dengan proses fluviatil.
  Proses fluviatil : semua proses yang terjadi di alam baik fisika, maupun kimia yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk permukaan bumi, yang disebabkan oleh aksi air permukaan, baik yang merupakan air yang mengalir secara terpadu (sungai), maupun air yang tidak  terkonsentrasi ( sheet water).
  proses fluviatil akan menghasilkan suatu bentang alam yang khas sebagai akibat tingkah laku air yang mengalir di permukaan.
  Bentang alam yang dibentuk dapat terjadi karena proses erosi maupun karena proses sedimentasi yang dilakukan oleh air permukaan.
  Proses fluviatil ini bervariasi intensitasnya.
            Perlu diketahui bahwa air permukaan merupakan salah satu mata rantai dari siklus hidrologi. Adanya air permukaan sangat dikontrol oleh adanya air hujan, sedangkan besar kecilnya jumlah air permukaan dipengaruhi oleh beberapa  faktor, yaitu :
  1. Nilai curah hujan
  2. Jumlah vegetasi
  3. Kelerengan
  4. Jenis Litologi
  5. Iklim
  Siklus hidrologi
  Macam-macam Proses Fluviatil
  1. Proses erosi
            Erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
  Quarrying, yaitu pendongkelan batuan yang dilaluinya.
  Abrasi, yaitu penggerusan terhadap batuan yang dilewatinya.
  Scouring, yaitu penggerusan dasar sungai akibat adanya ulakan sungai, misalnya pada daerah cut off slope pada Meander.
  Korosi, yaitu terjadinya reaksi terhadap batuan yang dilaluinya.
Berdasarkan arahnya, erosi dapat dibedakan menjadi :
  Erosi vertikal, erosi yang arahnya tegak dan cenderung terjadi pada daerah bagian hulu dari sungai menyebabkan terjadinya pendalaman lembah sungai.
  Erosi lateral, yaitu erosi yang arahnya mendatar dan dominan terjadi pada bagian  hilir sungai, menyebabkan sungai bertambah lebar .
            Erosi yang berlangsung terus hingga suatu saat akan mencapai batas dimana air sungai sudah tidak mampu mengerosi lagi dikarenakan sudah mencapai  erosion base level.
             Erosion base level ini dapat dibagi menjadi
  ultimate base level yang base levelnya berupa  permukaan air laut
  temporary base level yang base levelnya lokal seperti permukaan air danau, rawa,  dan sejenisnya.
            Intensitas erosi pada suatu sungai berbanding lurus dengan kecepatan aliran sungai tersebut.
           
            Erosi akan lebih efektif bila media yang bersangkutan mengangkut bermacam-macam material. Erosi memiliki tujuan akhir meratakan sehingga mendekati ultimate base level.
2. Proses  Transportasi
            adalah proses perpindahan / pengangkutan material oleh suatu tubuh air yang dinamis yang diakibatkan oleh tenaga kinetis yang ada pada sungai sebagai efek dari gaya gravitasi

Dalam membahas transportasi sungai dikenal istilah :
  stream capacity : jumlah beban maksimum yang mampu diangkat oleh aliran sungai
   stream competance : ukuran maksimum beban yang mampu diangkut oleh aliran sungai.
            Sungai mengangkut material hasil erosinya secara umum melalui 2 mekanisme, yaitu mekanisme bed load  dan  suspended load .
            Mekanisme bed load : pada proses material-material tersebut terangkut sepanjang dasar sungai, dibedakan menjadi beberapa cara, antara lain :
  Traction : material yang diangkut terseret  di dasar sungai.
  Rolling : material terangkut dengan cara menggelinding di dasar sungai.
  Saltation : material terangkut dengan cara menggelinding pada dasar sungai.
            Mekanisme  suspended load : material-material terangkut dengan cara melayang dalam tubuh sungai, dibedakan menjadi :
  Suspension : material diangkut secara melayang dan bercampur dengan air sehingga menyebabkan sungai menjadi keruh.
  Solution : material terangkut, larut dalam air dan membentuk larutan kimia.
  Mekanisme transportasi sedimen
3.   Proses sedimentasi
            Proses sedimentasi terjadi ketika sungai tidak mampu lagi mengangkut material yang dibawanya. Apabila tenaga angkut semakin berkurang, maka material yang berukuran kasar akan diendapkan terlebih dahulu baru kemudian diendapkan material yang lebih halus.
            Ukuran material yang diendapkan berbanding lurus dengan besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke arah hillir ukuran butir material yang diendapkan semakin halus.
  Pola Penyaluran
  Bentuk-bentuk tubuh air disebut pengaliran / penyaluran (drainage), meliputi laut, danau, sungai, rawa dan sejenisnya.
  Satu sungai atau lebih beserta anak sungai dan cabangnya dapat membentuk suatu pola atau sistem tertentu yang dikenal  sebagai pola pengaliran / pola penyaluran (drainage pattern). Pola pengaliran dapat dibedakan menjadi beberapa macam. Tiap-tiap macam pola pengaliran dapat bervariasi, dan variasi tersebut antara lain disebabkan oleh adanya struktur dan variasi batuan  dimana pola pengaliran itu terdapat.
Macam-macam pola pengaliran :
a. Dendritik : pola pengaliran dengan bentuk seperti pohon, dengan anak-anak sungai dan cabang-cabangnya mempunyai arah yang tidak beraturan.
            Umumnya berkembang pada batuan yang resistensinya seragam, batuan sedimen datar, atau hampir datar, daerah batuan beku masif, daerah lipatan, daerah metamorf yang kompleks. Kontrol struktur tidak dominan di pola ini, namun biasanya pola aliran ini akan terdapat pada daerah punggungan suatu antiklin.
b. Radial, adalah pola pengaliran yang mempunyai pola memusat atau menyebar dengan 1 titik pusat yang dikontrol oleh kemiringan lerengnya.
c. Rectanguler : pola pengaliran dimana anak-anak sungainya membentuk sudut tegak lurus dengan sungai utamanya, umumnya pada daerah patahan yang bersistem (teratur).
d.   Trellis, adalah bentuk seperti daun dengan anak-anak sungai sejajar. Sungai utamanya biasanya memanjang searah dengan jurus perlapisan batuan. Umumnya terbentuk pada batuan sedimen berselang-seling antara yang mempunyai resistensi rendah dan tinggi.
            Anak-anak sungai akan dominan  terbentuk dari erosi pada batuan sedimen yang mempunyai resistensi rendah.
            Jadi secara umum , pembentukan sungai utama lebih disebabkan oleh kontrol struktrur dan pembentukan anak sungai lebih disebabkan oleh kontrol litologi.
           
  Annular, adalah pola pengaliran dimana sungai atau anak sungainya mempunyai penyebaran yang melingkar
            Sering dijumpai pada daerah kubah berstadia dewasa. Pola ini merupakan perkembangan dari pola radier. Pola penyaluran  ini melingkar mengikuti jurus perlapisan  batuannya.
  Multi basinal atau sink hole adalah pola pengaliran yang tidak sempurna, kadang nampak di permukaan bumi, kadang tidak nampak, yang dikenal sebagai sungai bawah tanah. Pola pengaliran ini berkembang pada daerah karst atau daerah batugamping.
  Contorted, adalah pola pengaliran dimana arah alirannya berbalik / berbalik arah.  Kontrol struktur yang bekerja berupa pola lipatan yang tidak beraturan yang  memungkinkan terbentuknya suatu tikungan atau belokan pada lapisan sedimen yang ada.
  Macam-macam Bentang Alam Fluviatil
a. Sungai Teranyam (Braided Stream)
            terbentuk pada bagian hilir sungai yang memiliki slope hampir datar – datar, alurnya luas dan  dangkal. terbentuk karena adanya erosi yang berlebihan pada bagian hulu sungai sehingga terjadi pengendapan pada bagian alurnya dan membentuk endapan gosong tengah. Karena adanya endapan gosong tengah yang banyak, maka alirannya memberikan kesan teranyam. Keadaan ini disebut juga  anastomosis( Fairbridge, 1968).
b. Bar deposit
            adalah endapan sungai yang terdapat pada tepi atau tengah dari alur sungai. Endapan pada tengah alur sungai disebut gosong tengah (channel bar) dan endapan pada tepi disebut gosong tepi (point bar).Bar deposit ini bisa berupa kerakal, berangkal, pasir, dll.
c. Dataran banjir ( Floodplain)  dan Tanggul alam (Natural levee)
            Sungai stadia dewasa mengendapkan sebagian material yang terangkut saat banjir pada sisi kanan maupun kiri sungai, seiring dengan proses yang berlangsung kontinyu akan terbentuk akumulasi sedimen yang tebal sehingga akhirnya membentuk tanggul alam.
d. Kipas Aluvial (alluvial fan)
            Bila suatu sungai dengan muatan sedimen yang besar  mengalir  dari bukit atau pegunungan, dan masuk ke dataran rendah, maka akan terjadi perubahan gradien kecepatan yang drastis, sehingga terjadi pengendapan material yang cepat, yang dikenal sebagai kipas aluvial, berupa suatu  onggokan material lepas, berbentuk seperti kipas, biasanya terdapat pada suatu dataran di depan suatu gawir. Biasanya pada daerah kipas aluvial terdapat air tanah yang melimpah. Hal ini dikarenakan umumnya  kipas aluvial terdiri dari perselingan pasir dan lempung sehingga merupakan lapisan pembawa air yang baik.
e. Meander
            bentukan pada dataran banjir sungai yang berbentuk kelokan karena pengikisan tebing sungai, daerah alirannya disebut sebagai Meander Belt.
            Meander ini terbentuk apabila pada suatu sungai yang berstadia dewasa/tua mempunyai dataran banjir yang cukup luas, aliran sungai melintasinya dengan tidak teratur sebab adanya pembelokan aliran Pembelokan ini  terjadi karena ada batuan yang menghalangi sehingga alirannya membelok dan terus melakukan penggerusan ke batuan yang lebih lemah.
f. Danau tapal kuda
            terbentuk jika lengkung meander terpotong oleh pelurusan air.
g. Delta
            adalah bentang alam hasil sedimentasi sungai pada bagian hilir setelah masuk pada daerah base level. Selanjutnya akan dibahas dalam bentang Alam Pantai dan Delta.
  Kenampakan danau tapal kuda
  Bentang Alam Fluvial dalam Peta Topografi
  Dalam peta topografi  standar, sebagian dari bentang alam fluvial tidak terekspresikan, terutama yang berukuran kecil, misalnya gosong sungai, tanggul alam. Sebagian bentang alam yang berukuran besar dapat terekspresikan dalam peta topografi, misalnya kipas aluvial.
  Dalam peta topografi alur sungai tampak jelas dengan pola kontur yang khas, ditandai oleh kontur yang meruncing ke arah hulu sungai.
  Aplikasi
            Daerah-daerah yang termasuk bentang alam fluvial merupakan daerah yang sangat potensial untuk dimanfaatkan bagi kehidupan manusia, khususnya di sekitar aliran sungai.
           
            Daerah sekitar aliran sungai merupakan daerah yang potensial sebagai penyedia air irigasi, air minum, dan material pasir batu ( BG. gol C) yang dapat dijadikan sebagai bahan bangunan. daerah aliran sungai juga bisa menjadi sesumber bencana seperti banjir, dan tanah longsor.
           
            Analisa terhadap bentang alam ini dapat memberikan informasi tentang kondisi geologi suatu daerah, yang akan  terekspresikan dalam pola penyaluran dan bentukan bentang alam lokal, seperti kipas alluvial, dataran banjir, dan sejenisnya.  Analisa tersebut  juga akan memberikan informasi tentang stadia daerah maupun stadia erosi daerah yang terkait, yang akan memberikan kontribusi pemikiran dalam rencana pengembangan wilayah.

BENTANG ALAM
          KARST
            Pengertian tentang topografi kars yaitu : suatu topografi yang terbentuk pada daerah dengan litologi berupa batuan yang mudah larut, menunjukkan relief yang khas, penyaluran tidak teratur, aliran sungai secara tiba-tiba masuk ke dalam tanah dan meninggalkan lembah kering dan muncul kembali di tempat lain sebagai mata air yang besar.
          Faktor-faktor yang mempengaruhi Bentang Alam Karst
  1. Faktor Fisik
  2. Faktor Kimiawi
  3. Faktor Biologis
  4. Faktor Iklim dan Lingkungan
          1. Faktor Fisik
            Faktor-faktor fisik yang mempengaruhi pembentukan topografi karst meliputi :
  1. Ketebalan batugamping, yang baik untuk perkembangan karst adalah batu gamping yang tebal, dapat masif atau yang terdiri dari beberapa lapisan dan membentuk unit batuan yang tebal, sehingga mampu menampilkan topografi karst sebelum habis terlarutkan.
            Namun yang paling baik adalah batuan yang masif, karena pada batugamping berlapis biasanya terdapat lempung yang terkonsentrasi pada bidang perlapisan, sehingga mengurangi kebebasan sirkulasi air untuk menembus seluruh lapisan.
  1. Porositas dan permeabilitas, berpengaruh dalam sirkulari air dalam batuan. Semakin besar porositas sirkulasi air akan semakin lancar sehingga proses karstifikasi akan semakin intensif.
  2. Intensitas struktur (kekar), zona kekar adlah zona lemah yang mudah mengalami pelarutan dan erosi sehingga dengan adanya kekar dalam batuan, proses pelarutan berlangsung intensif.
            Kekar yang baik untuk proses karstifikasi adalah kekar berpasangan (kekar gerus), karena kekar tsb berpasangan sehingga mempertinggi porositas dan permeabilitas.
            Namun apabila intensitas kekar sangat tinggi batuan akan mudah tererosi atau hancur sehingga proses karstifikasi terhambat.
          2. Faktor Kimiawi
  1. Kondisi kimia batuan, dalam pembentukan topografi kars diperlukan sedikitnya 60% kalsit dalam batuan dan yang paling baik diperlukan 90% kalsit.
  2. Kondisi kimia media pelarut, dalam proses karstifikasi media pelarutnya adalah air, kondisi kimia air ini sangat berpengaruh terhadap proses karstifikasi
            Kalsit sulit larut dalam air murni, tetapi mudah larut dalam air yang mengandung asam.
            Air hujan mengikat CO2 di udara dan dari tanah membentuk larutan yang bersifat asam yaitu asam karbonat (H2CO3).
            Larutan inilah yang sangat baik untuk melarutkan batugamping.
          3. Faktor Biologis
     Aktivitas tumbuhan dan mikrobiologi dapat menghasilkan humus yang menutup batuan dasar, mengakibatkan kondisi anaerobic sehingga air permukaan masuk ke zona anaerobic, tekanan parsial CO2 akan meninggkat sehingga kemampuan melarutkannya juga meningkat.
          4. Faktor Iklim dan Lingkungan
            Kondisi lingkungan yang mendukung adalah adanya lembah besar yang mengelilingi tempat yang tinggi yang terdiri dari batuan yang mudah larut (batugamping) yang terkekarkan intensif. Kondisi lingkungan di sekitar batugamping harus lebih rendah sehingga sirkulasi air berjalan dengan baik, sehingga proses karstifikasi berjalan dengan intensif.
          Proses Pembentukan
Topografi Karst
            Kondisi batuan yang menunjang terbentuknya topografi karst ada 4, yaitu:
  1. Mudah larut dan berada di atau dekat permukaan.
  2. Masif, tebal dan terkekarkan.
  3. Berada pada daerah dengan curah hujan yang tinggi.
  4. Dikelilingi lembah
            Proses pelarutan pada batugamping, meninggalkan morfologi sisa pelarutan, perkembangan morfologi sisa ini dapat dibagi menjadi 4 fase, yaitu :
  1. Karena zona A lebih cepat mengalami pelarutan, maka zona ini segera terbentuk lembah yang dalam, sementara pada zona B masih berupa dataran tinggi dengan gejala pelarutan di beberapa tempat.
  1. Pelarutan pada kedua zona terus berjalan sehingga pada fase ini mulai terbentuk kerucut-kerucut karst pada zona B. Pada kerucut karst ini tingkat pelarutan/erosi vertikalnya lebih kecil dibandingkan lembah di sekitarnya.
  1. Karena adanya erosi lateral oleh         sungai maka zone A berada pada       batas permukaan erosi dan pada zona     B erosi vertikal telah berjalan lebih     lanjut sehingga hanya tinggal beberapa          morfologi sisa saja, morfologi sisa ini         disebut menara karst.
          Bentang Alam
Hasil Proses Karstifikasi
            Bentuk morfologi yang menyusun suatu bentang alam karst dapat dibedakan menjadi 2, yaitu bentuk-bentuk konstruksional dan bentuk-bentuk sisa pelarutan
          1. Bentuk-bentuk Konstruksional
            Bentuk-bentuk konstriksional adalah topografi yang dibentuk oleh proses pelarutan batugamping atau pengendapan mineral karbonat yang dibawa oleh air.
            Berdasarkan ukurannya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
          Bentuk-bentuk minor
          Bentuk-bentuk mayor
            Bentang alam karst minor adalah bentang alam yang tidak dapat diamati pada peta topografi atau foto udara.
            Sedangkan bentang alam mayor adalah yang dapat diamati dari peta topografi atau foto udara.
           
            Bentuk-bentuk bentang alam  minor antara :
  1. Lapies, yaitu bentuk yang tidak rata pada batugamping akibat adanya proses pelarutan dan penggerusan.
           
  1. Karst split, adalah celah pelarutan yang terbentuk di permukaan.
  2. Parit karst, yaitu alur pada permukaan yang memanjang membentuk parit, yang juga sering dianggap karst split yang memanjang sehingga membentuk parit.
Parit karst
  1. Palung karst, adalah alur pada permukaan batuan yang besar dan lebar, terbentuk karena proses pelarutan, kedalaman lebih dari 50 cm. biasanya pada permukaan batuan yang datar atau miring rendah dan dikontrol oleh struktur yang memanjang.
  2. Speleotherms, adalah hiasan pada gua yang merupakan endapan CaCO3  yang mengalami presipitasi pada air tanah yang membawanya masuk ke dalam gua. (Stalaktit, stalakmit)
Speleotherms
  1. Fitokarst, adalah permukaan yang berlekuk-lekuk dengan lubang-lubang yang saling berhubungan, terbentuk karena adanya pengaruh aktivitas biologis yaitu algae yang tumbuh di dalam batugamping. Algae menutup di permukaan dan masuk sedalam 0,1 – 0,2 mm dan menghasilkan larutan asam sehingga melarutkan batugamping.
            Sedangkan bentuk-bentuk topgrafi karst mayor antara lain :
  1. Surupan (doline), yaitu depresi tertutup hasil pelarutan dengan diameter mulai dari beberapa meter sampai beberapa kilometer, kedalaman bisa sampai ratusan meter dan mempunyai bentuk bundar atau lonjong.
  2. Uvala, adalah gabungan dari beberapa doline.
Doline
  1. Polje, adalah depresisi tertutup yang besar dengan lantai datar dan dinding curam, bentuknya tidak teratur dan biasanya memanjang searah jurus perlapisan, pembentukannya dikontrol oleh litologi dan struktur, dan mengalami pelebaran saat terisi oleh air.
Polje
  1. Jendela karst, adalah lubang pada atap gua  yang menghubungkan dengan udara luar, terbentuk karena atap gua runtuh.
  1. Lembah karst,  adalah lembah atau alur yang besar, terbentuk oleh aliran permukaan yang mengerosi batuan yang dilaluinya. Ada 4 macam lembah karst, yaitu :
    1. Allogenic valley, lembah karst dengan hulu pada batuan kedap air (bukan batugamping) yang kemudian masuk ke dalam daerah karst.
    2. Blind valley, lembah karst yang alirannya tiba-tiba hilang karena masuk ke dalam batuan.
    3. Pocket valley, yaitu lembah yang berasosiasi dengan mata air yang besar dan keluar dari batuan kedap air (bukan batugamping) yang berada di bawah lapisan batugamping.
    4. Dry valley, lembah yang mirip dengan lembah fluviatil tetapi bukan sebagai penyaluran air permukaan karena air yang masuk langsung meresap ke batuan dasarnya (karena banyak rekahan)
  1. Gua, adalah ruang bawah tanah yang dapat dicapai dari permukaan dan cukup besar bila dilalui oleh manusia.
  2. Terowongan dan jembatan alam, adalah lorong di bawah permukaan yang terbentuk oleh pelarutan dan penggerusan air tanah.

          Bentuk-bentuk Sisa Pelarutan
            Yang dimaksud dengan sisa pelarutan adalah  morfologi yang terbentuk karena pelarutan dan erosi sudah berjalan sangat lanjut sehingga meninggalkan sisa erosi yang khas pada daerah karst.
Macam-macam morfologi sisa antara lain :
  1. Kerucut karst, adalah bukit karst yang berbentuk kerucut, berlereng terjal dan dikelilingi oleh depresi.
  2. Menara karst, adalah bukit sisa pelarutan dan erosi yang berbentuk menara dengan lereng yang terjal tegak atau menggantung, terpisah satu dengan yang lainnya dan dikelilingi dataran aluvial.

BENTANG ALAM STRUKTURAL
  adalah bentang alam yang pembentukkannya dikontrol oleh struktur geologi daerah yang bersangkutan.
  Struktur geologi yang paling banyak berpengaruh terhadap pembentukan morfologi adalah struktur geologi sekunder, yaitu struktur yang terbentuk setelah batuan itu ada. Biasanya terbentuk oleh adanya proses endogen yaitu proses tektonik yang mengakibatkan adanya pengangkatan, patahan, dan lipatan, yang tercermin dalam bentuk topografi dan relief yang khas.
  Macam-macam proses eksternal yang terjadi adalah pelapukan (dekomposisi dan disintegrasi), erosi (air, angin atau glasial) serta gerakan massa (longsoran, rayapan atau slump).
Kenampakan yang dapat digunakan dalam penafsiran bentang alam struktural
  Pola pengaliran. Variasinya biasanya dikontrol oleh variasi struktur geologi dan litologi pada daerah tersebut.
  Kelurusan-kelurusan (lineament) dari punggungan (ridge), puncak bukit, lembah, lereng dan lain-lain.
  Bentuk – bentuk bukit, lembah dll.
  Perubahan aliran sungai, misalnya secara tiba-tiba, kemungkinan dikontrol oleh struktur kekar, sesar atau lipatan.
Macam-macam Bentang Alam Struktural
  Bentang Alam dengan Struktur Mendatar (Lapisan Horizontal)
  Dataran rendah, adalah dataran yang memiliki elevasi antara 0 – 500 kaki dari muka air laut.
  Dataran tinggi (plateau), adalah dataran yang menempati elevasi lebih dari 500 kaki di atas muka air laut, berlereng sangat landai atau datar berkedudukan lebih tinggi daripada bentanglahan di sekitarnya
  Bentang Alam dengan Struktur Miring
  Cuesta, kemiringan antara kedua sisi lerengnya tidak simetri dengan sudut lereng yang searah perlapisan batuan kurang dari 30o (Tjia, 1987).
  Hogback : sudut antara kedua sisinya relatif sama, dengan sudut lereng yang searah perlapisan batuan lebih dari 30o (Tjia, 1987). Hogback memiliki kelerengan scarp slope dan dip slope yang hampir sama sehingga terlihat simetri
Bentang Alam Dengan Struktur Lipatan Lipatan terjadi karena adanya lapisan kulit bumi yang mengalami gaya kompresi (gaya tekan). Pada suatu lipatan yang sederhana, bagian punggungan disebut dengan antiklin, sedangkan bagian lembah disebut dengan sinklin.
 
PERLAPISAN YANG TERLIPAT
  Struktur antiklin dan sinklin menunjam
            Struktur ini merupakan kelanjutan atau perkembangan dari pegunungan lipatan satu arah (cuesta dan hogback) dan dua arah (sinklin dan antiklin). Bila tiga fore slope saling berhadapan maka disebut sebagai lembah antiklin menunjam. Sedangkan bila tiga back slope saling berhadapan maka disebut sebagai lembah sinklin menunjam
  Kubah
            Bentang alam ini mempunyai ciri-ciri kenampakan sebagai berikut :
  Kedudukan lapisan miring ke arah luar (fore slope ke arah dalam).
  Mempunyai pola kontur tertutup.
  Pola penyaluran radier dan berupa bukit cembung pada stadia muda.
  Pada stadia dewasa berbentuk lembah kubah dengan pola penyaluran annular.
  Cekungan
            Bentang alam ini mempunyai kenampakan sebagai berikut :
  Kedudukan lapisan miring ke dalam (back slope ke arah dalam).
  Mempunyai pola kontur tertutup.
  Pada stadia muda pola penyalurannya annular.
  Bentang Alam dengan Struktur Patahan
            Patahan (sesar) terjadi akibat adanya gaya tekan yang bekerja pada kulit bumi, sehingga mengakibatkan adanya pergeseran letak kedudukan lapisan batuan. Ada 3 jenis sesar (berdasarkan arah gerak relatifnya ), yaitu sesar geser, sesar naik dan sesar turun.
            Secara umum bentang alam yang dikontrol oleh struktur patahan sulit untuk menentukan jenis patahannya secara langsung.
            Ciri umum dari kenampakan morfologi bentang alam struktural patahan, yaitu :
  Beda tinggi yang relatif menyolok pada daerah yang sempit.
  Mempunyai resisitensi terhadap  erosi yang sangat berbeda pada posisi/elevasi yang hampir sama.
  Adanya kenampakan dataran / depresi yang sempit memanjang.
  Dijumpai sistem gawir yang lurus (pola kontur yang panjang lurus dan rapat).
  Adanya batas yang curam antara perbukitan / pegunungan dengan dataran yang rendah.
  Adanya kelurusan sungai melalui zona patahan, dan membelok dengan tiba-tiba dan menyimpang dari arah umum.
  Sering dijumpai (kelurusan) mata air pada bagian yang naik / terangkat.
  Pola penyaluran yang umum dijumpai berupa rectangular, trellis, dan contorted, serta modifikasi dari ketiganya.

            BENTANG ALAM VOLKANIK
            Bentang alam volkanik adalah bentang alam yang pembentukannya dikontrol oleh proses keluarnya magma dari dalam bumi
             
            Bentang alam volkanik umumnya dihubungkan dengan gerak tektonik, gunungapi-gunungapi sebagian besar dijumpai di depan zona penunjaman (subduction zone)
Gunungapi
            Menurut MacDonald (1972), gunungapi adalah tempat atau lubang keluarnya bahan pijar atau gas yang berasal dari dalam bumi ke permukaan bumi.
            Matahelemual (1982, pada Azwar, dkk, 1987) mengartikan gunungapi sebagai bentuk timbulan kumpulan bahan bahan letusan di muka bumi yang berasal dari magma yang tersebar secara mandiri, berkelompok atau berantai.
            Sementara itu Montgomery (1989, pada Azwar, dkk, 1987), menyatakan bahwa gunung api adalah tempat keluarnya magma, abu dan gas hasil erupsi atau struktur yang dibentuk disekitar pusat lubang volkan karena aktivitas erupsi.
            Gunungapi memiliki ciri yang khas meliputi bentuk, tipe erupsi dan material yang dihasilkan.
            Perbedaan ini berhubungan erat dengan komposisi magma dan letak gunungapi tersebut terhadap kedudukan tektonik lempeng.
Tipe Erupsi Gunungapi
            Escher (1952, pada Azwar, dkk, 1987) membuat suatu klasifikasi letusan gunungapi berdasarkan tekanan gas, derajat kecairan magma dan kedalaman wadah magma itu sendiri.
            Klasifikasi itu uraiannya adalah sebagai berikut :
Tipe Hawaii
            Tipe gunungapi ini dicirikan oleh lava cair dan tipis yang dalam perkembangannya akan membentuk tubuh gunungapi tipe perisai. Sifat magma yang sangat cair memungkinkan terbentuk lava pijar yang disebabkan oleh arus konveksi pada danau lava dan akan mancur, dimana lava banyak mengandung gas, sehingga yang  ringan akan terlempar ke atas sedangkan yang berat setelah gas hilang akan tenggelam lagi. Tipe ini banyak ditemukan di Hawaii, seperti di Gunung Kilauea dan Gunung Maunaloa.
Tipe Stromboli
            Tipe ini sangat khas untuk Gunung Stromboli dan beberapa gunungapi lainnya yang sedang meningkat kegiatan volkanismenya. Magmanya sangat cair, ke arah permukaan sering dijumpai letusan pendek disertai ledakan. Bahan yang dikeluarkan berupa abu, bom, lapili dan setengah padatan bongkah lava.
Tipe Volkano
            Tipe ini dicirikan oleh awan debu membentuk bunga kol karena gas yang ditembakkan ke atas meluas hingga jauh di atas kawah. Tipe ini memiliki tekanan gas relatif sedang dan lavanya tidak begitu cair. Berdasarkan kekuatan letusannya, tipe ini dibedakan menjadi tipe volkano kuat, contohnya Gunung Vesusius dan Gunung Etna dan tipe volkano lemah, sebagai contohnya Gunung Raung dan Gunung Bromo.
Tipe Merapi
            Tipe ini dicirikan oleh lavanya yang kental, dapur magma relatif dangkal dan tekanan gas yang agak rendah. Karena sifat magmanya tersebut, maka terbentuk sumbat  atau kubah lava, sementara bagian bawah dari sumbat lava tersebut akan cenderung dalam keadaan masih cair. Kubah lava yang gugur akan menyebabkan terjadinya awan panas guguran. Jika semakin tinggi tekanan gas karena pipa kepundan tersumbat, maka akan menyebabkan terjadinya letusan dan akan membentuk awan panas letusan.

Tipe Pelee
            Tipe ini memiliki kekentalan magma hampir sama dengan tipe Merapi, tetapi memiliki tekanan gas yang cukup besar. Ciri khasnya adalah adanya letusan gas ke arah lateral.
Tipe Vincent
            Tipe Vincent ini memiliki lava yang agak kental, tekanan gas sedang dan terdapat danau kawah yang pada waktu meletus akan dimuntahkan membentuk lahar letusan dengan suhu sekitar 100o C kemudian akan disusul oleh pelontaran bahan lepas berupa bom, lapili dan awan pijar.
Tipe Perret atau Plinian
            Tipe ini dicirikan oleh tekanan gas yang sangat kuat dan lava cair. Sifat letusannya merusak diduga ada kaitannya dengan perkembangan pembentukan kaldera.
Morfologi Gunung Api
            Morfologi gunung api dapat dibedakan menjadi 3 zone dengan ciri-ciri jenis litologi dan asosiasi morfologi yang berlainan.
            Ketiga zone tersebut adalah :
Zona pusat erupsi (Central Zone). Zona ini dicirikan oleh :
  Banyak radial dike / sill.
  Adanya sumbat kawah (plug) dan crumble breccia.
  Adanya zona hidrothermal
  Sifat piroklastiknya kasar.
  Bentuk morfologi kubah dengan pusat erupsi.
Zona proksimal , zona ini dicirikan oleh :
  Material piroklastik agak terorientasi.
  Terjadi pelapukan pada lava dan material piroklastik yang dicirikan oleh soil yang tipis.
  Sering dijumpai parasitic cone.
  Banyak dijumpai ignimbrite dan welded tuff.
Zona Distal, dicirikan oleh :
  Material piroklastik berukuran halus.
  Banyak dijumpai lahar.
Macam-Macam Bentang Alam Volkanik
            Bentang alam volkanik dibedakan menjadi beberapa macam dengan dasar klasifikasi kenampakan morfologinya. Srijono (1984, dalam Widagdo, 1984), menggambarkan klasifikasi bentang alam volkanik berdasarkan bentuk morfologinya. Klasifikasi tersebut dapat diuraikan menjadi :

Kubah Volkanik
            Merupakan morfologi gunung api yang mempunyai bentuk cembung ke atas. Morfologi ini dibedakan atas dasar asal kejadiannya menjadi
Kerucut semburan dan kerucut perisai
            Morfologi ini terbentuk oleh erupsi lava yang bersifat encer basaltis. Sedang lava yang bersifat granitis menghasilkan morfologi kubah sumbat (plug dome).
Kerucut parasit (Parasitic Cone)
            Morfologi ini terbentuk sebagai hasil erupsi gunung api yang berada pada lereng gunung api yang lebih besar.
Kerucut sinder (Cinder Cone)
            Merupakan kubah yang terbentuk oleh letusan kecil yang terjadi pada kaki gunung api, berupa kerucut rendah dengan bagian puncak tampak cekung datar.
Depresi Volkanik
            Depresi volkanik adalah morfologi bagian volkan yang secara umum berupa cekungan.
            Berdasarkan material pengisinya, depresi volkanik dibedakan menjadi :
Danau Volkanik, yaitu depresi volkanik yang terisi oleh air sehingga membentuk danau
Kawah, depresi volkanik yang terbentuk oleh letusan dengan diameter maksimum 1,5 km, dan tidak terisi oleh apapun selain material hasil letusan.
Kaldera, yaitu depresi volkanik terbentuknya belum tentu oleh letusan, tetapi didahului oleh amblesan pada kompleks volkan, dengan ukuran lebih dari 1,5 km. Pada kaldera ini sering muncul gunung api baru.
Dataran Volkanik
            Secara relatif, dataran volkanik dicirikan oleh topografi yang datar, dengan variasi beda tinggi (relief) tidak menyolok. Macam-macam dataran volkanik diantaranya adalah : dataran rendah basal, plato basal, dan dataran kaki volkan
Volkan Semu
            Volkan semu adalah morfologi mirip kerucut gunung api, bahan pembentuknya berasal dari volkan yang berdekatan. Dapat pula terbentuk oleh erosi lanjut terhadap suatu volkan yang sudah lama tidak menunjukkan kegiatannya (mati/dorman).
            Contoh morfologi volkan semu ini adalah Gunung Gendol di daerah Muntilan, Jawa Tengah pada dataran kaki volkan gunungapi Merapi.
            Volkan semu jenis lain adalah leher volkanik (volcanic neck), yaitu morfologi yang terbentuk bila suatu kubah volkanik tererosi sehinggga tinggal berbentuk kolom. Biasanya, di sekitar lajuran volkanik tersebut sering dijumpai retas yang memanjang (radial dike)
Dampak Lingkungan Gunungapi
            Gunung api dapat mempengaruhi lingkungan, baik pengaruh baik (sesumber), maupun pengaruh buruk (bencana) bagi manusia.
            Dampak positif dengan adanya gunung api adalah :
Panas bumi, sebagai sumber listrik dari proses hidrotermal yang terjadi di daerah gunung api seperti yang diusahakan di pegunungan Dieng dan Lahendong.
Sebagai taman wisata, dikembangkan dari potensi keindahan alam dan suasana alam yang masih asri dan sejuk seperti di Kaliurang, Puncak dan Sarangan.
Sebagai daerah pertanian yang subur seperti banyak dijumpai di seluruh Indonesia. Contohnya : Batu, Kaliurang,  Dieng, Wonosobo.
Sebagai daerah pengisian (recharge) air tanah bagi daerah-daerah sekitar gunung api seperti gunung Merapi untuk daerah sekitarYogyakarta.
sebagai daerah penyeimbang / pembagi hujan di daerah sekitarnya.
Selain berpotensi sebagai daerah yang menguntungkan, gunung api juga berpotensi sebagai sumber bencana. Secara garis besar bahaya akibat erupsi gunung api dapat dibagi menjadi 2 yaitu ; bahaya langsung (primer) dan bahaya setelah terjadinya letusan (sekunder). Bahaya primer akibat erupsi gunung api meliputi :
Aliran lava
            Aliran lava yaitu terjadinya aliran batu cair yang pijar dan bersuhu tinggi (sampai 1200 0 C ). Alirannya menuruni lereng yang terjal dan dapat mencapai beberapa kilometer. Semua benda yang dilaluinya akan hangus dan terbakar. Apabila melongsor akan menimbulkan awan panas.
Bom gunung api
            Bom gunung api berujud batuan yang panas dan pijar berukuran 10 cm – 2 m. batuan ini dapat terlempar dari pusat erupsi sejauh hingga 10 km. Bom ini dapat menimbulkan kebakaran hutan, pemukiman dan lahan pertanaian. Bila tiba di tanah bom ini akan mengeluarkan letusan dan akan hancur.
Pasir lapilli
            Pasir dan lapilli  adalah campuran material letusan yang ukurannya lebih kecil dari bom ( lebih besar 2 mm).Sedangkan lapilli lebih besar daripada pasir hingga mencapai beberapa cm. Apabila terjadi letusan pasir dan lapilli ini dapat terlempar hingga puluhan km. Pasir dan lapilli ini dapat menghancurkan atap rumah, karena bebannya juga dapat merusak lahan pertanian hingga dapat membunuh tanaman.
Awan Pijar
            Awan pijar adalah suspensi dari material halus yang dihasilkan oleh erupsi gunungapi dan dihembus oleh angin hingga mencapai beberapa kilometer. Awan pijar ini merupakan campuran yang pekat dari gas, uap dan material halus yang bersuhu tinggi (hingga 1200 0C). Suspensi ini berat sehingga mengalir menuruni lereng gunungapi dan seolah-olah meluncur, luncurannya dapat mencapai 10 – 20 km dan membakar apa yang dilaluinya seperti yang terjadi pada Gunungapi Merapi pada tanggal 22 November 1994 yang memakan korban 60 orang terbakar hidup-hidup dan tak terhitung  lagi ternak yang mati terpanggang akibat letusan awan panas ini.
Abu Gunungapi
            Abu ini merupakan campuran material yang paling halus dari suatu letusan gunungapi. Suhunya bisa tidak panas lagi. Ukurannya kurang dari 1 mikron – 0,2 mm. Bahaya yang ditimbulkan antara lain bisa mengganggu penerbangan seperti yang terjadi pada saat letusan Gunungapi Galunggung, dapat menimbulkan sesak napas apabila terlalu banyak menghisap abu gunung api dan menimbulkan penyakit silikosis. Yaitu penyakit yang diakibatkan oleh penggumpalan silika bebas pada paru-paru yang diakibatkan oleh terisapnya abu gunungapi yang mengandung silika bebas.
Gas beracun
            Kadar gas yang tinggi dapat menimbulkan kematian. Gunungapi biasanya mengeluarkan gas CO, CO2­­, H2S, HCN, H3As, NO2, Cl2, dan gas lain yang jumlahnya sedikit. Nilai batas ambang untuk gas CO 50 ppm (part per milion), CO2 5,00 ppm, sedangkan gas H3S yang sangat mematikan pada 0,05 ppm. Gas yang dikeluarkan saat erupsi  tidak begitu berbahaya karena gas tersebut langsung terbakar pada saat terjadi letusan gunungapi. Yang paling berbahaya adalah apabila gas tersebut dikeluarkan pada sisa-sisa gunungapi seperti yang terjadi di Pegunungan Dieng. Gas tersebut BJ-nya lebih besar dari udara bebas sehingga letaknya berada pada daerah-daerah yang rendah seperti di lembah-lembah, dekat permukaan tanah.
Bahaya yang tidak kalah berbahayanya adalah bahaya setelah terjadi letusan yaitu bahaya sekunder. Bahaya tersebut berupa bahaya aliran lahar. Lahar terbentuk dari batuan yang dilemparkan dari pusat erupsi baik block, bom, lapilli, tuff, abu, maupun longsoran kubah lava,  apabila terjadi hujan lebat yang turun bersamaan atau setelah erupsi maka endapan material hasil erupsi tersebut akan terangkut oleh aliran air membentuk aliran bahan rombakan yang biasa disebut aliran lahar. Aliran lahar ini mempunyai kekuatan merusak yang besar dan akan melalui apa saja yang ada di depannya tanpa kecuali baik pemukiman, hutan, tanah pertanian maupun tanggul sungai yang dilaluinya.
            Untuk menghindari bencana yang diakibatkan oleh letusan gunungapi ini maka di setiap daerah gunungapi dibuat peta daerah bahaya yang didasarkan pada potensi bencana yang ada baik primer maupun sekunder. Seperti yang dilakukan oleh Dinas Volkanologi pada G. Merapi.

PALEOGEOMORFOLOGI
  Cabang dari geomorfologi terutama yang mempelajari bentang alam purba (masa geologi lampau), tidak ditentukan berdasarkan batasan umur.
  Bentang alam purba dihasilkan dari proses-proses yang bekerja pada masa lampau atau tidak lama sesudahnya.
  Proses pembentukan bentang alam purba berkaitan dengan tektonik (pengangkatan dan penurunan kulit bumi) dan berhubungan dengan erotion base level yang ikut mengontrol proses-proses geomorfik dan proses gradasi permukaan ditentukan oleh erotion base level yang dapat berubah-ubah.
            Paleogeopedologi :
            ilmu yang mempelajari mengenai soil purba, yang berhubungan dengan sejarah kenampakan-kenampakan paleogeomorfik.
  Macam-Macam Bentang Alam Paleogeomorfologi
            Ruhe (1965, dalam Thornbury, 1969) mengelompokkan bentang alam paleogeomorfologi menjadi 3 tipe :
  Bentang alam sisa (Relict Land Forms)
  Bentang alam terkubur (Burried Land Forms)
  Bentang alam tersingkap (Exhumed Land Forms).
Bentang alam sisa (Relict Land Forms)
  Merupakan bentang alam purba yang terbentuk pada pre-exiting landscape dan telah mengalami destruction dan terkubur  kemudian membentuk sebagian dari topografi sekarang.
  Sebagian bentang alam sisa merupakan hasil dari proses-proses yang belum lama bekerja.
  Hasil dari proses-proses yang sama yang masih mendominasi masa sekarang, tetapi bekerja pada kondisi iklim atau kontrol base level yang berbeda dengan yang mengontrol proses geomorfik masa sekarang.


Bentang alam terkubur
(Burried Land Forms)
  Termasuk bentuk-bentuk asal erosi dan deposisi yang terkubur di bawah macam-macam tipe endapan / batuan penutup berupa endapan laut atau darat.
  Singkapan terkadang dijumpai di sepanjang sisa lembah, road cut dan dalam galian-galian, umumnya berada di bawah permukaan.
  Erosion Surface yang terkubur membentuk bidang ketidakselarasan dan memiliki arti ekonomi, contoh : cebakan hidrokarbon, cebakan emas, cebakan bijih timah dan sebagai akuifer yang baik.
  Tipe-tipe bentang alam terkubur yang menjadi cebakan hidrokarbon, yaitu :
  Bentang alam terkubur yang membentuk ketidakselarasan.
  Bentang alam terkubur yang berasal dari bentang alam kars dikenal sebagai burried paleo karst, menjadi tempat berakumulasinya hidrokarbon dan mengandung terrarossa.
  Bekas-bekas bentang alam pantai maju dengan delta-delta terkubur (pada bagian tributary channels).
  Bentang alam terkubur yang berasal dari pergeseran sungai-sungai bermeander pada endapan channel sebagai tempat terakumulasimya bahan galian dan air tanah.
Bentang alam tersingkap
(Exhumed Land Forms)
  Merupakan bentang alam purba yang mula-mula merupakan kenampakan topografi permukaan kemudian terkubur di bawah massa penutup dan tersingkap atau tertoreh kembali.
  Digolongkan bentang alam tersingkap kembali jika massa penutupnya tersingkap secara luas.
  Pada saat sekarang membentuk bagian dari bentang alam masa sekarang.
  Merupakan bagian dari bentang alam mula-mula yang dihasilkan oleh bekerjanya proses–proses gradasi normal, kemudian terkubur dan tersingkap kembali.
  Dikenali dengan adanya soil purba (paleosoil) dan benda-benda / fosil purbakala.


No comments:

Post a Comment